Alan Dermawan.
Cowok yang tinggal di ujung komplek Farah. Pertemuannya yang tidak sengaja, ternyata malah mendekatkan keduanya. Dari yang berawal tidak mengenal menjadi berujung persahabatan.
Farah tidak mengerti. Sejak kapan perasaan itu tumbuh. Mengingat reputasi Alan sebagai pemilik gelar nilai tertinggi di sekolah dalam semester pertama. Farah tahu, dirinya tidak akan pantas disandingkan dengan cowok itu. Tapi, Alanlah yang mengaburkan batas itu menjadi tak terlihat.
Awalnya, Alan memiliki penggemar. Khususnya cewek-cewek yang menganggap Alan adalah cowok yang nyaris sempurna diteladani beberapa orang. Namun, insidennya di ruang OSIS membuat beberapa pujian dari orang-orang pudar.
Alan menjadi dikenal sebagai cowok tempramental. Ah, bukan sosok yang mudah marah. Tapi, Alan lebih cocok diberi gelar sebagai cowok moodyan. Ketika moodnya sedang buruk, maka siapapun akan menjadi korban amarahnya. Begitu pula kalau moodnya baik, pasti orang-orang akan senang pada sifat ramahnya.
Termasuk Farah. Cewek itu satu-satunya yang bertahan dari sifat Alan yang seperti cuaca itu. Sulit ditebak. Ketika orang-orang menggunjing Alan, justru Farah hanya memendam rasa geramnya dalam hati pada orang-orang tersebut.
Karena cinta bisa mengubah persepsi seseorang. Yang harusnya jauh dari nilai baik, tapi cinta menyamarkannya menjadi sesuatu yang indah.
Dan tidak adanya Alan, membuat hari-hari Farah semakin mendung. Belum juga genap seminggu baikkan, Alan lagi-lagi mendiamkannya. Meski tidak ada ikrar yang terucap, tapi Alan seperti mengumumkan supaya Farah tidak menyapanya seperti biasa.
“Ngelamun mulu,” ucap seseorang sewaktu Farah sedang melewati tempat parkir di sekolahnya. Farah berusaha melengkungkan bibirnya untuk tersenyum. Kendati berujung miris, yang Arya terka saat ini.
“Senyum yang ikhlas dong, Far.”
Farah menghela napasnya. Dirinya tidak mood untuk bercakap dengan orang-orang. Dan juga, entah kenapa wajah Arya seketika bikin amarah Farah meletup-letup. Padahal Arya cuma tersenyum, tidak sedang mencemoohnya. Tapi, pikiran Farah mendadak didatangi ide buruk untuk mencekik Arya.
“Lo nggak pulang?” Farah berusaha menahan amarahnya yang mendesak. Farah pikir fase PMSnya sudah tiba.
“Gue nunggu dijemput,” jawab Arya sambil berdiri di samping Farah di trotoar.
“Ohh.”
“Lo nggak pulang?” tanya Arya, "sama Alan misalnya?”
Rahang Farah terkatup rapat. Menahan giginya untuk bergemeletuk saking kesalnya. Sejak kapan Arya jadi bawel dan ikut campur sama urusan orang?
“Dia udah pulang duluan,” jawab Farah asal.
“Ohya?” tanya Arya terkejut, “Tadi gue liat dia sama Luna di ruang OSIS berdua.”
Hati Farah tertohok. Dadanya seperti didorong sesuatu hingga menimbulkan sesak. Buliran liquid serta-merta menutupi retinanya. Entah kenapa ucapan sederhana yang Arya paparkan malah menjadi beribu-ribu menyakitkan dari biasanya.
“Lo gapapa?” Arya terlihat cemas melihat wajah Farah yang nyaris menangis. Farah beringsut dan menyembunyikan wajahnya untuk menghapus air mata sialan yang seenaknya keluar tanpa dikomando.
“Gue pulang,” ucap Farah serak, lalu memberhentikan angkutan umum di depannya.
**
Farah berusaha menundukkan kepalanya ketika masuk ke kelas. Untung saja, saat ini kelas sedang sibuk untuk mengerjakan tugas presentasi, jadi Farah terbebas dari recokkan pertanyaan kenapa matanya terlihat bengkak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dermawan [COMPLETED]
Teen FictionFarah baper duluan ketika Alan terus saja menyapanya dengan panggilan jodoh. Belum lagi godaan-godaan cowok itu yang kadang bikin teman sekelas berpikir mereka punya hubungan spesial. Padahal, Farah yakin, Alan tidak pernah menyatakan suka padanya...