25

3.2K 197 2
                                    

Semua anggota PMR hari ini kedatangan musibah –ralat, itu terlalu kejam. Intinya hari ini, beberapa kelas tiga yang pernah masuk ke dalam anggota PMR, dan pernah menjabat di organisasi itu datang. Seluruh kelas sepuluh sengaja diliburkan. Itu atas permintaan mereka.

Farah dan teman-temannya yang kelas sebelas sedang dijemur di tengah lapangan. Walau sudah pukul empat sore, tapi matahari masih terik. Menimbulkan banyak peluh bagi manusia di bawahnya.

“KALIAN ANGKATAN APA? NGGAK BECUS NGURUS ORGANISASI! MAU SAYA BUBARIN?!” teriak Kak Vero –ketua PMR sebelum Rama begitu lantang. Ia berjalan di depan barisan angkatan Farah yang berjumlah tujuh belas orang itu.

“PUNYA MULUT NGGAK KALIAN?!” sambung Kak Sinta –cewek yang mukanya jutek abis.

Anggota kelas sebelas bungkam. Mereka tidak ada yang berani melawan. Sekalinya melawan, pasti akan berbuntut panjang. Kalau saja ada manusia supersonik, pasti dia bakalan pingsan. Karena jantung para anggota PMR kelas sebelas berpacu cepat. Kaget, bukan takut. Tiba-tiba dibentak tanpa alasan jelas.

“JAWAB!” bentak Kak Sinta kemudian.

“PMR SIAP PUNYA,” sahut kelas sebelas serempak.

“Tapi, kenapa tadi Vero nanya kalian nggak jawab, hah?” tanya Kak Sinta sinis. Berniat menyindir. Beberapa kakak kelas lain ikutan juga menimpali. Berusaha menyudutkan angkatan Rama yang katanya nggak becus ngurus organisasi. Entah karena adik kelasnya yang kurang disiplin dan kurang sopan. Pun, ada beberapa yang mengundurkan diri. Semua kesalahan tersebut ditimpakan pada anggota Rama.

“Siapa yang mau tanggung jawab hilangnya delapan anggota ini?” Kak Vero kembali bersuara. Mengalihkan kembali pada topik utama sebelum anggota kelas tiganya kebakaran jenggot.

Setelah pertanyaan itu terujar, tidak ada yang menjawab sama sekali. Kak Vero mendengus kesal. Ia kecewa sekaligus marah. Padahal dia sudah bertanya baik-baik tanpa membentak. Tapi, adik kelasnya itu tetap bungkam seolah benar-benar bisu.

“Kamu,” Kak Vero tunjuk Rama, “ Apa yang mau kamu tanggungjawabkan hilangnya delapan orang anggota kamu?”

Rama menelan salivanya. Ia menatap lurus pada Kak Vero. Tidak ada takut, sekali lagi. Rama sering melalui pengalaman ini sebelum menjabat menjadi ketua PMR angkatannya.

“Kami siap push up untuk mengganti delapan orang itu sebagai hukuman untuk kami, Kak,” ujar Rama tegas tanpa ragu. Beberapa kelas tiga tergelak. Ada juga yang mencibir terang-terangan. Ketua angkatan bodoh. Bisa-bisanya Rama mengorbankan dirinya dan anggotanya demi anggota kelas sepuluh yang keluar itu.

“Kamu ngorbanin anggota kamu?! Mana tanggungjawab kamu sebagai ketua hah?” Kak Vero kembali menyalak. Serba salah. Itu intinya. Mau jawab A malah disalahkan. Bahkan Rama yakin, mau jawab sampai z pun akan tetap salah.

Rama terdiam. Kak Vero menahan geramannya. Rahangnya terkatup rapat menahan teriakkan yang bisa saja menggelegar dan sampai terdengar ke luar sekolah.

Push up sekarang delapan seri!” perintah Kak Vero dan diangguki oleh anggota kelas sebelas. Seluruh anggota cewek maupun cowok bersiap pada posisinya. Rama yang memimpin menghitung dan diikuti oleh anggotanya.

Delapan seri. Satu seri sepuluh kali. Yang berarti mereka harus delapan puluh kali push up tanpa jeda. Tanpa ampun.

Kesejuta kalinya selama hidup jadi anggota PMR, mereka cuma bisa pasrah. Mau melawan, hasilnya selalu nihil. Katanya perlakuan seperti ini untuk menguji mental serta ketahanan fisik. Hingga tidak ada alasan bagi mereka untuk membantah.

**

Farah menggunakan topi PMRnya sebagai kipas dadakan. Beberapa temannya izin pulang duluan pada cewek itu. Farah juga sebenarnya ingin segera membuat pulau di kasur. Tapi, sebelumnya mandi dulu karena badannya benar-benar lengket terulamasi oleh keringat. Lantaran malas, jadilah Farah ngaso dulu di depan UKS.

Dermawan [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang