Ara dan Gibran bersiap-siap untuk salah satu rangkaian pernikahan masyarakat Lombok, yaitu nyongkolan. Dimana saat keluarga pengantin laki-laki mengunjungi rumah keluarga pengantin perempuan dengan pakaian adat lambung untuk pengiring wanita dan dodot untuk pengiring laki-laki. Serta diiringi musik tradisional gendang beleq.
Adapun tetabuhan gendang beleq dimaksudkan agar iring-iringan menarik perhatian masyarakat sehingga tujuan nyongkolan tercapai, yakni memperkenalkan pasangan pengantin kepada masyarkat sekitar.
Keluarga dari pihak pengantin perempuan pun akan mengenakan pakaian adat lambung dan dodot serta diiringi gendang beleq untuk menyambut keluraga dari pihak pengantin laki-laki di rumah pengantin perempuan.
Nanti, beberapa meter dari rumah pengantin perempuan. Semua keluarga dari pengantin laki-laki turun dari kendaraan mereka masing-masing dan berjalan kaki dengan pelan-pelan menuju rumah pengantin perempuan. Ditengah perjalanan, mereka akan disambut oleh keluarga pengantin perempuan dan berjalan bersama menuju rumah pengantin perempuan.
Sebenarnya, Gibran meminta agar akad nikah, resepsi, dan nyongkolan diselesaikan dalam satu hari. Namun beberapa dari keluarganya serta keluarga Ara tidak setuju. Mereka mengatakan jika itu akan sangat melelahkan.
Dan benar saja, acara resepsinya kemarin saja baru selesai setelah ashar. Bagaimana mereka akan melanjutkannya dengan nyongkolan.
Rasanya sepanjang jalan Ara ingin menunduk, saking banyaknya warga yang menonton. Ia tidak pernah suka menjadi pusat perhatian. Tapi, menunduk pun akan terlihat aneh.
Dan yang bisa Ara lakukan hanya memandang lurus jalan yang ia lewati dengan senyuman yang lagi-lagi terkesan dipiksakan.
○○○
Ara masuk kedalam kamar setelah membersihkan wajahnya dari tumpukan make up bekas nyongkolan tadi.
"Kita langsung pergi sekarang?" Tanya Ara saat melihat Gibran sibuk memasukkan baju-bajunya kedalam beberapa koper.
Gibran menghentikan aktivitasnya dan berbalik memandang Ara.
"Kenapa? Masih mau tinggal disini?" Ara langsung menggeleng cepat.
"Ya udah, kamu cepat kemas barang-barang kamu. Biar kita nggak kemalaman sampai Mataram nya." Ara mengangguk dan mengikuti perintah Gibran.
Sebelum menikah, Gibran memang memberitahu jika mereka akan tinggal di Mataram, bukan di Selong. Karena Gibran memang bekerja di Rumah Sakit Provinsi yang berada di Lombok Barat sana.
Awalnya Ara merasa sedih, karena harus meninggalkan kota kelahiran serta orang-orang terdekatnya. Tapi, mengingat statusnya yang sudah sah sebagai istri Gibran. Ara mencoba menghalau rasa sedihnya.
Lagipula, dari Selong ke Mataram atau sebaliknya hanya membutuhkan waktu sekitar 1-2 jam. Tidak jauh bukan?
"Bu, aku pamit ya." Gibran memeluk Ibunya kemudian mencium punggung tangan wanita yang masih terlihat cantik diusianya yang tidak lagi muda itu.
Ara juga melakukan hal yang sama walau merasa canggung. Ibu Aji dan Ibu Gibran itu sangat berbeda jauh. Dan Ara memaklumi, karena mungkin ia bukan kriteria menantu yang beliau idamkan.
"Kak, boleh mampir ke pemakaman sebentar sebelum berangkat ke Mataram?" Pinta Ara sesaat sebelum Gibran menjalankan mobilnya.
"Iya." Jawab Gibran singkat.
Ara tahu ia berdosa karena masih merindukan sosok laki-laki lain saat ia sudah memiliki suami. Namun, mau bagaimana lagi? Ara masih belum bisa mengontrol hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hari Setelah Akad [ SELESAI ]
RomansaKetika Gibran dan Ara berusaha menjalani aktivitas rumah tangga pada umumnya walau tanpa di dasari cinta, alasan yang seharusnya sebagian besar pasangan miliki untuk menikah. Sejak awal Gibran dan Ara berusaha menjadi suami dan istri yang baik. Namu...