Istri Terakhir

10.7K 1.4K 58
                                    

"Maaf, Pak. Barusan saya dapat telepon dari operator. Katanya ada tamu, Pak. Tapi setau saya Bapak belum ada janji dengan tamu tersebut. Bagaimana, Pak?" kata Dessy melalui sambungan telepon internal kantor.

"Siapa?" tanyaku, masih duduk di kursi kerjaku. May belum ada lima menit meninggalkan ruanganku.

"Katanya namanya Aisyah, Pak."

"Oh, itu istri saya. Kamu ke bawah, ajak dia ke sini," perintahku.

"Ba-baik, Pak."

Aku memutuskan hubungan telepon. Tangan mengusap dagu. Aisyah... mau apa dia ke sini?

Beberapa saat kemudian terdengar suara pintu diketuk.

Aku berdiri seraya berkata,"Masuk."

Tidak berapa lama Aisyah masuk. Di belakangnya ada Dessy.

"Permisi, Pak," kata Dessy.

Aku mengangguk pada Dessy. Dia balas mengangguk. Dessy kemudian pergi setelah sebelumnya menutup pintu. Meninggalkan Ais berdua saja denganku.

"Papah..." sapanya dengan ceria.

Aku tersenyum membalas gesturnya.

"Mah, kok tau kantor di sini?"

"Tau atuh, kan googling pake laptop di ruang kerja. Passwordnya dikasih tau sama Arsya. Trus dibilang juga kalau ada wifi. Ya udah, Mamah tadi googling, liat peta, trus ditulis... nih," katanya sambil merogoh saku jeans nya memerlihatkan secarik kertas.

Aku tersenyum. "Trus kesini kamu pake apa?"

"Taksi yang ngantri di dekat apartemen."

Aku mengangguk, masih tersenyum.

"Besok sebaiknya Papah belikan Mamah smartphone."

Keningnya berkerut. "HP yang bisa internet?"

Aku mengangguk. "Iya. Biar kamu gampang kalau mau ini itu. Tinggal buka aplikasinya."

Bibirnya dierutkan. "Ah, nanti saja kapan-kapan. Papah kan udah banyak pengeluaran yang kemarin lunasin utang ke Ki Somad. HP buat Mamah belum prioritas..."

"Iya. Tapi HP kamu tuh cuma bisa telepon dan SMS aja, Mah," kataku memberi alasan.

"Ah, biarin gak apa-apa. Kan sekarang udah tau kantor Papah dimana, trus tadi juga di jalan kelewatin supermarket. Udah ngerti sekarang Mamah. Kan itu yang penting. Tau tempat belanja sayur dan kantor Papah," ujarnya.

"Umm... memangnya, kenapa harus tau kantor Papah segala?" tanyaku penasaran.

"Ihh, supaya bisa bawain makan siang. Nih, udah Mamah masakin," ucapnya dengan bangga sambil menepuk tas di bahunya.

Keningku berkerut. "Makan siang?"

Ais mengangguk.

"Iya atuh makan siang. Memangnya Papah mau kerja terus? Biasanya juga kalau siang di Cianjur, Papah pesen makan sama Mamah."

Aku terkekeh sambil berjalan mendekatinya.

"Di sini juga bisa pesan makan siang sama Dessy, nanti dia yang urus apakah delivery order atau nyuruh OB."

Ais melambaikan satu tangannya ke atas.

"Gak perlu. Kan ada Mamah. Sok atuh Papah geura makan. Mau makan di mana? Di situ aja yah?" tanya Ais sambil menunjuk meja meeting bundar berkapasitas 6 orang di ruang kerjaku ini.

Mahligai Adhyaksa #1 Unplanned Love SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang