XI

4.2K 339 9
                                    

Usai sholat subuh berjama'ah, Gibran mulai mengisi keperluan untuk mendaki ke dalam ransel khusus mendaki, sedangkan Ara sibuk didapur untuk membuat sarapan.

Rencananya setelah sarapan mereka akan berangkat menuju Selong. Menginap semalam di kota kelahiran mereka sekaligus tempat tinggal orangtua mereka.

Gibran memutuskan berangkat dari Selong ke Sembalun, jalur pertama yang akan mereka lewati untuk mendaki gunung Rinjani. Karena jalan Selong-Sembalun membutuhkan lebih sedikit waktu dibandingkan Mataram-Sembalun. Mengingat Selong dan Sembalun berada di kabupaten yang sama, yaitu Lombok Timur.

"Kak Gibran, sarapan dulu. Kemas-kemasnya nanti dilanjutin lagi." Ujar Ara dari dapur.

"Iya, ini tinggal sedikit lagi beres. Nanggung." Balas Gibran.

Ara memutuskan membantu Gibran. Setelah selesai, mereka sarapan bersama kemudian siap-siap untuk berangkat.

Ara baru selesai memasang hijabnya saat Gibran keluar dari kamar mandi hanya dengan menggunakan handuk yang melilit pinggangnya.

Melihat itu, Ara segera membalik tubuhnya dan berjalan cepat untuk keluar kamar. Membuat Gibran menahan tawa dengan tingkah laku istrinya itu.

"Sudah nggak ada yang ketinggalan kan Ra?" Tanya Gibran saat mengunci pintu rumah dan bersiap masuk ke dalam mobil.

"Nggak tahu, kan Gibran yang kemas-kemas." Jawab Ara terlihat bingung.

"Maksud aku baju atau kebutuhan kamu yang lain, karena kalau kebutuhan mendaki sudah aku masukin semua." Terang Gibran.

"Oh. Sudah kak."

Mereka kemudian masuk ke dalam mobil. Perjalanan dari Mataram ke Selong hanya membutuhkan waktu hampir dua jam karena lalu lintas yang cukup macet, mengingat ini akhir pekan. Bahkan beberapa kali mereka mendapati orang yang tengah nyongkolan, membuat kemacetan semakin parah.

"Kita kerumah Mama dulu baru nanti sore mampir kerumah Ibu ya Ra." Beritahu Gibran saat pada akhirnya mereka sudah memasuki kawasan kabupaten Lombok Timur.

"Iya. Tapi nanti malam, aku boleh menginap dirumah Ibu?" Izin Ara.

"Kamu mau menginap disana?"

Ara mengangguk.

"Ya sudah, nanti kita menginap disana."

"Eh. Kak Gibran juga?" Ujar Ara terlihat kaget.

"Kenapa? Nggak boleh ya?" Mata Gibran memicing menatap istrinya.

Buru-buru Ara menggeleng.

"Kenapa nggak boleh. Boleh kok." Ucap Ara terbata.

Dan Ara mulai memikirkan kenyaman Gibran saat nanti akan menginap dirumah orangtuanya. Rumah orangtua Ara terbilang sangat kecil dibanding rumah orangtua Gibran. Mungkin hanya setara dengan halaman belakang yang ada dirumah orangtua laki-laki itu.

"Assalamu'alaikum." Salam Gibran dan Ara begitu samapi di rumah Mama.

"Wa'laikumussalam." Jawab Mama yang terlihat tengah menikmati waktunya dengan menonton acara televisi. "Loh, kalian kok nggak bilang-bilang mau kesini." Ujarnya dengan tangan yang dicium Gibran dan Ara bergantian.

"Iya Ma. Kesini cuma mampir sebentar saja. Nanti sore mau kerumahnya Ibu mertua aku, menginap disana. Terus besoknya berangkat ke Sembalun. Aku sama Ara mau pergi mendaki." Terang Gibran setelah duduk di sofa ruang keluarga bersama Ara dan Mama.

"Ya ampun Bran, ngapain pake mendaki-mendaki segala sih. Kamu nggak lihat berita? Lagi maraknya kasus orang hilang bahkan sampai meninggal saat mendaki gunung." Gerutu Mama yang membuat Gibran memutar bola matanya. Sedangkan Ara terlihat was-was, bagaiamana jika mereka batal pergi mendaki karena larangan Mama?

"Ma, kalau nonton berita itu di ambil positifnya saja. Kalau kepikiran negatifnya terus, keluar rumah pun Mama nggak bakalan berani karena maraknya kasus perampokan." Beritahu Gibran yang membuat Mama mendengus.

"Kamu kalau mau mendaki ngapain ngajak-ngajak istri sih. Gimana kalau Ara lagi hamil tapi malah kamu ajak mendaki, bahaya Bran. Kamu sudah periksa Ra?" Tanya Mama menatap tajam Ara.

Lagi, topik hamil yang membuat Ara sensitif.

"Belum Ma." Jawab Ara terlihat merasa bersalah. Bagaimana bisa hamil jika melakukan prosesnya saja mereka tidak pernah.

"Tuh kan. Daripada sok-sokan pergi mendaki. Mending kamu fokus untuk proses kehamilannya Ara dulu Bran."

"Pulang mendaki akan Gibran proses untuk kehamilan Ara. Serius Ma." Ucapan Gibran cukup bisa membungkam Mama. Sedangkan Ara menatapnya dengan ekspresi yang tidak terbaca.

Tidak ada yang tahu bagaimana kerasnya detak jantung Ara mendengar ucapan Gibran.

"Ya sudah, kalian makan siang dulu sana." Perintah Mama sebelum kembali fokus pada layar datar yang ada di depannya.

"Nanti setelah sholat dzuhur saja Ma, itu sudah adzan. Aku ke masjid dulu."

"Aku juga permisi ke kamar Ma." Pamit Ara yang hanya dibalas anggukan mertuanya.

Mama menatap bergantian punggung putra juga menantunya. Disisi lain, ia merasa bersyukur Ara bisa mengubah Gibran menjadi pribadi yang lebih taat menjalankan kewajibannya.

Namun disisi lain, ia merasa cemburu. Karena ia tidak lagi menjadi prioritas utama Gibran. Ada wanita lain yang kini menjadi tanggungjawabnya.

○○○

Sore harinya, Gibran dan Ara berangkat ke rumah Ibu yang hanya membutuhkan waktu 15 menit perjalanan. Entah kenapa, Gibran merasa Ara berbeda dari biasanya. Menjadi pendiam dan lebih banyak melamaun.

Ara tersentak saat tiba-tiba Gibran menempelkan punggung tangannya pada kening Ara. Dan bernafas lega saat merasakan suhu tubuh gadis itu normal.

"Kamu lagi nggak enak badan Ra?" Tanya Gibran memastikan.

"Nggak, aku baik-baik saja kak."

"Beneran? Kalau memang sedang nggak enak badan bilang Ra. Supaya mendakinya kita tunda. Aku nggak mau kamu kenapa-kenapa saat diperjalanan mendaki nanti."

"Serius kak, aku sehat-sehat saja kok. Kalau kak Gibran nggak percaya, periksa saja." Balas Ara meyakinkan Gibran.

"Terus kenapa kamu jadi pendiam gitu? Melamun terus dari tadi."

"Bukannya aku orangnya memang pendiam ya kak." Canda Ara, berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Tapi yang ini jadi lebih pendiam lagi Ra."

"Perasaan kak Gibran saja. Kita sudah sampai, ayo turun."

Ara lebih dulu turun dari mobil, selain karena mereka sudah sampai di rumah orangtuanya. Ia juga tidak ingin Gibran mengintrogasinya lebih lanjut. Kenapa Gibran sangat peka sekali pada perubahan mood Ara.

Cewek mah suka gitu 😏
Cowoknya nggak peka salah 😩
Terlalu peka pun, salah 😞

Yang merasa cwek unjuk gigi 😆

.

Kamis, 25 Juli 2019.

Hari Setelah Akad [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang