Sepenuh Hati

10.6K 1.3K 39
                                    

"Sampe kita. Yuk," kataku pada Ais setelah memarkirkan mobil dan mematikan mesinnya.

Dari duduknya, Ais memperhatikan pemandangan di luar.

"Nat's Deli & Coffee," katanya sambil membaca cafe signage yang hendak kami kunjungi.

Aku mengusap kepalanya.

"Iya. Ini punya aku. Baru beroperasi setahun lalu," terangku.

Ais menolehkan wajahnya. Matanya membelalak menatapku.

"Restoran ini teh punya Papah?"

"Kafe. Iya," jawabku sambil tersenyum.

"Haah... terus, siapa yang masak?"

Aku tertawa. "Ini waralaba Ais. Urusan tektek bengek sudah diurus kantor manajemen pusat. Kita tinggal ngawasin. Cek laporan," terangku.

"Waralaba?" tanyanya dengan dahi berkerut.

"Iya. Waralaba. Artinya, siapapun yang tertarik dan memenuhi syaratnya, bisa punya. Tinggal mengajukan ke kantor manajemen pusatnya."

Ais mengangguk. "Kayak mini-mini market yang sekarang menjamur gitu ya, Pah?"

"Iya," balasku sambil mengangguk..

"Yuk... gak enak Mas Adam dan istrinya nungguin kita kelamaan," ajakku.

Ais mengangguk sebelum keluar dari mobil.

Malam ini, aku ada janji makan malam dengan salah satu sahabat terbaikku. Adam Prasetyo. Aku mengenalnya sejak kecil. Usianya beberapa tahun di atasku. Kami saling mengenal karena ayahku mendirikan perusahaan bersama ayahnya. Bedanya, ayah Mas Adam pemilik saham mayoritas. Hanya saja, berbeda denganku, dia tidak pernah tertarik begabung di perusahaan.

Alih-alih, dia fokus mengembangkan perusahaan waralaba dari Amerika. Nat's Deli & Coffee.

Sejak setahun lalu, aku resmi memiliki salah satu cabangnya.

"Mas," kataku sesaat setelah kami mendekati meja tempat Mas Adam dan istrinya duduk.

"Teh Nas, apa kabar? Kenalkan ini istri saya, Aisyah," ucapku.

Ais kemudian menyalami mereka satu per satu sebelum duduk berhadapan, dipisahkan sebuah coffee-table.

Setelah memesan makanan dan minuman, kami pun terlibat pembicaraan ringan.

"Nikah diam-diam? Haha... toss deh kita," ujar Mas Adam sambil tertawa setelah tahu sedikit soal kisah pernikahan kami.

"Ti Cianjur? Teteh ti Pangalengan," kata Teh Nastiti pada Aisyah.

"Oh kitu, Teh? Pangalengan palih mana? Bapak Ais oge ti Pangalengan da..."

Dan begitulah... seterusnya keduanya terlibat pembicaraan menggunakan bahasa Sunda.

"Udah biarin mereka ngomong pake bahasa planet, kita cari topik sendiri aja," ajak Mas Adam sambil tertawa.

Aku ikut tertawa bersamanya.

"So, how is married life? Everything good?"

Aku menggeleng. "Well... among my parents and my ex- plus my beloved sister... nah, it's a messed, bro," kataku mulai curhat.

"But,  you hang on it there, right?"

Mas Adam mempertanyakan posisiku dalam pernikahan rawan konflik yang kujalani saat ini.

"Definitely, I am," ujarku yakin.

Tentu saja aku akan bertahan. Aku tak sudi gagal lagi dalam berumah tangga.

"Good," katanya sambil mengangguk.

"Remember... the heart wants what it wants. All I'm saying is... just follow your heart. Are your heart all in this married?" tanyanya. Mas Adam ingin tahu apakah hatiku menyertai pernikahan ini.

"No doubt. I'm all in, wholeheartedly," jawabku, tanpa keraguan kunyatakan bahwa aku menjalani pernikahan ini sepenuh hati.

Mahligai Adhyaksa #1 Unplanned Love SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang