Part 7

23.1K 993 63
                                    

Deylora kembali bekerja seperti dahulu, tak ada lagi Danish yang membantunya.

Toko rotinya makin lama tak semakin berkembang dengan baik. Deylora mulai pasrah dengan semua kenyataan yang harus ia terima. Rasanya Deylora sudah tak sanggup jika harus membayar hutang ayahnya yang semakin lama semakin menumpuk.

"Bagaimana bisa aku membayar semua hutang ayah, jika toko ini semakin lama semakin sepi" ucap Deylora yang entah ia tunjukkan pada siapa.

"Nona?" Ucap Vannesa yang membuyarkan lamunan Deylora.

"Ada apa Van?" Tanya Deylora dengan cepat.

"Maaf nona, apa nona memikirkan sesuatu? Saya lihat daritadi nona hanya melamun. Seperti memikirkan sesuatu?" Ucap Vanessa dengan wajah yang penasaran.

Deylora dengan cepat menggelengkan kepalanya, membantah ucapanan Vannesa.

"Tidak Van, aku tak apa. Aku tak memiliki masalah, dugaanmu salah" jawab Deylora dengan tegas.

Vannesa tau jika bosnya itu sedang berbohong. Ia mengenal betul sifat bosnya seperti apa, tapi Vannesa tak pernah mengambil pusing semuanya.

Deylora bukan tipe orang yang suka menceritakan kepedihannya pada orang lain karna yang selalu ia pikirkan adalah jika ia menceritakan tentang kesusahannya pada orang lain, banyak dari mereka yang tak memberikan solusi. Mereka hanya memberikan rasa kasihannya pada dirinya sehingga Deylora hanya di anggap lemah oleh mereka.

Yang Deylora butuhkan saat ini hanyalah dukungan agar ia kembali bersemangat untuk menjalani hari-harinya semakin lebih bermakna.

"Yasudah nona, saya akan pamit pulang" ucap Vannesa mengakhiri obrolannya pada Deylora.

Deylora yang mendengar pamitan Vannesa seketika langsung melihat jam yang ada di hadapannya. Deylora langsung menganggukkan kepalanya memberikan balasan untuk ucapan Vannesa tadi.

Setelah Vannesa pergi meninggalkan toko rotinya, Deylora langsung segera membersihkan toko roti miliknya dan segera pulang.

Sesampainya di depan rumah, Deylora yang baru saja pulang dari bekerja langsung dibuat kaget dengan kehadiran madam Jeyner.

"Bagus jika kau pulang dengan cepat, Deylora" ucap ayah Deylora yang ditujukan langsung pada Deylora.

"Cepat serahkan uang jatuh tempomu padaku!" Seru Mam Jeyner dengan tegas.

Deylora kaget bukan main, ia tau maksud ucapan ayahnya tadi.

Tubuh Deylora bergetar dengan hebat. Ia takut jika sesuatu akan terjadi pada keluarganya.

"Deylora! Cepat serahkan uangnya!" Perintah Mark.

Deylora mencoba mencerna dengan baik ucapan ayahnya. Ia menelan ludahnya untuk membasahi tenggorokannya yang kering.

"Aku tak memiliki uang sebanyak itu ayah" dengan satu tarikan nafas Deylora berhasil mengeluarkan kata-kata tersebut dari mulutnya yang tertutup rapat seperti kain yang sudah di jahit dengan mesin jahit yang rapi.

Hanya itu yang Deylora bisa ucapkan. Memang ia tak dapat membayar hutang ayahnya pada madam Jeyner. Pernikahannya telah hancur harapannya untuk membayar hutang ayahnya dan hidup bahagia telah hancur. Toko roti milik ibunya pun sudah tak seramai dahulu.

"Lalu? Solusinya bagaimana?" Tanya madam Jeyner sambil melipat kedua tangannya.

"Kau tau? Jika rumah dan toko roti milik keluargamu itu tak akan bisa melunasi hutang-hutang si keparat ini!" Tambahnya yang di tujukan langsung pada Deylora.

Mark sudah tak tahan lagi. Ia sudah lelah jika harus bertengkar dengan madam Jeyner. Sejak tiga jam yang lalu wanita paruh baya itu menggedor-nggedor pintu rumahnya agar pemilik rumah segera membukakan pintu untuknya.

Mark sudah sangat bosan dengan caci makian dari madam Jeyner, Mark juga telah menegaskan pada wanita paruh baya itu agar bersabar menunggu anaknya datang untuk membayar hutang dirinya, tapi lagi-lagi wanita paruh baya itu berteriak-teriak meminta uangnya untuk segera di kembalikan.

"Sudah, bawa saja anak tak berguna ini untuk melunasi semua hutangku. Aku yakin harganya sangat mahal bahkan jika aku ingin aku bisa mendapatkan kembalian darimu. Pekerjakan dia sesuka hatimu! Kau bisa menjualnya pada pria-pria yang kehausan diluar sana dengan harga berkali-kali lipat!" jelas Mark pada madam Jeyner.

Deylora shock mendengar ucapan ayahnya barusan. Ia tak percaya jika ayahnya sendirilah yang akan menjualnya. Deylora kira ayahnya akan bertanggung jawab pada semua utangnya sendiri tapi kenyataannya tidak. Deylora harus menelan pahitnya ucapan ayah kandungnya sendiri.

"Apa maksudmu ayah? Kau menjualku padanya untuk melunasi semua hutangmu? Dosa apa yang aku tanggung ayah? Kau yang memiliki semua hutang itu. Kenapa harus aku yang menanggung semuanya? Aku menjaga tubuhku untuk suamiku kelak bukan untuk dirusak oleh pria-pria hidung belang diluar sana!" Bela Deylora yang sudah meneteskan airmatanya.

"Ada apa ini?" Tanya Lily, ibu Deylora yang tiba-tiba muncul dengan kursi rodanya.

"Sudah jangan banyak bicara! Bawa dia pergi, telingaku sudah ingin meledak dengan semua masalah ini" ucap Mark pada semua orang yang ada disitu.

"Baiklah. Semuanya ku anggap lunas" ucap mam Jeyner pada Mark.

"Kalian berdua bawa wanita itu" ucap madam Jeyner pada kedua bodyguard-nya.

Lily yang kaget dengan ucapan suaminya dan ucapan madam Jeyner membuatnya sadar jika putrinya lah yang menjadi imbas dari semua perbuatan bejad suaminya.

"Tidakk!!! Deylora!!! Jangan bawa putriku!!!" Teriak Lily.

Lily tak bisa menyelamatkan Deylora dengan keadaannya yang seperti ini. Ia tak bisa berbuat apapun selain berteriak mengharapkan putri satu-satunya itu kembali.

My Hero is a Man in a SuitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang