"Caranya gimana?"
Ais melipat bibirnya. Keningnya berkerut. Jari telunjuk kanannya menepuk-nepuk dagu tirusnya.
Untuk beberapa lama aku diam mengamati dan menantikan penjelasannya.
"Sebelumnya, perlu Bapak ketahui...saya sudah merencanakan hal ini. Tapi belum bisa menemukan seseorang untuk menjadi partner saya."
"Partner?" tanyaku bingung.
Ais mengangguk. "Iya. Partner yang bersedia membantu."
Aku menggeleng. "Aisyah... sudah, saya gak punya banyak waktu. Jelaskan yang kamu maksud dengan 2 cara tadi."
"Siap, Pak."
"Umm...tapi, sebelumnya saya minta Bapak janji dulu?" katanya dengan wajah lugu.
"Janji?"
"Janji. Dua janji."
Aduh, apalagi ini si Aisyah.
"Dua janji?"
Aisyah mengangguk.
"Apa?" tantangku.
"Satu. Jangan marah kalau ide saya soal dua cara satu kesatuan itu dianggap kurang ajar, lancang, dan tidak pada tempatnya. Dua. Jangan ketawa kalau ide saya soal dua cara satu kesatuan itu dianggap bodoh, dungu apalagi dianggap sebagai ide menggelikan."
Aku menghela nafas. Berusaha mencari sabar dalam menghadapi Ais.
"Aisyahhh...," kataku sesabar mungkin.
Ais melipat kedua tangannya di dada.
"Ampun, Bapak. Saya tidak bermaksud kurang ajar. Mohon maklumi, saya cuma gadis desa dengan pendidikan pas-pasan yang tengah dirundung keputusasaan."
Aku menggeleng.
"To the point saja, Ais."
"To the point? Itu artinya saya ngomong sekarang gituh? Bener gak itu artinya? Maklum Bahasa Inggris saya pas-pasan juga," ucapnya sambil tersenyum, menampakkan lesung pipinya.
Cantik.
Kecantikan Aisyah terlihat alami.
Wajahnya bukan tipikal penghias sampul majalah gaya hidup wanita modern masa kini yang umumnya menampilkan gadis cantik berkulit putih yang kuduga kebanyakan di antaranya sebagai hasil perawatan beragam krim pemutih kulit. Melainkan, sampul majalah remaja era 90'an yang masih menampilkan keceriaan berpadu kepolosan gadis cantik Indonesia dengan mayoritas warna kulit alami mereka...kuning langsat.
"Pak Aksa, siap mendengarkan ide tentang cara menolong saya secara efektif dan efisien?" tanyanya.
"Dua cara satu kesatuan?" balasku.
Senyum kembali mengembang. Menghiasi wajah ayunya.
"Dua cara satu kesatuan," katanya sambil mengangguk.
Aku menengadahkan satu tanganku ke arahnya.
"Silahkan jelaskan," aku mempersilahkan.
Tiba-tiba senyumnya hilang. Auranya berganti dengan kecemasan. Ais menelan ludah sebelum mengangguk dan mulai bicara.
"Ke-kedua... Bapak menolong saya untuk melunasi hutang Emak ke Ki Somad dengan jumlah yang dia kehendaki. Saya juga gak tau berapa, karena berubah-rubah sesukanya Ki Somad. Nanti diperhitungkan di antara kita berdua saja. Saya sanggupnya nyicil berapa sebulannya, sampai lunas..."
Aku mengangguk walau bingung, kenapa harus dimulai dari yang kedua.
"Dan, yang kesatunya apa Ais?"
Ais terlihat semakin gelisah. Wajahnya memucat. Aku bahkan melihat keringat di dahinya yang segera diusap dengan menggunakan satu tangannya yang bergetar.
Bergetar?
Memangnya apa sih pertolongan kesatu yang dia minta itu?
"Aisyah?"
"Iya, Bapak."
"Yang kesatunya apa?"
"Umm... Pak Aksa ingat dua janji tadi kan ya, Pak?"
"Iyaaa...saya gak bakal marah atau ketawa. Sekarang bilang, apa pertolongan pertama dari dua cara satu kesatuan itu?"
Ais menggigit bibir bawahnya dengan cemas sebelum berbicara dengan ragu.
"Yang kesatu ituu... yang kesatuuu... itu yang paling penting..."
Aku mengangguk masih berusaha sabar.
"Iya. Yang kesatu itu apa, Ais?"
Ais kembali terlihat menelan ludah dengan cemas.
"Yang kesatu itu... Bapak... saya mohon berkenan menolong saya, karena ini penting..."
"Iya, apa?"
"Yang kesatu ituuu..."
"Aisyah?"
"Iya, Bapak?"
"Yang kesatu itu apa?"
"Umm... yang kesatu ituu... Pak Adhyaksa... ituuu..."
"Apa?"
"Itu, Pak..."
"Apa Ais?"
"Umm... Bapak..."
"Iya, Ais... apa?"
"Yang kesatu itu... Pak Aksa nya anu, Pak?"
"Aisyah! Apa sih dari tadi ngomong ga jelas!" Bentakku.
"Iya, Pak. Maap, Pak."
"Sekarang ngomong!"
"Yang kesatu itu... umm... yang kesatu..."
"Aisyah!" Aku kembali membentak.
"Nikah, Pak. Yang kesatu itu... Bapak nikahin saya," katanya dengan cepat, mengatasi bentakanku tadi.
"Apa?" tanyaku bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahligai Adhyaksa #1 Unplanned Love Series
RomanceWarning: This is teaser version. Thank you.... Namaku Adhyaksa Yustisia, CEO sebuah perusahaan pengembang properti. PT. Griya Hijau Indah, itulah perusahaan yang kupimpin. Sebagai CEO aku seharusnya tidak berkantor di kantor perwakilan di lokasi pro...