21

28.7K 2.9K 443
                                    

(VOTE sebelum membaca ya gengsku, tq)







Ps : belum diedit ulang



























Gue terduduk dihadapan pusara ibu kandung gue. Gue menyatukan tangan gue dan berdoa untuk ibu kandung gue sendiri. Perlahan air mata gue mengalir mengingat apa yang gue alami setelah ibu kandung gue pergi meninggalkan gue.

"Mami.." ucap gue. Mami adalah panggilan untuk ibu kandung gue sewaktu beliau masih ada.

"Maaf kalau Rina berubah jadi anak nakal sekarang. Mami, Rina kangen sama mami. Rina ingin meluk mami dan cerita banyak hal sama mami. Seperti yang kita lakuin dulu." Gue mengeluarkan keluhan gue.

Banyak yang ingin gue ceritakan pada ibu kandung gue. Soal hidup gue yang berubah seratus delapan puluh derajat. Kenyataan yang pahit, ayah menikah lagi, bertemu Cindy, juga bertemu om daniel.

Kejadian itu berlangsung dengan cepat dan beruntun. Seolah tidak membiarkan gue untuk menghadapinya dengan perlahan. Seperti kecelakaan yang terjadi secara beruntun.

"Hari ini, ayah mukul kepala Rina. Luar biasa bukan?" Gue bermonolog. Lebih tepatnya seperti sedang mengeluh ke ibu kandung gue. Namun gue tidak mendapat respon apapun.

Dinginnya udara sore ini tidak membuat gue kedinginan. Mungkin karena gue yang mengabaikan dinginnya udara yang menusuk kulit gue. Ditambah dengan langit yang berubah menjadi kelabu, menandakan sebentar lagi akan hujan. Sungguh dramatis.

Kehidupan gue, apa yang terjadi pada, seolah seperti sebuah drama. Dengan banyaknya kejadian yang tidak pernah gue duga sebelumnya. Gue tidak pernah berpikir jika ayah memiliki simpanan lain saat ibu kandung gue masih hidup. Bahkan hingga memiliki anak dengan simpanannya itu.

Manusia tidak pernah puas. Gue tau itu. Ayah gue salah satunya. Gue pun demikian.

Mata gue membulat ketika sesuatu membalut punggung gue. Gue sontak menoleh ke belakang dan sosok yang sangat tidak asing berdiri dibelakang gue. Menatap gue dengan sendu.

Entah kenapa, melihat wajahnya, mata gue menjadi berair.

Om daniel menarik gue ke dalam pelukannya sementara gue menangis. Tidak ada pembicaraan yang terlontar dari om daniel. Tangannya yang satu mengelus punggung gue dan yang satu lagi mengusap kepala gue. Seolah sedang menenangkan gue.

Pelukannya memang selalu membuat gue. Membuat tangis gue perlahan mereda dan om daniel membisikkan kalimat yang menenangkan buat gue.

"Jangan nangis. Saya ada disini."

Tangis gue mereda setelah om daniel membisikkan kata-kata itu secara berkali-kali. Gue menjauhkan tubuh gue dari om daniel dan menatap kemeja putihnya yang basah karena perbuatan gue.

Saat gue masih menatap kemeja om daniel, tangan om daniel menangkup wajah gue lalu mengusap sisa-sisa air mata yang ada diwajah gue dengan tangannya. Tangannya yang satu berhenti tepat pada pipi gue yang terkena tamparan sebelumnya. Om daniel mengamati sejenak pipi gue sebelum memandang gue.

"Kamu akan diam terus setelah ayah kamu berbuat kasar?" Tanya om daniel.

Gue diam sambil menunduk. Bingung kenapa om daniel tau soal ayah gue yang berlaku kasar. Namun om daniel mengangkat wajah gue agar menatap kearahnya.

"Saya tau apa yang terjadi, Rina. Kamu gak perlu diam atau berbohong. Saya.." Om daniel menjeda sejenak perkataannya seolah sedang memikirkan kalimat apa yang harus diujarkan olehnya. "Saya tau kalau dia memukul kepala kamu."

Hush, BangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang