17. Quality time with Yuan

208 9 0
                                    

A/N: Di part ini cuma nyeritain kebersamaan Arkan dan Yuan aja, di skip aja juga boleh kok soalnya part ini gak ada hubungannya dengan Kanaya.

Matahari mulai merangkak turun, berkali-kali aku menguap sambil menopang dagu menunggu Yuan yang tak kunjung keluar dari kamarnya. Rencananya sore ini kami akan menonton pertandingan futsal yang sempat buming beberapa hari lalu, dimana yang akan bertanding adalah tim Rizky- si ketos dan timnya Arya- si kampret. Tentu saja aku tak ingin menyia-nyiakan pertandingan itu yang pasti sengit memanas.

Untuk kesekian kali aku mengcek jam di layar handphone, menunggu jemu. Alih-alih Yuan, yang datang menemaniku justru adalah keponakannya yang baru saja datang dari dapur membawa stoples biskuit coklat dengan berbagai bentuk kepala binatang.

Bocah empat tahun berkepala polontos itu duduk merangsek mendekatiku. Mengambil remote tv, lantas memindahkan chanel  tv yang menayangkan film kartun.
"Kakak pasti temennya om Yuan." Ucapnya sambil mengunyah biskuit didekapannya.

"Hm" jawabku apa adanya. Jujur aku tidak terlalu menyukai anak kecil. Anak kecil itu berisik, berantakan, bikin repot. Aku tidak suka dengan rengekannya, nakalnya, tangisannya, dan yang lebih parahnya lagi itu ingusnya. Tapi beruntung bocah disampingku ini tidak ingusan, justru wajahnya lucu mirip boboho.

"Mau biskuit?" Diacungkannya sepotong biskuit yang baru digigitnya didepan mukaku.

"Gak mau."

"Kenapa?"

"Gak mau aja."

"Padahal enak loh..."
Dia kembali memakan potongan biskuit itu dengan mata sedikit teler, bermaksud agar aku tergiur dengan cara makannya yang seperti itu.
Perangai anak ini sungguh tidak jauh beda dengan om nya, sebelas dua belas dengan Yuan.

"Emangnya kamu mau kalau kakak ambil biskuitnya, terus kakak abisin?"

"Jangan dong. Itu namanya kakak rakus."

Etdah bocah.

Aku mengambil ponsel dari dalam saku, melihat jam yang sudah menunjukan pukul 18.00.
Mataku kembali melirik kesamping, anak itu tidak lagi berinteraksi denganku. kini dia lebih memilih fokus menonton tv tanpa berhenti mengunyah biskuit cokelatnya yang tinggal beberapa. Sesekali kepalanya digoyang-goyangkan kanan kiri ketika mendengar musik pengiring dari film kartun yang ditontonnya.

"Dek, panggilin om Yuan nya dong... dikamar dia lagi ngapain sih? Lama banget."

Dia menoleh.
"Ooh gitu? Kakak mau aku panggilin om Yu?"

"Iya, tolong doong."
Nadaku kubuat mengiba dengan bibir mencebik.
Dia mengerucutkan bibir kesamping sambil menatap langit-langit dengan telunjuk diketuk-ketukan di sekitar pelipisnya seolah berpikir. Tak berapa lama akhirnya ia mengiyakan melalui gestur 'oke' dengan gerakan tangan mungilnya.

"Tapi kakak jangan berisik ya... suut"
Dia meletakan telunjuk di bibirnya

Dari tadi gue mah diem-diem aja kali... lo nya aja yang berisik.
Rutukku dalam hati.
Aku pun mengangguk. "Hm."

Kulipat tangan didada mengamati apa yang akan dilakukan bocah balita bermata sipit itu.
Kakinya melangkah berjinjit-jinjit menghampiri pintu kamar Yuan yang bertempelkan poster spiderman. Dia kembali menoleh kearahku sambil meletakan telunjuk di bibirnya- menyuruhku untuk tetap diam, (padahal sedari tadi aku tak mengeluarkan suara sedikit pun) matanya menjarah kesekeliling dengan pandangan awas. Sementara aku memutarkan bola mata malas melihat tingkahnya yang berlagak seperti seorang detektif.

"Zio ngapain disini?"
Belum-belum dia memegang knop pintu, tiba-tiba saja dia dikejutkan dengan sosok Yuan yang lebih dulu membuka pintu. Saking kagetnya, kontan saja bocah itu menangis meraung-raung sambil memukuli Yuan bertubi-tubi.

Mengejar BidadariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang