(VOTE sebelum membaca gaes, cuz I dont take a shit)
Hari sabtu.
Dimana gue memilih untuk menyelinap ke rumah yang pernah gue tempati. Menurut pembantu yang bekerja di rumah, ayah dan dua penyihir sedang berlibur ke pantai. Cih. Ayah tidak pernah mengajak gue dan ibu kandung gue berlibur. Selalu ada alasan saat gue mengajaknya untuk berlibur dan sekarang gue tau alasan itu.
Disaat pasangan lain sedang bermanja-manja karena sehabis dilamar disisi lain gue sedang menginvasi rumah yang pernah gue tinggali sebelumnya. Sementara Daniel sedang menghadiri rapat penting dan mengurusi kepindahan sekretarisnya yang akan menjadi sekretaris gue nantinya.
Cincin pemberian Daniel, terpasang dijari manis gue. Sebagai pengingat jika seseorang sangat memperdulikan dan mencintai gue. Cincin yang nantinya akan gue bangga-banggakan kepada dua jalang gue, Somi dan Irene. Gue sudah lumayan lama tidak bertemu mereka dan hanya menghubungi dengan aplikasi chatting.
Kembali pada keadaan gue saat ini, gue sedang berada diruang tengah rumah yang pernah gue tempati. Tidak ada yang berubah kecuali dinding yang dipenuhi oleh foto keluarga. Tanpa gue dalam bingkai tersebut. Gue bahkan menyadari foto gue tidak ada. Hilang entah kenapa. Membuat gue sadar jika ayah gue benar-benar membuang gue. Tidak menginginkan gue.
Lalu kenapa ia tidak membunuh gue? Ah, tentu saja karena masalah perusahaan kakek.
Pria tua yang gue panggil ayah itu semakin lama membuat gue mual. Ia manusia yang sangat licik dan kejam. Tidak gue sangka pria itu adalah ayah gue. Lebih baik gue hidup tanpa ayah dibanding memiliki ayah seburuknya. Jika ada penghargaan tentang parenting, maka ayah gue akan mendapat penghargaan ayah terburuk sepanjang tahunnya.
Jika ayah mengatakan jika penikahannya dengan ibu kandung gue hanya perjodohan semata dan mencintai wanita lain, mengapa ia tidak menolak ibu kandung gue dan berlari pada wanita penyihir itu? Apa yang sebenarnya terjadi dan kenapa gue baru memikirkan hal itu?
Gue memilih untuk menggeledah kamar ayah gue terlebih dahulu. Banyak yang berubah dari kamar ayah gue yang dulunya milik ibu kandung gue. Dekorasinya terutama. Dulu kamar ini didominasi warna putih sekarang berwarna coklat. Serta sebuah tempat tidur bayi benar-benar terlihat mencolok karena warnanya yang berwarna merah muda. Gue asumsikan mereka akan memiliki anak perempuan.
Walk-in-closet milik ayah gue menjadi tempat utama yang akan gue geledah. Entah apa isinya yang jelas gue akan mengobrak-abrikkannya.
Namun gue tidak menemukan sesuatu yang janggal. Membuat gue menghela nafas dan mengusap-usap perut gue. Seakan menenangkan bayi gue didalam sana.
Pasti ada sesuatu. Pikir gue.
Gue tidak akan menyerah sebelum menemukan sesuatu. Karena gue tau. Jika gue menanyakannya pada ayah gue sendiri, ia pasti tidak akan memberitahu apapun. Percuma saja gue bertanya. Cara satu-satunya adalah mencari tau sendiri bagaimanapun caranya.
Ini bukan seperti mencari jarum ditumpukan jerami. Melainkan mencari sehelai rambut ditumpukan jerami.
Mencari kotak pandora yang tersembunyi dan melihat isinya. Melihat kejahatan apalagi yang ayah gue sembunyikan. Tentu saja ayah memiliki kejahatan. Secara teknis, ia mengkhianati ibu kandung gue sejak gue belum lahir. Terbukti dengan gue dan Cindy yang berjarak beberapa bulan.
Begitu menggelikan mengetahui ayah menghamili dua perempuan sekaligus. Pria tua itu sangat menjijikan dan tamak. Benar kata pepatah jika manusia tidak akan pernah merasa puas.
Gue memutuskan untuk duduk sejenak didalam closet. Memikirkan dimana gue mencari sesuatu yang janggal.
Lalu gue menemukan sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hush, Bang
Fanfiction(sudah terbit) •Kang Daniel Fanfiction• He had fifty shades on himself and I get to know one by one slowly *beberapa chapter telah dihapus untuk kepentingan penerbit *hush bang masih bisa diorder, silahkan hubungi penerbit 9 September 2017 - 10 Agus...