Extra - Anna

201 12 4
                                    

Ini semua karena Lara! Aku memandang wajahku di cermin. Luka lebam akibat di hajar Billy sangat mengerikan.

"Anna." Panggil ka Aldo yang masuk ke dalam ruang ku di rawat.

"Kenapa kakak baru datang?" Selama aku di rumah sakit, kak Aldo ga pernah datang merawatku apalagi menjengukku walau hanya sebentar.

"Ada tugas yang ga bisa kakak tinggalkan."

"Apa lebih penting dari aku?" tanyaku yang hanya terdiam tanpa menjawab. Kecewa ternyata tugas itu lebih penting dibandingkan adiknya yang menderita di rumah sakit.

"Kata ibu, kakak masih seorang polisi."

"Ya." ucapnya sambil duduk lalu mengupas buah jeruk yang ada di meja untukku.

"Berarti kakak tahu kasus Billy?"

"Iya. Ia meninggal."

"Billy meninggal? Lalu ayahnya? Ga mungkin Alex tinggal diam"

"Alex juga sudah meninggal."

Alex juga meninggal?! "Gimana bisa?"

Kak Aldo menceritakan semuanya. bahkan yang membuatku terkejut Curt masih hidup. Ia dan Lara diculik oleh Alex dan hampir dibunuh jika ga ada Sonny menyelamatkan mereka. Sonny, teman kerja Curt yang ternyata anak buah Alex.

Semuanya sangat mengejutkanku. Mereka semua berhasil membalaskan dendam mereka. Hanya aku yang ga berhasil membalaskan dendamku!

"Gimana kondisi Curt?" Meski aku sudah ga memiliki perasaan dengannya, tetap aja aku ingin tahu keadaannya.

"Kakinya terluka. Lara yang terluka parah. Belum sadarkan diri sampai sekarang."

"Hahaha" aku senang mendengar Lara terluka parah. Ia mengambing hitamkanku hingga dihajar Billy. Ternyata ia yang terluka parah.

"Kenapa kamu malah senang?" Tanya ka Aldo ga suka aku senang mendengar kondisi Lara.

"Tentu aja aku senang. Kalau bukan karena Lara, aku ga akan terluka seperti ini! Aku dituduh mata-mata oleh Billy dan dihajar sampai seperti ini."

"Anna."

"Kenapa kakak selalu membela Lara? Kakak suka dengannya?"

"Ga, ia pacar Curt. Kamu kenapa benci Lara?"

"Gara-gara dia waktu SMA aku dibully dan dicap anak pembunuh! Apa aku ga boleh benci dengannya?" Mengingat bagaimana menderitanya aku waktu di SMA membuatku sangat benci Lara. Terutama saat pesta perpisahan. Aku tidak pernah merasa terhina seperti itu selama hidupku!

"Padahal ayah bukan pembunuh. Ya, kan ka?"

"Anna" Kak Aldo menghela nafas. "Ini salah kakak dan ibu ga pernah cerita dengan kamu"

"Ayah memang membunuh orang tua Curt"

Ayah pembunuh? "Ga mungkin. Kakak bohong!" Aku ga bisa percaya! Ga akan pernah percaya! Itu semua bohong! Ayah ga mungkin pembunuh!

"Kakak juga berharap itu bohong saat kakak tau. Tapi kenyataannya memang seperti itu"

Ayah benar-benar seorang pembunuh? "Kenapa Ayah ngelakuinnya?"

"Ayah terpaksa melakukannya karena Alex mengancam akan membunuh kita"

Gue menangis. Ternyata gue memang benar-benar anak pembunuh. Walaupun ayah dipaksa melakukannya tetapi tetap ayah salah satu pelakunya.

"Kenapa kakak ga cerita dari awal?" Aku malu. Benar-benar malu bisa dengan bangganya di hadapan Curt. Pasti sekarang Curt sudah tahu kalau ayah salah satu pelaku pembunuh orang tuanya. Selamanya aku ga akan berani berdiri di hadapan Curt.

*****

"Anna." Panggil pria yang mengejutkanku. Menghentikan langkahku yang berjalan di taman rumah sakit.

"Fabian?" aku menatap pria yang sudah tumbuh menjadi dewasa dengan jas putih yang ia kenakan.

"Kamu, Luka di wajahmu?" Tanya Fabian menatap wajahku yang langsung ku tutup dengan tangan.

"Ini bukan apa-apa." Aku berjalan melewati Fabian.

"Tunggu, Anna" Panggil Fabian mengejarku.

"Mau apa?" Aku berbalik menatap Fabian dengan kesal. Tidak lagi menutup lebam di wajahku.

"Aku mau minta maaf" Ucap Fabian merasa bersalah di wajahnya. "Waktu Prom Night harusnya aku ga meninggalkan kamu sendirian. Harusnya aku membawa kamu terus sama-sama aku."

"Itu sudah lama. Aku ga ingat."

"Tapi tetap aja aku minta maaf."

"Fabian." Panggil suara wanita yang sangat aku kenal bahkan dalam mimpiku berjalan mendekati kami. "Kamu Anna kan?"

"Kalian masih berhubungan?" tanyanya dengan nada menyelidik.

"Tidak." Ucapku ingin pergi dari dua orang yang paling ga ingin aku temui.

"Anna, tunggu." Fabian memegang tanganku yang ku balas dengan tatapan tajam. "Maaf." Ia melepaskan pegangan tanganku.

"Sebaiknya kamu ga usah dekat denganku. Aku ga mau pacarmu menggangguku lagi."

"Clara bukan pacarku."

"Fabian. Sebentar lagi kan kita mau tunangan"

"Tidak. Aku tidak akan pernah mau bertunangan dengan kamu!" Balas Fabian cukup membuatku senang. Terutama melihat wajah muram dan kesal dari Clara. Jadi selama ini ia masih mengejar Fabian?

"Sebaiknya kamu tidak usah datangi aku. Kalau kamu datang memang karena sakit lebih baik kamu datangi doktermu bukan aku.

"Aku kan kangen kamu." Ucapnya dengan suara manja yang membuatku jijik.

"Pak Fabian." Panggil perawat dengan langkah cepat mendekati kami. "Sebentar lagi jadwal operasi mau dimulai"

Fabian menatapku ragu lalu menatap Clara. "Kamu jangan datang menemuiku lagi."

"Anna, nanti lagi kita bicara." Fabian berjalan cepat bersama perawat meninggalkan aku dan Clara di koridor.

"Lo ngincar Fabian lagi?" Tanyanya dengan nada ketus seakan aku menggoda Fabian.

Aku kembali jalan menuju kamarku. Aku ga mau bicara dengannya.

"Mau kemana lo?" Ia menarik bahuku. Menghentikan langkahku.

"Apa lo lupa dengan peringatan terakhir pas Prom Night?"

Prom Night? "Apa maksud kamu?"

"Ga usah pura-pura ga tau. Fabian tuh punya gue. Cuma gue yang bisa jadi pasangannya. Bukan lo!"

"Apa Prom Night itu kamu dalangnya?"

"Iya, terus lo mau apa, hah?"

"Lo anak pembunuh ga pantas dekat dengan Fabian! Apa perlu gue kasih tahu semua orang lagi kalau lo anak pembunuh! Apa perlu gue suruh orang siram lo pakai cat lagi, hah?!"

Jadi dia dalangnya? Aku tertawa. Ternyata aku salah sangka. Bukan Lara yang menyebarkan kalau ayah pembunuh di sekolah tetapi Clara. Bukan Lara juga yang menyuruh orang-orang mempermalukanku dengan mendorogku ke kolam renang lalu menyiram gue dengan cat warna merah. Meneriaki dan menertawakanku!

"Clara, Harusnya kamu yang sadar diri setelah sekian tahun kamu masih belum mendapatkan Fabian"

"Siapa bilang?! Orang tua kami dekat! Mama Fabian hanya mau aku menikah dengannya." ucap Clara bangga.

"Semoga berhasil." Ucapku sambil pergi meninggalkan Clara yang memakiku di belakang.

Clara. Aku akan merebut pria yang kamu sukai. Lihat saja. Seorang anak pembunuh yang kamu hina dan benci ini akan mendapatkan orang yang sangat ingin kamu miliki. 

*******

SecretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang