Mendengar apa yang ku katakan, Kanaya bergeming dan mengerjap kaget. Lantas kembali mengedarkan pandangan kejalanan mencoba menghindari kontak mata denganku.
"Kamu ini makin aneh tahu gak, kepalaku pening melihat kamu ada disini. Mending sekarang kamu pergi deh! Aku bisa berangkat sendiri Naik angkot"Dia mengusirku. Rupanya keberadaanku disini hanya akan memperburuk mood nya. Aku menelengkan kepala sesaat mengiyakan seruan Kanaya.
"Oke, kalau begitu sampai jumpa disekolah" kulambaikan tangan sebelum motorku melaju semakin menjauh._
Aku bersedekap tangan pada jendela kelas yang terbuka, menyapa setiap gadis yang berjalan dikoridor. Tak jarang mereka cekakak-cekikik, tersenyum atau pun tersipu malu tatkala aku menyapa mereka dengan Panggilan 'cantik' disertai siulan dan gombalan-gombalan receh yang keluar dari mulut brengsekku, Sepertinya aku telah membuat mereka gede rasa.
Apakah perempuan selalu seperti itu tiap kali ada laki-laki yang menggodanya? Namun segera kutepis pikiran itu ketika ada seorang kakak kelas cantik yang lewat sembari melemparkan lirikan sinis- tak suka dengan ulahku yang mungkin terlihat seperti orang aneh tak punya malu."Eh kak ini masih pagi loh, senyum dong biar tambah kelihatan cantik"
Dia tidak mengindahkan perkataanku dan masih setia menghunuskan tatapan tajam bak mata elangnya kearahku.
Aku menurunkan pandangan pada badge nama yang terjahit di seragamnya.
"Fina Ariyanti" ucapku membaca namanya sedikit mengeja.
Aku tersenyum dan mengulurkan tangan.
"Aku Arkan"Alih-alih membalas uluran tanganku, dia malah memutarkan bola matanya malas, dengan angkuh tangannya menyibakkan rambut panjangnya kebelakang, kemudian dia melenggang pergi dengan langkah penuh ketukan persis seperti model yang sedang catwalk.
Aku menunggu jemu Kanaya yang tak kunjung datang, mungkinkah dia akan datang terlambat? Jikalau itu benar, aku yakin dihatinya pasti ada rasa menyesal karena tidak menerima tawaranku.
Kurang dari dua menit, bel pun akhirnya berbunyi. Sepertinya Kanaya benar-benar akan kesiangan, namun aku masih setia menyedekapkan tanganku pada jendela menatap koridor yang kini sudah mulai sepi sebelum akhirnya perhatianku terenggut oleh suara derap langkah cepat dari arah barat.
"Pagi cantiik... Kok baru datang?"
Sapaanku barusan berhasil menghentikan langkahnya secara otomatis. Dia menatapku tajam sembari berkecak pinggang."Ini pasti gara-gara kamu" ucapnya ditengah-tengah napasnya yang ngos-ngosan.
"Aku?" kutunjuk diriku sendiri.
"Iya, pasti kamu nyumpahin aku datang terlambat karena aku nolak tawaran kamu tadi. Iya kan?"
Sontak tawaku pecah mendengar kata-katanya yang satu ini.
"Makanya lain kali kalau aku ajak jangan nolak"Kanaya menggerung kesal menunjukan jemari kedua tangannya yang nampak seperti ingin mencabik-cabik diriku.
"Iiih kamu ini bener-bener nyebelin!"
Tangannya yang seperti ingin mencakar dia ganti menjadi sebuah kepalan kesal, lantas kembali melenggang gusar penuh hentakan menuju kelasnya diikuti pandangan dan senyuman lebarku.Tak lama sepeninggal Kanaya, aku juga melihat Bagas yang baru saja datang dari arah yang sama. Berbeda dengan Kanaya yang nampak tegang dan ngos-ngosan, Bagas justru terlihat tenang dan berjalan santai, padahal aku belum pernah melihat Bagas datang kesekolah setelat ini. Tanganku menumpu dagu diatas kusen jendela menatapnya monoton.
"Tumben lo baru datang?"Dia menatapku, dagunya terangkat menantang.
"Emangnya kenapa kalo gue baru datang?"
Ekapresinya datar, dia memang selalu begitu. Selama aku bersekolah disini, kami tidak pernah berbicara banyak kecuali mengenai hal-hal berbau pendidikan.
Ada banyak hal yang ingin kutanyakan padanya mengenai Kanaya, namun mengingat perangainya yang dingin dan tidak pernah ingin tahu-menahu tentang kehidupan orang lain, membuat kemungkinan mendapatkan jawaban atas segala pertanyaanku sangatlah kecil. Juga aku ingin bertanya bagaimana cara meluluhkan hati seorang perempuan. Bagi Bagas meluluhkan hati perempuan bukanlah perkara sulit, buktinya saja saat ini banyak perempuan yang berusaha mengambil hatinya tanpa ia harus mengejarnya. Mungkin karena dia memiliki rupa menawan dan kekayaan yang menjadi daya tariknya dikalangan perempuan. Namun sulit dimengerti, dari sekian banyak perempuan yang mengejarnya tak ada satupun yang diliriknya. Menurutku dia terlalu sok jual mahal, dan perempuan-perempuan itu... Mereka terlalu bodoh, untuk apa mereka mengejar orang yang jelas-jelas tidak pernah mau melirik atau mengenalnya sama sekali. Bukankah itu hanya akan menyakiti diri sendiri?
Tapi jika dipikir-pikir, bukankah itu juga sama dengan apa yang terjadi padaku saat ini? Ah rasanya hidup ini terlalu rumit, kita tidak akan pernah bisa menyalahkan satu sama lain._
Empat jam pelajaran sudah berlalu dan selama itu juga pikiranku tak luput dari gadis yang benar-benar sudah meracuni pikiranku, aku sungguh tersiksa dengan itu.
Bagas menggeserkan kursi hendak pergi keluar kelas karena bel istirahat sudah berbunyi tiga menit yang lalu.
"Bagas, lo mau kemana?""Ke kantin"
"Tunggu, gue ikut"
Segera aku melangkah cepat mengejar Bagas yang sudah berjalan menuju ambang pintu.Dikantin, kami menempati meja paling pojok. Selama makan, tidak ada obrolan, candaan, atau bualan-bualan konyol yang sering dilakukan para cowok ketika berkumpul dengan teman-teman tongkrongannya.
Tak terbayang, sebelum ada aku betapa jenuhnya hidup Bagas karena tidak pernah bergaul dengan orang lain. Yaa walaupun sepertinya dia sendiri yang menghindar dari mereka.
Aku melirik sekumpulan anak kelas dua belas yang terkenal biang rusuh tengah asyik bernyanyi diiringi alunan gitar. Melihat mereka rasanya aku rindu dengan teman-temanku di Jakarta, Aldo, Beni Bayu, Edo, Chakra, Kenzie pokoknya semuanya deh. Seandainya mereka ada disini, mungkin hidupku tidak akan semonoton ini.Beralih dari mereka, kini tatapanku mengarah pada sekumpulan siswi yang tengah mengobrol dengan riangnya, tak peduli dengan apa yang mereka obrolkan karena tatapanku hanya terfokus pada satu orang diantara mereka: Kanaya.
Sikutku menyenggol-nyenggol lengan Bagas membuat Bagas berdecak kesal.
"Gas, lo lihat deh cewek yang disana"
Kupikir dia akan mengabaikan seruanku, namun ternyata dia juga ikut mengedarkan pandangan mencari perempuan yang kumaksud."Cewek mana?"
"Itu tuh yang rambutnya panjang dikepang" kutunjuk Kanaya dengan gerakan kepala hingga pada akhirnya Bagas pun juga bisa melihatnya.
"Ooh dia?"
"Cantik kan?"
Dia hanya mengangguk tanpa megalihkan pandangannya dari Kanaya.
Merasa diperhatikan, Kanaya memalingkan pandangan ke meja kami. Kulambaikan tangan kearahnya dan tersenyum. Tidak kusangka, dia juga membalasnya dengan sebuah senyuman manis, sangat manis walau terlihat malu-malu.
"Tuh kan, senyumnya aja manis banget"
Tidak ada jawaban dari Bagas."Iya kan Gas?"
Lagi. Tidak ada jawaban.Kualihkan pandanganku padanya. Rupanya Bagas juga tengah tersenyum pada Kanaya. Kupandamgi senyuman dan tatapan mereka yang bersirobok satu sama lain- secara bergantian. Sial! rupanya senyumannya yang tadi bukan ditujukan padaku melainkannpada Bagas.
Selama ini aku juga tidak pernah melihat Bagas memandang perempuan dengan cara pandang dan senyuman seperti itu, mungkinkah dia juga menyukai Kanaya? Jikalau itu benar, artinya aku punya saingan berat yang rasanya sangat mustahil untuk disingkirkan.Begitu keluar dari kantin, Kanaya berjalan menghampiri. Dia bukan menghampiriku, tapi menghampiri orang disebelahku. Kupandangi tatapan dan segala gerak-geriknya tanpa ada tatapan tajam yang biasa ia lemparkan kepadaku, sungguh sikapnya terhadap Bagas sangat berbanding terbalik dengan sikapnya ketika berhadapan denganku.
"Bagas makasih ya" ucapnya seraya memainkan jemarinya rikuh.Sementara, aku mengernyit kebingungan dengan Kanaya yang tiba-tiba bertetima kasih pada Bagas. Memangnya Bagas pernah berbuat apa?
"Untuk apa?"
"Kan tadi pagi kamu udah ngasih aku tumpangan berangkat sekolah. Seandainya kamu gak ada, gak tahu deh, mungkin hari ini aku gak bisa masuk sekolah karena terlambat"
Keparat! Jadi tadi pagi mereka berangkat bareng? Pantas saja tadi mereka datang beriringan. Apakah Kanaya sengaja membicarakan ini didepanku? Tak tahukah dia kalau saat ini hatiku benar-benar gerah.
Aku tak heran mengapa Kanaya lebih memilih tawaran Bagas ketimbang tawaran diriku saat mengajaknya berangkat bareng kesekolah. Ya karena motor kita beda lah.
![](https://img.wattpad.com/cover/121091407-288-k987096.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengejar Bidadari
Teen FictionKupikir kau adalah satu-satunya yang nyata diantara perempuan- perempuan yang mendiami dunia khayalku, namun ternyata kau juga salah satu bagian dari mereka. Baiklah, kubiarkan kau hidup bahagia bersama orang lain, tapi bukan berarti aku menyerah. A...