7

23.4K 3.6K 897
                                    

(VOTE sebelum membaca untuk menghargai yang mikir, tq)



















"Namanya Lucien."

Om daniel menggendong seorang anak kecil yang sedang menjilati es krim vanilla ditangannya mungilnya itu. Bahkan es krim itu sedikit meleleh dan menyentuh tangannya.

"Lucien? Kenapa terdengar kayak nama vampir? Apa om sangat suka dengan novel berbau vampir dan fantasi? Apa om kehabisan ide buat kasih nama anak yang bagusan dikit?" Sindir gue.

Om daniel mendengus. "Bukan saya yang kasih nama. Tapi Jennifer yang memberikan nama itu."

Gue hanya mengangguk. Tapi anak cowok yang digendongnya itu benar-benar tampan dan menggemaskan. Ada kemiripan diwajahnya dengan om daniel. Hidung dan bentuk bibirnya. Hanya matanya yang sedikit berbeda. Mungkin matanya mirip dengan sang ibu.

Hari ini om daniel mengajak gue untuk menjemput putranya itu karena si ibu mau pergi. Entahlah mau pergi kemana, gue tidak tau dan tidak mau tau. Yang jelas, awalnya gue menolak dan om daniel memaksa gue.

"Who is she, daddy?" Tanya anak kecil yang bernama Lucien itu pada om daniel. Tangan mungilnya yang tidak memegang cone es krim meremas kerah jas hitam milik om daniel.

"She? Your soon to be second mommy." Jawab om daniel dan gue hampir berteriak kalau saja dia tidak menggendong seorang anak kecil yang berusia lima tahun.

"Really?" Lucien terlihat antusias dan om daniel mengangguk.

Gue yang melihatnya hanya menganga dan tidak tau harus berkomentar apa.

Gila aja gue jadi ibu dari seorang anak yang masih berumur lima tahun itu. Gue masih dua puluh tahun dan masih terlalu muda untuk menjadi seorang ibu. Bahkan gue tidak berpikir untuk menikah muda.

Kalau gue berteriak, pasti gue akan menakutinya. Tidak mungkin gue kasar pada anak kecil. Hanya pada orang yang gue benci saja gue bersikap kasar. Anak-anak tidak bersalah.

"Om udah gila ya?" Tanya gue dengan pelan namun terselip kekesalan.

"Can I call you 'mommy'? Daddy said you'd be my second mommy." Lucien kini memandang gue dengan wajah polos tanpa dosa itu.

Gue memejamkan mata sejenak untuk mengontrol emosi gue karena om daniel malah mengabaikan gue. Lihat saja nanti. Gue akan mengamuk nantinya dan akan menghabisi om daniel.

Selanjutnya gue tersenyum manis ke Lucien sambil mengangguk. "Yeah. That's okay. I guess. Come here."

Om daniel membiarkan gue untuk menggendongnya. Lucien melempar es krimnya dengan sembarangan sebelum melingkarkan tangan mungilnya ke leher gue. Gue sama sekali tidak memperdulikan tangannya yang kotor.

Walau om daniel terlihat bersalah dan langsung membersihkan tangan Lucien dengan tisu basah.

"Ayo. Kita mau jalan-jalan sekarang." Kata om daniel yang berjalan menuju kearah mobil yang terparkir.

Om daniel membukakan pintu mobil untuk gue dan melindungi kepala gue dengan tangannya agar kepala gue tidak terbentur. Kalau dia melakukan hal kecil ini pada perempuan lain, sudah pasti perempuan itu akan tersipu malu.

Namun lain halnya dengan gue. Gue hanya menganggap hal ini salah satu trik untuk mencuri hati perempuan. Mungkin om daniel terbiasa melakukannya dan tidak sadar yang masuk ke mobilnya itu gue bukan perempuan lain. Gue ini anak dari kakak iparnya. Bukan sembarang perempuan.

Sebelum menutup pintu, om daniel mengambil Lucien dari gue dan membawanya ke kursi belakang. Ada tempat duduk untuk kecil. Karena keselamatan pastinya yang nomor satu.

Hush, BangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang