"Mah, kamu gak apa-apa?" tanyaku sesaat setelah Fina dan May meninggalkan kami di balkon ini.
Semoga saja mereka menuruti perintahku. Pergi meninggalkan apartemen dengan membawa serta anak-anak.
Saat ini...
Aku betul-betul butuh waktu berdua saja dengan Ais.
Perlahan Ais mengangkat kepalanya untuk menatapku.
"Pa-Pak Aksa sudah pulang? Ais pikir masih minggu depan," katanya lirih. Matanya kini menatap ke samping, seolah menolak menatapku lebih lama lagi.
Keningku berkerut menyimak kata-katanya.
"Mah?"
Ais menggeleng. Perlahan melepaskan diri dari dekapanku.
"Pak Aksa lapar? Biar Ais masak sebentar. Da bahan-bahannya mah lengkap. Permisi..." Ais bergegas meninggalkanku sendiri.
Aku memejamkan mata sambil menggeleng frustasi.
Shit.
Dafina dan May benar-benar merusak kedamaian rumah tanggaku.
Aku menghela nafas panjang sebelum meninggalkan balkon, masuk ke area rumah.
Kulihat ke sekitar, tak ada tanda-tanda keberadaan anak-anak.
Bagus.
Berarti setidaknya Fina dan May menuruti mauku. Tapi aku butuh untuk memastikan. Kudatangi kamar anak-anak. Kosong. Selanjutnya kumelangkah menuju pintu masuk. Kukunci. Memastikan tak ada yang akan mengganggu.
Selanjutnya kakiku bergegas menuju dapur dimana Ais sudah sibuk mengolah bahan makanan.
"Mah..."
"Umm... Pak Aksa istirahat aja dulu. Nanti kalau sudah siap makanannya, Ais kasih tau..." katanya memunggungiku, masih terlihat sibuk mengolah bahan makanan.
Aku terus mendekat. Lalu... aku memeluknya dari belakang.
"Aku gak lapar..."
"Pak Aksa...Ais lagi..."
Tanpa kata, aku melepaskan pisau dari tangannya, dan wortel yang tadi sedang diiris dari tangannya yang lain. Kubalikkan tubuhnya. Kuangkat. Sedetik kemudian aku membalikkan badan sambil membawa Ais, lalu kududukkan di atas countertops. Aku berdiri di antara kedua kakinya.
"Pak Aksa..." kata Ais dengan mata membelalak kaget. Kedua tangannya di masing-masing bahuku.
"Papah," kataku mengoreksi sambil perlahan menggenggam wajah cantiknya yang masih terlihat sedih.
"Um... Pak Aksa..." kata Ais lagi sambil menggeleng.
Aku mendekatkan wajah ke wajahnya. Bibir kami berhadapan.
"Papah..." balasku, kembali mengoreksinya.
Ais kembali menggeleng.
"Umm... sebaiknya kita..."
"Bercinta. Sebaiknya kita bercinta... I miss you Mah..." ucapku sambil menempelkan kening ke kening Ais. Mata kupejamkan.
"Pak Aksa..."
"Papah.... for God's sake baby... panggil aku Papah..."
"Umm..."
Aku menggeleng. Kugenggam wajahnya. Mataku menyorot tajam padanya.
"Kamu, istriku... akan kubuktikan, biar kamu merasa kalau kamu adalah istriku....supaya tidak ada keraguan lagi... kamu harus paham... saat ini, kata-kata saja mungkin tidak cukup... kamu butuh merasakan... then, you must feel me babe... just... feel how hard I need you to know..."
"Umm... to know? Untuk tau? Tau apa? tanya Ais meski nafasnya mulai terengah.
Aku tersenyum nakal menatap wajah cantiknya yang terlihat mengantisipasi. Tanpa kata lagi, aku bersegera untuk... bercinta.
Here and now!
=====================
Dear readers,Detailnya di versi cetaknya ya 🙏🙏🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahligai Adhyaksa #1 Unplanned Love Series
RomanceWarning: This is teaser version. Thank you.... Namaku Adhyaksa Yustisia, CEO sebuah perusahaan pengembang properti. PT. Griya Hijau Indah, itulah perusahaan yang kupimpin. Sebagai CEO aku seharusnya tidak berkantor di kantor perwakilan di lokasi pro...