"Umm... Pak Aksa..."
"Iya Ais..."
"Pak Aksa kan udah punya dua orang anak?
"Iya."
Ais mengangguk. "Umm... berarti Pak Aksa paham kan bagaimana tata cara sepasang suami dan istri menciptakan anak?"
Keningku berkerut. Berusaha memahami arah pembicaraan Ais.
"I-ya... terus maksud kamu apa?"
"Umm... maksud Ais... kalau Pak Aksa berencana punya anak dari Ais... itu artinya... Pak Aksa harus bersedia bobo bareng Ais... umm, bukan hanya bobo tapi juga... melakukan ituuu," ucapnya meragu.
Aku tertawa menanggapi perkataan Aisyah. "Tentu saja Ais... saya lebih dari paham. Buktinya saya punya dua orang anak kan?" ucapku sambil terkekeh.
Ais mengangguk. Namun wajahnya masih menampakkan kebingungan.
"Ada apa Ais?"
"Anu, Pak..."
"Apa?"
"Umm... memangnya Pak Aksa mau... begitu... sama Ais?"
Hah?
Maksudnya apa?
"Kalau kamu istri saya, tentu saja..."
"Umm... sebetulnya mah gak perlu, Pak. Da Ais juga gak nuntut untuk itu. Kita... jalanin pernikahan sebagai status saja. Yang lainnya gak harus berubah..."
Aku menggeleng. "Ais... kamu harus tahu, saya bukan lelaki seperti itu. Kalau menikah, saya akan menjalaninya sebaik-baiknya..."
"Iya... tapiii..."
"Tapi apa?"
"Pak Aksa..."
"Apa Ais?"
"Umm..."
"Aisyah..."
"Pak Aksa..."
"Apa? Ngomong aja."
Ais menghembuskan nafas sebelum bicara.
"Pak Aksa... Ais punya mata. Ais bisa melihat... Pak Aksa itu lelaki ganteng. Kulit putih. Tingggi, kekar, atletis. Wajah segi empat dengan rahang kuat menonjolkan sosok lelaki berwibawa. Dagu belah, pemanis yang bikin cewek klepek-klepek. Ditambah kumis tipis, janggut dan jambang yang semakin menampakkan sisi maskulin Pak Aksa. Belum lagi rambut hitam tebal berombak. Semakin mencitrakan kerupawanan yang sempurna dari seorang lelaki bernama Adhyaksa Yustisia..."
Aku terkekeh mendengarkan pendeskripsian Aisyah.
"Umm... Pak Aksa juga seorang CEO kalau Ais seorang office girl. Bapak berpendidikan tinggi, sedang Ais lulusan SMK."
"Aisyahhh...." kataku lembut.
Ais menggeleng. "Pak Aksa, Ais tidak pantas jadi istri sungguhan Bapak. Kalau menikah... pantesnya Pak Aksa itu sama perempuan cantikkk... kayak... model-model Raisa lah... yang mirip-mirip gituh... bukan sama Ais..."
Aisyah terus saja berbicara.
"Nih, ya Pak... Ais memohon Bapak menikahi Ais bukan berarti tidak tahu diri. Ais tahu kok siapa Ais... siapa Pak Aksa... Ais terpaksa minta tolong Bapak menikah dengan Ais karena terdesak keadaan dan berputus asa..."
"Ais..." kataku semakin lembut.
Ais menggeleng. "Pak Aksa... sebaiknya kita jalani pernikahan sesuai rencana Ais. Diam-diam dan rahasia. Cukup kita, keluarga inti Ais dan KUA yang tahu... di Jakarta, biar Ais kerja sebagai office girl seperti biasa.... di rumah Pak Aksa, lebih baik Ais tidur di kamar pembantu atau kalau tidak ada... di lantai juga tidak apa-apa..."
"Tidak bisa begitu Ais..."
"Pak Aksa..."
"Iya, Ais..."
"Ais tidak ingin membawa masalah apalagi membuat Bapak malu."
"Maksud kamu?"
"Apa tanggapan orang-orang kantor kalau mereka tahu Pak Aksa, seorang CEO menikahi Ais, seorang office girl. Bisa-bisa reputasi Bapak jatuh. Belum lagi... anak-anak. Apa mereka mau menerima Ais? Sepertinya lebih mudah kalau Ais jadi pengurus rumah dan pengasuh mereka saja. Biar tidak ada konflik antara Pak Aksa dan anak-anak. Apalagi karena Ais... tidak perlu..."
Aku menghembuskan nafas. "Ais..."
"Sebentar Pak... Ais belum selesai. Ini penting untuk Bapak pikirkan. Hubungan Pak Aksa dengan orangtua dan keluarga... sekali lagi, Ais tidak mau membebani Bapak. Menimbulkan perpecahan dan permusuhan dengan keluarga. Ais kuatirrr Pak Aksa membuat orangtua sedih, kecewa dan... malu punya istri Ais. Ais mah... dengan Pak Aksa mau nolongin nyelamatin Ais dari cengkeraman Ki Somad sudah bersyukur..."
Aku diam. Menelaah setiap katanya. Kalimat-kalimatnya membuatku berpikir....
Masuk akal juga.
Tapi...
![](https://img.wattpad.com/cover/121105518-288-k416957.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahligai Adhyaksa #1 Unplanned Love Series
RomanceWarning: This is teaser version. Thank you.... Namaku Adhyaksa Yustisia, CEO sebuah perusahaan pengembang properti. PT. Griya Hijau Indah, itulah perusahaan yang kupimpin. Sebagai CEO aku seharusnya tidak berkantor di kantor perwakilan di lokasi pro...