Ibu Mantan

9.5K 1.2K 30
                                    

Skipping part
============skip==============

Sambil menjijing travel bag di masing-masing tanganku——milik aku dan Ais—-kami berjalan  bersisian menyusuri koridor apartemen menuju unitku.

Tiba di depan pintu, kutaruh kedua tas, kurogoh saku celana hendak mengambil kunci. Sesaat kemudian aku bergerak hendak menggunakan kunci untuk membuka pintu...namun, pintu sudah dibuka seseorang dari dalam.

"Papiii...," sapa seorang anak perempuan cantik dengan antusias sebelum memelukku

Malaika.

Putriku yang kini berusia 8 tahun.

"Malaika, Sayang," balasku sambil balas memeluk.

Sesaat kemudian aku melepaskan pelukannya untuk meraih kedua tas di lantai lalu masuk.

"Yuk, masuk," ajakku pada Ais sambil menoleh ke arahnya yang berdiri di belakangku.

Ais melipat bibirnya. Wajahnya terlihat cemas. Istriku itu kemudian mengangguk meragu, mengikuti undanganku.

Di dalam, Malaika tidak sendiri.

Ada Malik, anak lelakiku yang berusia 10 tahun. Dia duduk di lantai, di atas karpet di depan TV. Fokus bermain PS.

Dafina, duduk di sofa di belakang tempat Arsy duduk, dengan kaki terlipat ke atas sofa abu-abu, sebuah majalah mode di atas pahanya. Matanya menemukan mataku. Senyum seketika mengembang.

"Papi sudah pulang? Lapar? Aku orderin makan ya? Gak bilang sih mau pulang hari ini... tau gitu aku masak..."

Bla... bla... bla... Dafina terus nyerocos. Sementara aku merasakan cubitan di punggung. Spontan aku menoleh ke belakang.

Ais.

Wajahnya mendongak menatapku. Bibir dan hidungnya dierutkan. Matanya memelotot. Dia... marah.

Huh... tentu saja.

Dafina.

Aku mengembuskan nafas panjang sebelum merangkul bahunya dan memosisikan Ais berdiri di sisiku, menghadap Dafina.

Sesaat setelah mantan istriku melihatnya matanya membelalak. Keningnya berkerut, lalu dia berdiri. Kemudian melangkah perlahan ke hadapan kami berdiri.

"Umm... Papi, bawa... pembantu dari Cianjur?" tanyanya enteng.

Sontak Ais melangkah ke depanku, berdiri selangkah di hadapan Dafina. Perempuan mungil itu dengan berani segera bekacak pinggang.

"Ibu mantan... maaf ya, saya bukan pembantu... saya ini Aisyah. Bu Mantan, boleh panggil saya Ais... perihal saya siapa? Sebaiknya kita bicarakan bertiga sebagai orang dewasa. Pembicaraan ini sebaiknya dilakukan tanpa anak-anak terlebih dulu," ujarnya lantang.

"Hah?!" Dafina bingung lalu menatapku.

"Papi, ada apa sih ini? Kok Mami nggak ngerti?"

Aku berdehem. Lalu menatap Ais yang saat ini telah memutar badannya menatapku. Masih berkacak pinggang, dia memelotot menantangku.

Aku berdeham sebelum bicara.

"Ais benar, Fina. Kita perlu bicara... bertiga."

Mahligai Adhyaksa #1 Unplanned Love SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang