1

53.7K 5K 607
                                    

(VOTE sebelum membaca, tq)


















Gue memasuki rumah dengan tangan penuh dengan buku-buku tebal.

Terdengar suara orang bercengkrama dari arah ruang tengah. Mereka seperti sedang bersenang-senang. Gue tahu siapa saja orang-orang yang sedang bercengkrama itu.

Apa gue iri? Jawabannya, iya. Gue sangat iri.

"Oh? Rina udah pulang kuliah ya? Sini duduk." Kata seorang perempuan paruh baya yang baru-baru ini gue panggil dengan sebutan 'ibu'.

Ibu menepuk-nepuk ke atas sofa disebelahnya yang tidak ditempati siapapun agar gue ikut duduk bersamanya. Tapi sayangnya, gue sama sekali tidak tertarik untuk duduk disebelah perempuan tua itu.

"Banyak tugas yang harus Rina kerjakan," ujar gue.

"Rina, kalau ngomong sama ibu senyum dong. Kamu ini gak ada manis-manisnya." Tegur ayah gue.

Gue mengendikkan bahu gue. Mata gue teralihkan ketika melihat sebuah tas limited edition yang ada dipangkuan seorang cewek yang seumuran dengan gue.

Itu adalah tas yang menjadi incaran gue selama ini dan harganya sangat mahal. Gue bisa saja membelinya dengan uang tabungan gue, tapi uang tabungan gue bisa langsung habis karena membeli tas itu. Gue bahkan pernah meminta ayah gue membelikannya dan ayah gue bilang beliau akan membelikannya kalau ada waktu.

Tapi kenapa sekarang tas itu ada dipangkuan cewek itu? Gue tau benar kalau cewek itu tidak punya banyak uang untuk membeli barang mahal seperti itu.

"Tas itu..."

"Oh tas ini? Papah beliin aku kemarin. Katanya penyemangat aku buat ujian remedial minggu depan." Kata cewek itu dengan mata berbinar.

Gue menatap ayah gue dengan tidak percaya. "Ayah, bukannya Rina udah pernah-"

"Tadinya emang mau ayah kasih ke kamu. Tapi tadi ayah liat Cindy belajar dengan serius dan ayah kasih aja ke dia sebagai penyemangat. Nanti akan ayah belikan lagi buat kamu kalau ayah ada waktu." Jelas ayah gue membuat hati gue mencelos.

Gue bukan tipe cewek yang hobi berbelanja. Makanya gue berani minta tas dengan harga selangit itu. Gue mintanya sudah dari empat bulan lalu tapi ayah gue sibuk.

Sekarang dengan mudahnya ayah memberikan tas itu ke Cindy dengan alasan yang terdengar sangat konyol. Kenapa? Kenapa ayah harus mementingkan Cindy hanya karena dia belajar dengan serius?

"Tapi Rina juga belajar dengan serius yah," ujar gue.

"Kamu kan pinter, Rin. Kamu aja gak pernah remedial dan selalu diperingkat teratas." Kata ayah gue.

"Rina, ajarin aku dong buat remedial besok." Pinta cewek itu yang bernama Cindy.

"Belajar aja sendiri. Kan lu udah dikasih penyemangat dari ayah. Siapa suruh jadi cewek bego." Kata gue dengan ketus.

"Rina!" Bentak ayah gue dengan keras. "Jangan gitu kamu sama saudara sendiri!"

Gue mendengus kesal. "Dia cuma saudara tiri!"

Tanpa memperdulikan ayah gue, gue langsung beranjak dari ruang tengah ke lantai dua.

Gue masuk ke dalam kamar gue dan membanting pintu dengan kasar. Gue melemparkan semua buku yang gue pegang keatas lantai. Membiarkan buku-buku itu berserakan.

Kaki gue menendang salah satu buku karena rasa kesal yang memuncak. Lalu gue melemparkan tas gue ke sembarang arah dan menghempaskan tubuh gue keatas tempat tidur.

Hush, BangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang