IX

4.1K 348 15
                                    

"Dokter. Ambulans yang membawa korban kecelakaan beruntun di jalan raya sudah tiba." Beritahu salah satu perawat yang membuat Gibran langsung berjalan cepat menuju ruang UGD.

Ia memeriksa beberapa korban yang terlihat terluka parah. Memberi pertolongan pertama pada salah seorang korban yang terlihat mengalami gangguan pernafasan.

Selesai dengan korban yang satunya, Gibran berjalan menghampiri korban lainnya.

"Siapkan ruang operasi untuk pasien ini." Perintahnya pada salah seorang perawat.

"Iya Dok."

Gibran memejamkan matanya dengan tubuh yang bersandar pada kursi yang ada diruang kerjanya begitu usai melakukan operasi pada salah satu korban kecelakaan.

Hari yang cukup melelahkan.

Suara pintu yang terbuka kemudian ditutup kembali membuat Gibran membuka matanya.

"Riris?" Ujar Gibran terlihat sedikit terkejut. Ia memperbaiki duduknya, menatap wanita yang kini duduk di kursi depan meja kerjanya.

"Apa kabar?" Tanya wanita yang terlihat seumuran Gibran itu.

"Baik. Kamu kapan balik?"

"Baru beberapa hari yang lalu." Jawab Riris dengan senyum manis.

Entah kenapa, Gibran merasa kurang nyaman jika Riris berada didekatnya.

"Maaf."

Sebelah alis Gibran terangkat mendengar kata maaf dari wanita itu.

"Maaf karena tindakan bodohku beberapa bulan lalu. Aku benar-benar menyesal." Lanjut Riris. Gibran mengangguk dengan senyum yang terkesan ia paksakan.

"Sudahlah. Lupakan saja."

Riris adalah teman dekat sekaligus cinta pertama Gibran. Mereka saling mengenal sejak sekolah dasar. Dulu, Gibran sempat menyatakan perasaannya pada Riris saat masih sama-sama kuliah kedokteran, namun wanita itu menolak dengan alasan sudah memiliki kekasih.

Sejak saat itu hubungan mereka mulai merenggang. Riris mulai menjauh darinya. Walau Gibran mengatakan tidak apa-apa dengan penolakan Riris dan mereka bisa melanjutkan pertemanan.

Lalu saat Gibran mulai melupakan wanita itu dan menjalin hubungan dengan wanita lain. Riris datang untuk menawarkan diri sebagai kekasih Gibran yang tentu langsung di tolak oleh laki-laki itu. Walau rasa pada Riris masih tersisa. Gibran hanya ingin menghargai hubungannya dengan kekasihnya saat itu.

Namun Riris seringkali menjadi alasan pertengkaran Gibran dengan kekasih-kekasihnya. Karena mereka kembali mulai dekat, walau hanya sebagai teman.

Puncaknya, beberapa hari setelah mengetahui Gibran telah melamar Ara. Riris bertindak nekat dengan ingin menyerahkan dirinya seutuhnya pada Gibran dengan alasan baru menyadari perasaannya pada laki-laki itu. Gibran menolak dan meninggalkannya di hotel.

Keesokan harinya Gibran mendengar jika Riris mengambil cuti kerja. Dan ia baru tahu jika wanita itu kembali bekerja mulai hari ini.

"Bagaimana dengan pernikahanmu?" Tanya Riris membuka pembicaraan.

"Berjalan lancar, hingga sekarang aku dan Ara baik-baik saja walau tanpa pacaran." Jelas Gibran agar wanita dihadapannya bisa mengerti jika ia bukan lagi Gibran yang bisa ia ganggu.

"Syukurlah. Apa istrimu sudah hamil?"

Pertanyaan itu menyentak Gibran. Kenapa akhir-akhir ini beberapa orang menyinggung tentang istrinya yang hamil atau tidak. Mereka baru 6 bulan menikah. Beberapa pasangan bahkan menunda kehamilan hingga 2-3 tahun lamanya.

"Mungkin, segera. Kami masih ingin menikmati masa pacaran dulu." Jawab Gibran sekenanya dengan senyum yang diartikan Riris sebagi senyum bahagia.

Dan entah kenapa Gibran merasa harus membuat pernikahannya dengan Ara terlihat baik-baik saja dimata Riris.

"Kau terlihat sangat menyayangi istrimu." Ucap Riris dengan senyum dipaksakan.

"Hal yang wajar bukan, seorang suami menyayangi atau bahkan mencintai istrinya." Kekeh Gibran. Ia melirik arloji dipergelangan tangan kirinya.

"Masih ada yang ingin kamu bicarakan? Aku ingin keluar untuk sholat ashar." Ujar Gibran. Selain karena memang sudah waktunya sholat, ia juga tidak ingin terlalu lama berada diruangan yang sama dengan Riris.

"Sholat?" Guman Riris terlihat tidak percaya.

Gibran menganggukan kepalanya.

"Oh. Nggak ada yang mau aku bicarakan lagi. Aku juga akan keluar." Ucap wanita itu begitu tersadar maksud Gibran.

○○○


"Ara, kok nggak siap-siap?" Tanya Gibran saat melihat Ara tengah berkutat didapur.

"Siap-siap gimana? Memangnya kita mau kemana?" Tanya Ara balik, terlihat bingung. Gibran tidak mengatakan jika mereka akan bepergian atau semacannya tadi malam.

"Ikut aku jogging Ra." Beritahu Gibran.

"Lagi?" Tanya Ara.

"Iya Ara. Ayo."

Entah ada apa dengan laki-laki yang berstatus sebagai suaminya itu. Sejak tiga hari lalu mengajak Ara untuk lari pagi. Jika tidak di pagi hari, maka Gibran akan mengajak Ara lari di sore hari. Jika kebetulan ia pulang dari rumah sakit lebih awal.

"Tapi aku mau masak buat sarapan."

"Nanti kita beli kayak yang kemarin-kemarin Ra. Sekarang kamu siap-siap. Cepetan, keburu siang." Gibran menarik Ara dari dapur kemudian menuntun istrinya itu masuk kamar untuk mengganti pakaiannya.

Ara tidak mengerti maksud Gibran dengan rutin mengajaknya jogging akhir-akhir ini. Apa ini sebagai salah satu cara untuk ia mendekatkan diri pada Ara?

Mereka berlari mengelilingi alun-alun kota Mataram yang terletak tidak jauh dari kompleks rumah mereka. Beberapa kali Ara terlihat duduk untuk beristirahat. Namun baru beberapa detik, Gibran menariknya dan memintanya kembali untuk berlari.

"Udah kak Gibran. Aku lelah." Keluh Ara dengan nafas tidak beraturan.

"Ayolah Ra. Ini baru 2 kali putaran. Masa udah nyerah. Aku saja yang lebih tua umurnya masih kuat kok."

Ara mendengus, bagaimana bisa Gibran menyamakan dirinya dengan Ara. Gibran jogging hampir setiap hari. Sedangkan Ara, ia lupa kapan terakhir ia berlari-lari seperti sekarang.

"Lagian, kenapa tiba-tiba kak Gibran rajin banget ngajak aku olahraga kayak gini sih."

"Ya kan biar sehat Ra. Biar awat muda juga. Contohnya aku, umur udah 31 tahun tapi masih keliahatan kayak anak SMA." Gurau Gibran.

"Astaga. Kak Gibran narsis banget ih." Gibran tertawa melihat raut wajah tidak terima Ara. Ia mencubit keras pipinya kemudian berlari. Yang langsung dikejar Ara. Berniat membalas perbuatan Gibran.

Beberapa orang yang melihat mungkin berpikir jika mereka sepasang suami istri pada umumnya, yang saling mencintai dan menyayangi.

Tanpa tahu, jika kedua anak manusia itu tengah berusaha keras membangun kemistri. Agar pernikahan mereka yang awalnya tidak didasari dengan cinta bisa bertahan. Agar komitmen yang diam-diam mulai mereka bentuk bisa kokoh dan tidak ambruk jika sewaktu-waktu badai datang menerjang.

Ada yang bisa nebak kira-kira kenapa Gibran rajin banget ngajak Ara jogging?????

Yang jelas bukan karena ingin PDKT, biar sehat apalagi biar awet muda yaaa
Itu sih akal2annya si Gibran aja.

Kalo ada yang tebakannya benar, langsung aku up part selanjutnya sekarang 👌

.

Rabu, 17 Juli 2019.

Hari Setelah Akad [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang