27. Believe me, I love you

192 8 0
                                    

Ojek yang kutumpangi berhenti di depan rumah Fina, satpam rumah yang memang sudah tahu siapa diriku membukakan gerbang.
"Non Fina nya kemana, a?"

"Fina ada urusan, jadi saya pulang duluan."

"Memangnya kalian teh gak sekolah?"

Aku menurunkan pandangan pada baju yang saat ini kupakai, aku lupa kalau aku mengenakan seragam sekolah.
"Sekolah diliburkan, gurunya pada rapat," ujarku berbohong.

Aku memang sengaja bolos agar aku dan Fina lebih punya banyak waktu untuk mencari si Arya, tapi waktuku justru dihabiskan berada di rumah Fina, tadi pagi waktu aku datang ke rumahnya dia belum bangun, terpaksa aku menunggunya cukup lama, tak tega jika harus membangunkannya. Rumahnya sepi, dia benar-benar sendirian tanpa seorang pun keluarga, hanya ditemani asisten rumah tangga, sopir, dan satpam di rumah besar ini. Aku kagum akan kekuatannya dalam menghadapi segala masalah yang ia dapatkan. Pernah kudengar ceritanya tentang teman, katanya dia tidak punya teman. Dulu memang sempat dia memiliki teman, tapi mereka hanya mau berteman denan uang yang dia punya, gak ada teman yang benar-benar tulus. "Gue gak percaya sama mereka, gue rasa semuanya emang bangsat, mereka itu serigala berbulu domba, berteman sama gue cuma karena mau duit," begitu katanya. Tapi sampai saat ini aku gak tahu alasan dia begitu mempercayaiku.

Keadaan Fina seperti ini membuatku berpikir, apakah perempuan-perempuan diluar sana bisa sekuat dirinya? Dia menanggung bebannya sendirian, tak ada orang tua, tak ada kakak atau adik, tak ada satu pun keluarga, dan tak ada seorang pun teman yang bisa membantunya atau sekedar memberinya kata-kata menenangkan dikala dia sedang jatuh.
"Gue gak sendirian," Itulah kata yang selalu ia lontarkan ketika aku membahas hal itu.
"Kan ada lo, sama Arya." Dan dia masih menyebutkan nama pacarnya yang brengsek itu. Oh aku lupa, Arya tidak brengsek, otaknya aja yang selek. Dan aku, aku tidak pernah merasa menjadi teman yang baik untuknya, aku hanyalah teman curhat, yang hanya bisa mendengarkan tanpa bisa berbuat. Dan ini adalah kali pertamaku membantunya yang belum tentu berhasil juga.

Aku memang tidak tahu persis hubungan mereka itu seperti apa, aku tidak pernah bisa membayangkan wajah baik Arya, karena yang ada di mata dan pikiranku selama ini Arya hanya manusia bengis tak berperasaan, berkali-kali Fina bercerita tentang kebaikannya pun membuatku kadang percaya, kadang tidak.

_

Lalu lalang orang-orang menjadi tontonanku saat ini, aku sedang berada di sebuah taman, namanya taman musik, entah apa yang membuatku berada disini, aku tidak tahu harus kemana, tidak mungkin aku pulang ke rumah, yang ada aku akan kena omel nenek.

Suara gitar yang dipetik seorang perempuan cantik mengundang perhatianku. Aku beranjak dari bangku untuk bergabung dengan para penonton yang mengelilinginya. Jemari lentiknya begitu piawai memetik senar-senar itu, suaranya juga bagus membuat siapapun yang ada di sini terhanyut suasana. Jika melihat dari penampilannya, sepertinya dia bukan pengamen, dia memakai dress selutut berwarna peach disertai bandana berwarna senada, sungguh cantik. Dia mengerlingkan matanya ke arahku, membuatku menaikan kedua alis sebelum akhirnya tersenyum.

Orang-orang bertepuk tangan ketika perempuan itu menyudahi pertunjukannya, seorang laki-laki melepas topi fedora yang bertengger di kepalanya, kemudian menyodorkannya kepada para penonton, mereka yang memang mengerti karena sudah merasa terhibur mengisinya dengan uang serelanya.

Perempuan itu menghampiriku.
"Kamu menikmati laguku?" Tanyanya ketika orang-orang sudah bubar dari tempat.

Lagi-lagi aku menaikan kedua alis sempat heran kenapa dia terus mengarahkan tatapan padaku. Aku mengangguk.
"Suara kamu merdu."

Dia hanya terkekeh, lantas mengulurkan tangannya.
"Kintan."

Owh.. dia mengajakku kenalan, dengan senang hati kubalas uluran tangannya.
"Arkan."

Mengejar BidadariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang