"Kak Gibran, bangun kak." Ara menepuk-nepuk bahu Gibran, membangunkannya untuk sholat subuh. Tapi hingga lima belas menit kemudian, Gibran masih belum mau membuka mata. Bisa-bisa waktu subuh habis.
"Akh." Ara cukup terkejut saat mendengar jeritan Gibran. Apa ia mencubitnya terlalu keras?
"Maaf." Cicit Ara melihat Gibran yang kini sudah duduk dengan tangan yang mengusap pinggangnya yang tadi ia cubit. Gibran menatap kesal Ara sebelum beranjak menuju kamar mandi.
Astaga. Apa yang sudah aku lakukan?
Ara keluar dari kamar dan menuju dapur. Ia membuka pintu kulkas, berharap menemukan sesuatu yang bisa ia masak untuk sarapan. Namun, didalam sana hanya ada berbagai macam minuman. Entah yang bersoda sampai yang beralkohol.
Gibran bahkan mengkonsumsi alkohol?
"Tidak ada apa-apa didalam sana." Ara menoleh begitu menutup pintu kulkas.
Gibran berjalan kearah ruang tamu dengan tangan yang menenteng sepatu. Ia mengenakan celana training dan baju kaos putih polos.
"Aku keluar jogging sebentar sekalian mencari sarapan. Siang nanti kita belanja kebutuhan rumah."
"Iya." Jawab Ara. Sejujurnya ia masih merasa tidak enak karena cubitan tadi. Lagian, siapa suruh Gibran begitu sulit untuk dibangunkan.
"Aku pergi." Pamit Gibran sesaat sebelum keluar rumah.
Ara menghela nafas kasar dan terduduk dikursi makan.
Ini hari pertama mereka tinggal bersama dan rasanya benar-benar tidak bisa dijelaskan.
Ara merindukan rumah dan aktivitasnya yang sebelum menikah. Bukan hanya duduk diam seperti ini. Rasanya benar-benar sepi dan membuatnya ingin menangis.
Sebelum airmatanya benar-benar menetes, Ara memutuskan keluar dari rumah. Menyiram halaman rumah beserta tanaman yang ada disana.
Tepat saat Ara mematikan keran air, ia melihat Gibran membuka gerbang. Ia menenteng kantung plastik yang mungkin berisi makanan untuk mereka sarapan.
"Ayo masuk, sarapan." Ara mengekori Gibran masuk kedalam rumah. Ia menaruh sarapan yang Gibran beli di meja makan dan menyiapkan piring.
Ara membuka bungkusan yang ternyata nasi kuning, manaruhnya dipiring dan memberikannya pada Gibran. Mereka menikmati sarapan dalam diam.
"Aku mandi dulu, nanti siangan baru kita pergi belanja." Gibran berdiri begitu menyelesaikan sarapannya.
"Dan ya, kamu nggak perlu bersih-bersih rumah. Karena nanti jam 08.00 Bik Jah akan datang kemari untuk melakukannya." Jadi, Gibran memiliki asisten rumah tangga? Ini rumah yang tidak terlalu besar. Jika sudah ada yang membersihkan rumah, lalu apa yang bisa Ara lakukan?
"Tunggu." Ujar Ara.
Gibran menghentikan langkahnya dan berbalik mantap Ara dengan sebelah alis yang terangkat.
"Itu-- bisakah aku saja yang melakukannya. Maksudku bersih-bersih rumah."
"Yakin kamu bisa melakukannya?" Nada suara Gibran membuat Ara tersinggung.
"Kenapa tidak. Aku melakukan semua hal itu setiap hari dirumahku." Apa Gibran lupa, jika dia menikahi wanita yang seperti apa?
Jelas bukan wanita yang menjaga agar kulit tangan mereka tidak kasar. Bukan wanita yang menjaga agar kukunya tidak patah.
"Baiklah. Aku akan minta Bik Jah biar nggak perlu kesini lagi."
"Terimakasih." Gibran tidak membalas dan kembali melanjutkan langkahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hari Setelah Akad [ SELESAI ]
Storie d'amoreKetika Gibran dan Ara berusaha menjalani aktivitas rumah tangga pada umumnya walau tanpa di dasari cinta, alasan yang seharusnya sebagian besar pasangan miliki untuk menikah. Sejak awal Gibran dan Ara berusaha menjadi suami dan istri yang baik. Namu...