XX

4.9K 371 25
                                    

Entah udh berapa minggu aku nggak pernah update cerita ini, sampe lupa 😁

Terimakasih untuk kalian yg masih menunggu 🥰

*
*
*

"Kalian sudah datang? Ayo masuk." Ujar Mama menyambut kedatangan mereka.

"Mama apa kabar?" Ujar Riris begitu sampai didepan Mama, mencium punggung tangan wanita itu lalu memberikannya sebuah pelukan. Sedang Ara hanya diam memperhatikan keakraban mereka dan berpikir, kapan dia bisa sedekat itu dengan mertuanya?

"Ayo masuk." Ajak Gibran merangkul bahu Ara. Meninggalkan Mama dan Riris yang masih terlihat saling melepas rindu.

"Kak Gibran sama kak Ara baru datang? Ayo sini makan." Sapa adik bungsu Gibran, Ali. Saat mereka melintasi ruang makan menuju kamar pribadi Gibran dulu sebelum ia menikah, dan sampai sekarang tidak ada yang menampati.

"Lanjut Ga, kami tadi sudah makan sebelum berangkat kesini." Balas Gibran, sedang Ara hanya tersenyum tipis pada Ali sebelum mereka kembali melanjutkan langkah.

Usai menaruh tas bawaan mereka dan mengganti pakaian dengan yang lebih santai, Gibran dan Ara kembali keluar kamar untuk membantu beberapa orang menyiapkan acara syukuran yang akan di adakan sore nanti.

Saat dirasa semua persiapan sudah hampir selesai dan bisa dikerjakan oleh beberapa orang yang ada disana, Gibran mengajak Ara untuk mengunjungi rumah orang tua istrinya itu. Mengingat saat acara selesai nanti mereka akan langsung kembali pulang ke Mataram.

"Tapi pekerjaan disini belum selesai kak." Kata Ara, merasa tidak enak jika harus pergi saat beberapa orang masih terlihat sibuk.

"Nggak apa-apa Ra, ini nanti bisa diberesin sama orang-orang di sini. Ayo."

"Tapi---"

"Gibran, tolong antar Mama ke Supermarket sebentar. Ada beberapa barang yang lupa dibeli sama bik Rum tadi." Ujar Mama yang tiba-tiba sudah berdiri di belakang mereka.

"Mama bisa minta tolong di antar Ali? Aku mau ke rumah mertuaku Ma, mau mampir sebentar mumpung disini."

Raut wajah Mama langsung berubah, terlihat tidak suka. "Kamu tahu kalau Ali baru belajar pakai mobil, belum punya SIM juga dia. Mama tunggu kamu di luar, cepatan." Kata Mama ketus dan berlalu pergi.

Ara menahan tangan Gibran saat suaminya itu hendak mengejar Mama untuk diberikan pengertian. Ada banyak orang di rumah ini, Supir pun tetap stand by, tapi kenapa Mama malah bersikeras untuk di antar oleh Gibran.

"Kakak antar Mama saja dulu. Kita pergi kerumah Ibu nanti saja kalau memang ada waktu."

"Nggak bisa Ra, kalau perginya nanti-nanti takutnya nggak jadi. Kamu juga pasti udah kangen sama Ibu dan Bapak."

"Kalau memang nggak jadi ya nggak apa-apa. Sekarang Mama lagi butuh kak Gibran."

"Ada banyak orang yang bisa mengantarnya, nggak harus aku."

"Tapi kak, tetap saja. Mama tetap harus menjadi prioritasnya kak Gibran. Ingat tausiyah yang kita dengar beberapa hari lalu di Masjid? Walaupun aku sudah jadi istrinya kak Gibran, kedudukan aku masih dibawah kedudukannya Mama. Kak Gibran harus lebih mengutamakan kepentingan Mama. Aku nggak mau jadi orang yang buat kak Gibran nggak berbakti sama orang tuanya kak Gibran. Lagi pula, mungkin Mama juga mau menghabiskan waktu berdua dengan kak Gibran. Bukankah semenjak menikah, kak Gibran jadi jarang ketemu sama Mama? Rasa kengennya Mama ke kak Gibran lebih penting daripada kangennya aku ke orang tua aku."

Mendengar ucapan panjang lebar Ara, Gibran terdiam dan mengembuskan nafas pelan. Lalu membawa Ara dalam pelukannya. Rasanya lebih mudah untuknya menunjukkan rasa cinta atau sayangnya dengan sebuah tindakan dibandingkan ungkapan kata.

Hari Setelah Akad [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang