2. How dare you!

980 63 21
                                    


"Kau sudah minum terlalu banyak, dude."

Justin tak menggubris perkataan bartenter yang sudah menjadi temannya sejak beberapa tahun yang lalu itu.

"Once again."

"Tidak. Kau su-"

"Give me once again!" gertakan Justin tak membuat Roger, sang bartender gentar. Ia sudah terbiasa dengan kelakuan Justin yang seperti ini. 'Pasti sedang banyak masalah' batin Roger tepat sasaran. Ia seakan sudah hafal betul bagaimana sifat-sifat Justin. Ia kemudian memanggil salah satu temannya untuk mengantar Justin pulang. Roger tak mungkin membiarkan Justin mati hanya karena minuman yang ia buat, ia tak sekejam itu.

Justin yang sedang dipapah oleh salah satu penjaga klub malam langganannya itu tak dapat melakukan apa-apa. Minuman-minuman yang ia teguk tadi membuatnya kehilangan kesadarannya dalam perjalanan menuju apartemennya.

***

Justin mengerang saat merasakan kepalanya seperti tertimpa reruntuhan bangunan. Ia memegang pelipisnya yang berdenyut sambil meringis saat merasakan hangatnya mentari yang menerpa wajahnya. Justin mengedarkan pandangannya, kemudian tersadar bahwa ia sedang berada di ranjang apartemennya. 'Pasti Roger' batin Justin, sangat hafal dengan apa yang dilakukan bartender itu disaat ia mabuk berat.

"Sialan!" desis Justin pelan saat mengingat semua yang terjadi sebelum ia mabuk. Justin bertemu dengan ibu tirinya sebelum ia pergi ke klub. Dan semua itu membuat Justin mengingat awal di mana masa kelam dan gelapnya dimulai.

Justin berusaha mengenyahkan semua ingatannya di masa kecilnya. Justin masih ingin hidup dan bertemu ibunya.

Ibu kandungnya.

Menggeleng sebentar, Justin menyingkap selimutnya lalu melangkahkan kakinya menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Justin keluar dari kamar mandi beberapa menit kemudian dengan memakai celana pendek yang tadi ia ambil dari walk in closet-nya.

Justin menatap jam dinding, 'terlambat lagi' batinnya lalu terkekeh. Sudah tak terhitung lagi berapa kali ia terlambat masuk ke kelasnya. Namun siapa peduli, kalaupun ia diberi surat pemberitahuan kepada orang tua tak akan ada seorangpun yang tau. Bahkan Justin tak tahu siapa orang tuanya. Justin terkekeh miris memikirkannya.

Orang tua?

***

Kayreen berjalan perlahan memasuki area pemakaman umum. Hari ini, ia hendak mengunjung makam ibunya. Kayreen merasa, ia sudah lama sekali tak mengunjungi makam ibunya. Hari ini memang seharusnya ia sekolah, namun rasa rindunya mengalahkan semangatnya untuk pergi ke sekolah. Kakaknya tak tahu ia pergi ke makam ibunya, namun ia tak begitu peduli. Biarlah. Kakaknya pasti akan memarahinya habis-habisan bila mengetahui bahwa Kayreen membolos hanya untuk mengunjungi makam ibunya untuk yang kesekian kalinya. Mungkin memang benar, bila kakaknya hanya tak mau melihat Kayreen bersedih. Namun bagi Kayreen, ia akan lebih sedih bila ia tak bisa mengunjungi makam ibunya lagi.

Kayreen berjongkok di samping nisan ibunya.

Marissa Marie Willmort

Begitulah nama yang tertera pada nisan yang tengah berada di depan Kayreen kini. Ibunya yang sangat ia sayangi.

Kayreen menitikkan air matanya. Tak tahan dengan semua kerinduan yang ia rasakan. Air matanya semakin deras mengalir saat ia mengingat disaat ia membuat semua penderitaan dalam hidupnya dimulai.

Seharusnya aku tak menuruti perintah laki-laki itu!

Seharusnya aku membunuh laki laki itu!

Seharusnya-banyak yang seharusnya Kayreen lakukan hari itu. Dan setelah hari itu, Kayreen menyesali semuanya. Semuanya.

Kayreen meremas tanah dengan erat seraya menggelengkan kepalanya. Kayreen tak bisa melalui semua ini. Ia terlalu lemah menghadapi semuanya. Ia membutuhkan seseorang yang dapat membuatnya bangkit dari keterpurukannya. Seseorang yang akan mengeluarkannya dari sangkar penderitaan dan kesedihan tempatnya tinggal selama ini.
Kayreen sangat membutuhkan seseorang itu.

Complicated (JB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang