VI

4.3K 341 13
                                    

Rutinitas Ara beberapa minggu terakhir ini ia rasa benar-benar membosankan. Jam menunjukkan pukul 15.00 dan Ara tidak tahu harus melakukan apa. Ingin membersihkan halaman rumah, tapi belum waktunya. Karena ia biasa melakukannya setelah sholat ashar.

Bosan membolak-balikan tubuhnya diatas ranjang dengan mata yang tidak bisa terpejam, Ara memutuskan untuk bangun dan keluar dari kamar.

Langkahnya ke ruang tamu terhenti saat melihat Gibran yang kini berjalan kearahnya, tepatnya kearah kamar mereka.

Apa Gibran pulang untuk mengambil sesuatu? Karena jika ia pulang untuk makan siang rasanya tidak mungkin. Ini sudah lewat jam makan siang, terlebih tadi Gibran mengirimi Ara pesan jika ia tidak akan pulang untuk makan siang hari ini.

Maka dari itu Ara tidak memasak. Ia juga sedang tidak nafsu makan, efek datang bulan.

"Kak Gibran? Udah pulang?" Tanya Ara saat Gibran sudah berdiri dihadapannya. Laki-laki itu hanya mengangguk.

Tumben.

"Aku ganti baju dulu." Kali ini giliran Ara yang mengangguk.

Tidak berapa lama kemudian Gibran keluar dari kamar. Ara melihatnya berjalan ke dapur. Gibran membuka kulkas, kemudian mengambil minum dan langsung meneguk dari botolnya.

"Kak Gibran udah makan siang? Mau aku masakin?" Tanya Ara saat Gibran duduk disofa yang berada di depannya

"Aku udah makan, kamu nggak perlu masak hari ini."

"Makan malamnya?"

"Kita makan diluar, sekalian nonton. Mumpung malam minggu." Ini pertama kalinya Gibran mengajak Ara keluar setelah hampir dua bulan menikah.

Jujur, sejauh ini tidak ada sifat ataupun sikap Gibran yang membuat Ara risih apalagi sampai terluka. Ia baik, seperti kata Aji.

Gibran sangat menghargai Ara sebagai istrinya. Memperlakukan Ara layaknya istri pada umumnya, kecuali pada urusan ranjang. Karena hubungan terintim yang pernah mereka lakukan hanya sampai pada tahap Gibran yang mencium kening Ara setiap ia akan pergi bekerja.

Ara tidak tahu harus menunjukkan rasa syukurnya dengan apa karena hal itu.

Tapi ada satu yang sangat Ara sayangkan dari Gibran. Dia tidak pernah mau mengerjakan sholat jika tidak diingatkan atau ditegur. Ara bahkan sampai mengirimi Gibran pesan di hampir setiap waktu sholat saat ia tidak sedang berada dirumah.

Suatu saat, Ara sangat berharap Gibran akan melaksanakan sholat atas keinginannya tanpa peringatan atau teguran darinya.

Dan pada saat itu tiba, Ara harap Gibran mau menjadi imam dalam sholatnya. Karena sekali pun, mereka tidak pernah sholat berjamaah.

Padahal dulu, bisa saja Ara melakukannya dengan Aji jika itu diperbolehkan.

Astagfirulloh'hal'azim.

"Mau kemana?" Tanya Gibran saat melihat Ara beranjak dari sofa.

"Mau sholat, terus nyapu halaman." Gibran hanya mengangguk-anggukan kepalanya dan kembali fokus pada layar ponsel yang sedari tadi ia pegang.

○○○

"Kak Gibran mau ngapain?" Ujar Ara saat melihat Gibran menyambungkan selang pada keran kemudian menyalakannya.

"Mau nyiram."

"Biar aku aja."

"Udah, kamu lanjutin aja nyapunya. Jarang-jarang juga aku bisa bantu." Kata Gibran yang mulai menyiram sebagian halaman yang sudah Ara sapu.

Hari Setelah Akad [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang