Bab XV

2.3K 244 32
                                    

Air mata gue ga bisa berhenti mengalir setiap menatap makam ka Niko. Makamnya memang terawat meski mami papi ga sering berkunjung. Gue meletakan bunga diatas makamnya dan duduk di pinggir.

"Maafin gue, ka. Gue rasa gue ga bisa nepatin janji gue. gue ga sanggup. Rasanya sangat berat" gue mengusap nisan ka Niko lalu menyandarkan kening gue.

"Gue bahkan ga pengen ketemu papi mami untuk sekarang ini. Gue ga mau mereka ikut menyerah kayak gue"

"Mereka sudah melakukan segalanya agar bisa membalas dendam lo" Mereka mempertaruhkan moral mereka. Melakukan tindakan yang mengerikan demi dekat dengan iblis!

Gue hanya terus menangis sampai mata gue perih dan berhenti sendirinya. Hanya duduk di sana berharap ka Niko mendengar curahan hati gue, penyesalan gue dan betapa ga bergunanya gue sebagai adik. Gue hanya mengecewakannya. Mengecewakan mami papi.

"Seandainya bukan lo yang pergi tetapi gue. lo lebih baik dari gue" Ia memang selalu yang terbaik dalam melakukan hal apapun. Ia menjadi kebanggan mami papi dibandingkan gue yang hanya bkin papi mami susah.

Tuhan ga adil. Harusnya gue yang pergi bukan kakak gue. bukan Niko. Seandainya itu terjadi hidup kami ga akan seperti ini. Hidup kami ga akan seberantakan ini. Papi mami juga ga akan dipenuhi dendam dan rasa bersalah.

Tetapi waktu ga akan diputar ulang kan? Apapun keinginan gue, itu ga akan pernah terjadi. Gue harus menghadapi semuanya meskipun terasa berat di pundak gue. Gue harus bisa membalaskan semuanya ga hanya pada Curt tetapi juga pada orang-orang bajingan itu!

Benar! Gue ga boleh menyerah. Gue ga boleh cengeng yang hanya terus menerus mengasihani diri gue. Gue, papi dan mami sudah melakukan sejauh ini. Bahkan sampai melakukan kejahatan. Berhenti sekarang hanya menyia-nyiakan yang sudah kami lakuin. Kami harus berhasil sesuai dengan rencana kami.

Gue berdiri dan mengusap batu nisan ka Niko. "Ka, gue akan kesini lagi. Dan saat itu, gue sudah berhasil membalaskan dendam lo. Gue akan bikin lo beristirahat dengan tenang"

Ini saatnya gue harus kembali. Pertama-tama, gue harus memberi pelajaran pada tua Bangka yang wajah dan tubuh gue terluka. Dengan bukti yang ada, gue akan terus menerus buat bajingan itu menjadi boneka gue selamanya. Lalu memberi pelajaran pada bajingan yang telah membuat gue, papi dan mami seperti sekarang.

Gue akan menjadi Lara yang baru. Bukan lara yang bodoh dan dikendalikan semua orang. Tetapi sebaliknya. Gue yang akan mengendalikan mereka semua tanpa terkecuali.

******

Aku menatap foro-foto Lara di tanganku. Wajahnya yang selalu ditutupi kaca mata hitam. Meskipun menggunakannya tidak dapat menyembunyikan luka lebam di wajahnya.

Bajingan mana yang melakukan itu padanya?! Itu sangat menjijikan dan rendah! Sebenci apapun, aku tidak akan melakukan hal seperti itu pada wanita, menyakiti fisik hingga luka parah.

Sial! Siapapun pelakunya ia memang brengsek! Aku memang tidak bisa berbuat apapun karena tidak ada bukti ataupun saksi siapa pelakunya. Seperti ada orang yang menutupinya. Aku hanya bisa curiga pada Dedi. Terakhir kami bertemu di restauran saat makan siang. Ia orang terakhir yang aku tahu bersama Lara.

Aku kembali menatap foto dilayar yang dikirim melalui email oleh mata-mata ku sewa. Foto-foto Lara tinggal di sana. Ia selalu pergi ketempat yang sama, kuburan Niko. Setiap kali aku melihatnya, menangis hingga tidur di samping kuburan Niko, rasanya aku ingin datang kesana dan memeluknya. Menenangkannya.

Agh! Sial! Ada apa denganku?! Apa aku sudah gila?! Terlalu larut dalam peran sebagai kakaknya? Hentikan! Harusnya aku menghentikan ini setelah tahu dimana ia berada. Aku terlalu jauh mengetahui keadaannya. Terlalu jauh mengetahui semua hal tentangnya.

SecretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang