Bicara

9.2K 1.3K 46
                                    

Bertiga, aku, Ais dan Fina duduk bersisian di atas hamparan karpet merah di ruang utama apartemen ini.

Malik dan Malaika duduk di seberang kami.

Dafina terus menangis di sela-sela kalimatnya.

"Ka-kalian ha-harus tabahhhh... ini ujian be-berat buat keluarga kitaaaa," katanya sambil menangis.

Ais menyerahkan beberapa lembar tisu setelah merogoh dari tempat tisu di tasnya.

Fina menerima, lalu mengeluarkan ingusnya.

"Ujian apa, sih?" tanya Malik bingung.

"Mami kok nangis, siapa yang ujian?" tanya Malaika dengan lugunya.

"Kitaaa... keluarga ki-taaa..." Fina menangis lagi.

Ais menggeleng. Lalu dia berdeham.

"Anak-anak... kenalkan, nama saya Aisyah. Neng cantik yang pake baju pink namanya siapa?"

"Aku, Malaika," jawab putriku polos.

Ais mengangguk.

"Bagus. Nama yang cantik, sesuai orangnya."

Malaika tersipu menanggapi pujian Ais.

"Kalau, akang kasep namanya siapa?" kali ini Ais bertanya pada putraku.

"Aku? Akang kasep?"

"Iya. Artinyaaa abang ganteng," jawab Ais sambil tersenyum.

Malik seketika semringah.

"Aku Malik."

"Woww... meuni keren namanya. Pas sama orangnya," puji Ais sambil mengacungkan dua jempol.

"Udah... udah... jangan memanipulasi anak-anak saya," ujar Fina ketus.

"Fina..." kataku, memperingati.

Dafina menggeleng. Gesturnya memberontak.

"Tega kamu," gumamnya padaku sambil melotot.

"Mami... ini ujian apa sih? Aku masih mau main PS nih. Lagi seru-serunya..."

"Ah, PS terus yang dipikirin. Ini keluarga kita lagi menghadapi masalah besar ini," kata Fina kesal pada putraku.

Malik mengangkat bahunya, tak acuh.

"Kita... kita... maksud Mami... Papi kalian..." Fina menangis lagi sebelum melanjutkan kalimatnya.

Kali ini aku yang menggeleng, lalu berdehem meminta perhatian anak-anak.

"Kakak, Adek... Papi mau bicara... kalian paham kan kalau Mami dan Papi sudah lama bercerai?"

Kedua anakku mengangguk.

"Nah, yang mau kita bicarakan ini adalah... Papi, sudah menikah lagi. Ini..." aku merangkul Aisyah.

"... adalah istri Papi. Kalian mengerti?"

"Jadiii... Tante... ibu tiri Adek?" tanya Malika, polos.

Sebelum Ais menjawab, Dafina meraung dalam tangisnya.

Aku menggeleng menanggapi sikap Fina yang dramatis.

"Iya. Tapi kalian jangan khawatir... Mamah Ais baik, kok. Kalian tenang saja," ucap Ais pada anak-anakku.

"Aku kalau lagi di apartemen Papi masih boleh main PS kan?" tanya Malik, seolah kegiatan bermain PS adalah yang terpenting.

Ais mengangguk. "Boleh, asal jangan lupa makan. Jangan lupa mandi. Daaaan..., terpenting, kalau ada pe-er, dikerjain dulu."

"Umm... oke, gak masalah. Asal aku boleh main PS. Jangan diganggu kalau lagi asyik, gara-gara ada sinetron atau infotainment di TV."

"Ahh... tenang aja. Mamah Ais mah jarang nonton TV. Mamah Ais mah lebih senang ngejait. Bikin ini itu... oya, disini ada mesin jait gak?"

Malik dan Malaika menggeleng bersamaan.

"Nanti kita beli Ais," kataku.

Ais mengalihkan pandangan menatapku dengan semringah sambil tersenyum. Aku balas tersenyum padanya.

"Mamah Ais bisa bikinin aku baju," tanya Malaika.

Ais seketika memalingkan wajah, untuk menatap putriku.

"Insya Allah bisa. Memangnya neng geulis teh mau baju seperti apa?"

Dengan antusias Malaika beranjak lalu menarik tangan Ais.

"Ayo ke kamar aku. Aku mau lihatin baju princess yang aku mau," ajaknya dengan antusias.

"Hayulah sok mana sini, Mamah Ais liat," kata Ais setuju, mengikuti keinginan putriku.

Mereka pun pergi menuju kamar Malika di belakang area living room ini.

"Jadi, aku bisa main PS lagi sekarang?" tanya Malik tak sabaran ingin kembali bermain.

Aku mengangguk. "Boleh."

"Yes!" Malik berseru sambil mengangkat satu tangannya yang terkepal. Lalu dia membalikkan badan ke arah TV, kembali bermain PS.

"Fina, sekarang kamu sebaiknya pulang ke apartemen kamu. Biar anak-anak disini dulu."

Dafina melotot padaku tapi kemudian berdiri dan beranjak pergi dengan langkah yang dilebih-lebihkan, menandakan kenarahannya.

Aku hanya menggeleng menyikapi perilakunya.

Dafina.

Kapan dia akan berubah?

Mahligai Adhyaksa #1 Unplanned Love SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang