14

3.6K 231 9
                                    

“Lan, lo tau rumah Farah nggak?” tanya Jamie menginterupsi pergerakan Alan membereskan bukunya. Alan kemudian menoleh dan mengangguk ragu.

“Kenapa?”

Jamie menggendong tasnya ke punggung dan berdiri. “Pepero mau jenguk dia hari ini. Temen-temen gue udah pada ke sana. Jadi, gue nyusul bareng elo.”

Alan menelengkan kepalanya dan pelan-pelen menutup tasnya ikut berdiri bersama Jamie. “Pepero siapa?”

“Itu temen-temen gue yang masuk grup dance gue. Namanya Pepero,” ucap Jamie bersamaan dengan keduanya menuju parkiran. “Farah temenan sama mereka karna gue kenalin. Lo nggak tau?”

Alan menatap kembali jalan di depannya. Mengingat-ngingat semua cerita yang Farah jelaskan padanya. Cewek itu pernah menyinggung soal nama Pepero tersebut. Tapi, tidak dibahas secara rinci. Karena waktu penjelasan, kalau nggak salah Alan sedang mengerjakan tugas. Jadi, Alan cuma mengangguk-ngangguk tanda mendengarkan. Setelah itu, Farah tidak membicarakan lagi.

“Pernah, tapi gue kira kalian cuma ketemuan sekali.”

“Nggak, sering malah,” kata Jamie sambil memakai helmnya seusai tiba di tempat parkir. “Temen-temen gue suka sama si Farah. Jadi, Farah nggak sengaja udah jadi bagian dari kita.”

Alan mendadak badmood. Teman-teman Jamie pasti cowok semua. Dan Alan tidak menyukai cowok-cowok itu sekarang berdekatan bersama Farah. Pasti Farah senang bersama mereka. Apalagi Farah sejenis cewek yang matanya jelalatan kalau lihat cowok bening sedikit.

“Gue ikut jenguk Farah,” ujar Alan setelah memakai helm dan menaiki motornya. Jamie tidak terlalu mendengarnya. Ia kemudian menyalakan motor dan mengikuti arah jalan Alan dari belakang.

Di samping itu, seorang cewek sedang celingak-celinguk melihat ke dalam ke kelas yang saat ini terbilang sudah sepi. Tanpa sadar, ia menghela napasnya kesal dan mengerucutkan bibirnya.

Niatnya, Luna ingin pulang bersama Alan. Tapi, sepertinya cowok itu pulang lebih cepat. Kalau saja tadi dia tidak mengobrol bersama Vita –teman sebangkunya, pasti saat ini Luna ada di atas boncengan Alan.

Sekonyong-konyong, pundak Luna berjengit karena merasa seseorang menepuknya. Luna memutar haluan dan mendapati seorang cowok menatapnya dengan tatapan dingin.

“Ngapain lo di kelas gue?”

Luna berusaha tersenyum dan tidak terlihat ketakutan. Cowok di depannya ini pasti tidak menyukai Luna. Sejak pertemuannya di kantin tempo hari, Luna memutuskan menjaga jarak dari cowok ini. Tapi, sepertinya nasib Luna sedang dipermainkan.

“Gue lagi cari Alan. Dia kemana ya?” tanya Luna halus. Mail menambah kerutan kekesalan di raut wajahnya. Cowok itu mendongakkan dagunya tinggi. “Ngapain lo cari dia?”

“Gue ada perlu soalnya,” dalih Luna, tapi Mail tidak begitu mudah untuk percaya.

“Perlu apaan? Soal lomba lagi? Baru kemarin lomba. Nggak ada urusan apa-apa lagi, 'kan?” cerocos Mail membuat Luna meringis. Cowok macam Mail kayaknya memang tidak bisa dibohongi.

“Sebenernya gue mau ngajak pulang bareng,” sahut Luna pelan.

“Pulang bareng?” tukas Mail lalu mendengus kesal, “Nggak salah denger gue? Ngapain lo pulang bareng Alan hah?” cerca Mail dengan suara cemprengnya. Telinga Luna mendadak berdengung. Rasanya ingin kabur saja dari amukkan banteng ini. Tapi, Luna masih sayang nyawa. Lebih baik seperti ini dulu daripada harus mati muda karena melarikan diri.

“Gu-gue….”

“Jawab! Lo takut sama gue?” tanya Mail dengan suara bak malaikat pencabut nyawa. Lantas cowok itu menatap Luna tajam, “Jangan coba-coba bohongin gue ya?” ancam Mail membuat Luna menunduk.

Dermawan [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang