V

4.6K 363 12
                                    

"Sarapannya udah siap kan?" Suara Gibran membuat Ara tersentak dari aktifitasnya yang baru saja selesai memasak dan mengangguk.

Ara mengambil piring, mengisinya dengan nasi lalu memberikannya pada Gibran yang baru saja menduduki kursi diruang makan. Masalah lauk, Gibrab bisa ambil sendiri.

"Kamu nggak makan?" Tanyanya yang melihat Ara hanya duduk diam.

"Nanti."

"Jangan biasakan diri telat sarapan Ra. Nanti bisa jadi penyakit." Ara tidak tahu jika Gibran bisa seperhatian ini. Terlepas dari profesinya yang seorang Dokter.

"Iya." Balas Ara seadanya. Tidak ingin memperpanjang obrolan diruang makan pagi ini.

Gibran beranjak dari duduknya begitu menyelesaikan sarapan dan Ara mengikuti langkahnya sampai teras depan. Sebelah alis Gibran terangkat saat Ara mengulurkan tangan, kemudian ikut mengulurkan tangannya untuk dicium Ara.

"Hati-hati." Gibran mengangguk dan berjalan menjauh. Baru beberapa langkah, ia membalik tubuh dan kembali berjalan kearah Ara.

Tubuh Ara membeku saat secepat kilat Gibran mengecup keningknya.

"Aku pergi." Ucapnya kemudian, yang hanya dibalas Ara dengan anggukan kaku.

Benar-benar terlihat seperti pasangan suami istri pada umunya bukan?

Tapi tidak dengan hati mereka yang jelas-jelas terasa hampa. Tanpa debaran atau rasa bahagia membuncah yang Ara yakini pasti selalu dirasakan oleh sepasang orang yang saling mencintai.

○○○

Ara terduduk dilantai dengan punggung bersandar di dinding ruangtamu. Rasanya cukup melelahkan membersihkan seluruh rumah.

Ia melirik jam, pukul 10.30. Ara memiliki cukup waktu untuk memasak sebelum jam makan siang.

Tapi tunggu, apa kak Gibran akan pulang untuk makan siang?

Jika Rumah Sakit tempatnya bertugas tidak jauh dari rumah, jelas Gibran lebih baik pulang daripada makan diluar. Tapi bagaimana jika ternyata jauh?

Kenapa Ara sampai tidak kepikiran tentang hal itu tadi.

Ara ingin menghubungin Gibran dan menanyakan langsung. Tapi, apa Ara tidak akan mengganggu? Siapa tahu Gibran sedang sibuk.

Merasa terlalu lama berpikir bisa mengurangi waktunya untuk memasak. Ara memutuskan untuk memasak sekarang, terlepas pulang atau tidaknya Gibran.

Lagipula jika Ara tidak memasak, apa yang mau ia makan?

Toh, masakannya nanti bisa dihangatkan untuk makan malam. Gibran tidak mungkin sampai menginap dikantornya kan? Setidaknya tidak saat ia masih menjadi pengantin baru, atasannya pasti mengerti.

Ah, entahlah.

Selesai memasak, Ara membersihkan tubuh lalu sholat. Jam menunjukkan pukul 13.05 saat Ara memutuskan menunggu Gibran hingga pukul 14.00. Jika Gibran tidak pulang, maka ia akan makan sendiri.

Ara tidur-tiduran disofa ruang tamu tanpa berniat menyalakan televisi sebagai hiburan. Ia lebih memilih untuk membuka tutup beberapa aplikasi di ponselnya. Memeriksa beberapa pesan whatsapp dari beberapa teman juga sepupu yang belum sempat ia balas.

"Rara." Mendengar suara Gibran, Ara buru-buru bangun.

"Kak Gibran? Aku pikir nggak pulang." Sambut Ara begitu Gibran memasuki ruang tamu.

"Biasanya sih memang nggak. Tapi mumpung udah ada yang masak, ya aku pulang."

Dengan sikap Gibran yang menghargai Ara seperti ini, harusnya akan mudah untuk Ara menerima Gibran dihatinya. Menggantikan nama Aji.

Hari Setelah Akad [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang