Dilemma

174 12 0
                                    

Malam yang sangat indah bagi Kiira, karena sudah sangat lama ia tidak duduk bersama di meja makan dan makan bersama. Di hari ulang tahun mama Mori, ia juga turut bersuka cita karena mama Mori menganggapnya sebagai anaknya.

"Tapi dia harus tetap membayar tarif kamarnya per bulan loh!" ucap Taka. Mama Mori langsung menatap Taka dengan kesal.

Taka hanya tersenyum kearah mamanya. "Sudah jangan dengarkan perkataan Taka tadi" ucap mama Mori.

"Ma, aku akan tetap membayar tarif kamarnya per bulan, aku mohon ma, itu sudah jadi kewajibanku kan?!" balas Kiira.

"Ya baiklah, tapi jangan terlalu dipaksakan ya?" ucap mama Mori. "Aku tidak merasa terpaksa kok!" balas Kiira.

"Syukur lah, ternyata dia tahu diri hahaha!" celetuk Taka. Tomo dan Hiro ikut tertawa tapi kemudian berhenti saat mama Mori melirik sinis kepada ketiga anaknya itu.

"Apa???" tanya Taka yang berusaha berhenti tertawa.

***

Selang beberapa menit kemudian, Haruka kekasih Taka pun datang. Ia datang terlambat karena harus melakukan syuting untuk drama terbarunya.

Haruka langsung mengucapkan selamat dan memeluk mama Mori, ia memberikan sebuah karangan bunga yang besar, megah dan indah. Mama Mori terlihat senang melihat rangkaian bunga-bunga itu. Karangan bunga itu ia letakkan di ruang tengah, samping piano.

Melihat mama Mori yang mulai sibuk dan asyik mengobrol dengan Haruka serta Taka, Tomo yang sibuk menelpon istrinya, dan Hiro yang menemani nenek Mori bersantai di teras samping rumah, Kiira mengarahkan dirinya ke dapur.

Kiira menyibukkan dirinya di dapur, ia membereskan dapur, membersihkan dapur hingga akhirnya rapi dan bersih seperti semula. Kecuali balon-balon dan pita, ia sengaja tidak merapihkan itu. Setelah selesai di dapur, Kiira menuju ke balkon atas.

"Aaah malam ini langitnya cerah, banyak bintang bertaburan di atas sana!" gumam Kiira sambil berdiri di hadapan pagar pembatas balkon.

"Oii, ngapain kamu ngelamun disini??" Taka tiba-tiba muncul dibelakangnya. Kiira terperanjak dan terkejut.

"A-aku hanya sedang menikmati malam saja, disini sejuk sekali" jawab Kiira. "Yang ada kamu nanti bisa masuk angin dan flu kalau kelamaan disini!" sahut Taka sedikit ketus.

Kiira hanya diam dan melirik Taka yang kemudian duduk di kursi yang ada di balkon. "Kamu ternyata pandai bermain piano ya?!" puji Taka.

"ya bermain piano itu salah satu hobbyku" balas Kiira. "Hobby?? Apalagi hobbymu?" tanya Taka.

"tidak ada yang spesifik, tapi selain bermain piano, aku sangat suka membaca, aku suka memancing...itu dapat menenangkanku saat aku sedang stress dan penat!" jawab Kiira.

"Whoaaa, aku juga suka memancing, kapan-kapan kita memancing sama-sama ya?" balas Taka.

"Ke-kenapa bukan Haruka saja yang kamu ajak?" tanya Kiira, "hahaha ia tidak suka memancing, ia tidak sabaran dan katanya memancing itu membosankan!" jawab Taka.

"Kamu pandai main piano, kenapa tidak sekolah musik dan jadi musisi saja?" tanya Taka.

"Ah tidak, aku ingin jadi dokter, bukan musisi" jawab Kiira. "Kenapa???" tanya Taka.

"Ibuku mengidap penyakit tumor, disaat kritis dan harus segera dioperasi, pihak rumah sakit saat itu seperti tidak peduli dengan kondisi ibuku. Saat itu, kebetulan ada pasien yang juga harus dioperasi tapi kondisinya tidak urgent seperti ibu, mungkin karena dia pasien dari kalangan orang mampu dan ibu dari kalangan orang yang tak mampu, makanya pihak rumah sakit lebih mendahulukan pasien yang mampu. Ibuku terlalu lama diabaikan pihak rumah sakit hingga akhirnya ia menghembuskan nafas terakhirnya. Kami yang dari keluarga kurang mampu, hanya bisa pasrah, mau menuntut pun pasti tidak akan dilayani. Hingga sejak saat itu, aku bertekad untuk menjadi dokter, aku akan layani dan berusaha menyembuhkan orang-orang yang sakit, yang kurang mampu. Tapi impian terbesarku, aku dapat membuka klinik atau bahkan rumah sakit khusus untuk orang yang kurang mampu" jelas Kiira dengan mata berbinar-binar.

STAY! [serendipity]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang