Udara dingin menyelundup masuk melewati celah-celah fentilasi, jarum pendek pada jam dinding kamarku masih tertunjuk pada angka lima, namun bisa kudengar bunyi gaduh yang berasal dari dapur diiringi aroma masakan yang menguar melewati indera penciuman. Aroma masakan yang nampak lezat itu sama sekali tidak bisa mengalahkan rasa malasku untuk bangun. Aku berusaha mengusir dingin dengan menarik selimut menutupi seluruh tubuhku dari ujung kepala hingga ujung kaki.
Tak berapa lama terdengar derit pintu diiringi derap langkah kaki menghampiri
"Arkan, bangun cu sudah siang"
Apa? Sudah siang? Hari masih pagi buta begini nenek ku kata sudah siang? Oh, aku lupa orang tua jaman dulu memang selalu bangun lebih awal dengan alasan 'takut rezekinya dipatok ayam' aku melupakan pepatah kolot itu.Dibukanya gorden dan jendela kamarku, membuat dingin diruangan ini semakin merajalela, lantas aku semakin meringkukan tubuh mencari kehangatan.
"Aduh nek, diluar masih gelap. Jam segini sekolah belum dibuka"
"Kamu pikir bangun pagi itu hanya untuk berangkat sekolah?" terdengar helaan napas panjang diiringi derit ranjang bergoyang karena didudukinya.
"Sholat sana! Do'akan ibumu. Betapa sedihnya dia karena tidak pernah mendapatkan kiriman do'a dari anak semata wayangnya ini" tangannya yang dingin menepuk-nepuk pipiku membuatku berdecak kesal."Iya nanti" kututup kembali kepalaku dengan selimut.
"Nanti? Kapan? Waktu subuh sudah mau habis. Jadi begini kelakuan kamu di Jakarta, gak pernah solat? Apa papamu tidak pernah menyuruhmu solat? Kapan terakhir kamu solat, ha? Begini nih kalau..."
"...iya Arkan bangun" aku langsung bangkit dari tidur sebelum nenek meneruskan omelan tak berkesudahannya.
Bisa kulihat senyum kemenangan dibibirnya kala nenek melihatku turun dari tempat tidur walau sambil bermalas-malasan._
Suara cempreng Vespa tuaku berhasil mengalihkan seluruh perhatian siswa-siswi yang masih berjalan di area gerbang. Tak sedikit dari mereka yang menutup hidung dan telinga karena tak tahan dengan kepulan asap dan suara bising yang berasal dari motorku. Tanpa sengaja aku membubarkan sekumpulan siswi yang tengah bergosip dan cekakak-cekikik gak jelas ditengah jalan.
"Woy, hati-hati dong!!" teriak salah satu dari mereka, namun teriakan yang beradu dengan deru motorku itu terdengar sayup-sayup di telinga dan hanya kuanggap sebagai angin lalu.Kuparkirkan motorku diparkiran, berdampingan tepat dengan motor sport hitam milik Bagas yang sedari tadi sudah teronggok disini. Aku tertawa geli melihat perbedaan kedua motor tersebut, bagaikan langit dan bumi yang jauh dari kata sama dan setara.
Selama berjalan disepanjang koridor, aku bernyanyi-nyanyi kecil dalam gumaman sambil memperhatikan orang-orang sekitar yang disibukan dengan aktifitasnya masing-masing. Mulai dari yang duduk-duduk santai diteras, yang membaca buku, yang pacaran, yang sibuk membuat contekan buat ulangan, yang sedang bertugas piket, dan terakhir pandanganku berlabuh pada seorang gadis yang tengah termenung seorang diri disebuah bangku panjang.
Hey, bukankah itu gadis kemarin? Ternyata dia bersekolah disini juga? Aku sungguh tidak menyangka. Rupanya Tuhan telah mengabulkan do'aku, tak sia-sia aku menuruti perintah nenek untuk berdo'a dan sembahyang subuh tadi.Kutepikan bokongku disampingnya segera.
"Hai, sendirian aja" sapaku berbasa-basi.Raut keheranan terpampang jelas diwajah cantiknya tatkala dia baru menyadari keberadaanku disampingnya. Segera dia bergeser menjauhiku. Oh, mungkin sikapku barusan benar-benar terlihat seperti orang aneh yang sok kenal, lantas ku tampakan raut serius diwajahku sembari menyodorkan tangan kearahnya.
"Kenalin, namaku Arkan. Nama lengkapnya Alfariel sandy Arkan dari kelas sebelas IPS satu dan masih berstatus sebagai siswa baru karena baru pindah tiga hari yang lalu"Dia tidak membalas tanganku, tidak juga menoleh
"Kanaya" balasnya singkat seraya tak henti-hentinya menatap langit yang memang terlihat cerah pada pagi hari ini.Kuturunkan tanganku yang sedari tadi terulur sia-sia.
"Kamu kelas berapa?"Tidak ada jawaban
Rupanya langit lebih banyak menyita perhatiannya ketimbang diriku yang sedari tadi berusaha mengajaknya berbincang.
"Ngelihatin apaan sih?" ku ikuti arah tatapannya ke langit
"Ada apaan sih dilangit?"Lagi. Tidak ada jawaban.
Oke, kini aku tahu. Perempuan disampingku ini bukanlah tipikal perempuan yang mudah didekati. Namun perlu kau tahu, sikapnya yang dingin dan kaku seperti itu tidak akan melumerkan perasaan sukaku padanya, dan bahkan sikapnya yang demikian membuat rasa penasanku semakin terundang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengejar Bidadari
Teen FictionKupikir kau adalah satu-satunya yang nyata diantara perempuan- perempuan yang mendiami dunia khayalku, namun ternyata kau juga salah satu bagian dari mereka. Baiklah, kubiarkan kau hidup bahagia bersama orang lain, tapi bukan berarti aku menyerah. A...