4

23.6K 3.7K 496
                                    

(VOTE sebelum membaca ya gaes, tq)


















"Liburan nanti, dua minggu. Kira-kira kalian mau kemana?" Tanya Irene.

"Mungkin gue akan ke Roma bareng cowok gue," jawab Somi.

Irene dan Somi, keduanya adalah sahabat gue dari kecil. Intinya kami selalu bersama hingga sekarang ini. Kata orang persahabatan antar perempuan itu tidak akan bertahan lama. Tapi buktinya, kami masih bersama hingga sekarang.

"Lu kemana, Rin?" Tanya Irene ke gue.

Gue mengendikkan bahu gue sambil memakan salad buah yang bawa dari rumah dan tentunya gue juga yang membuatnya.

Soal liburan yang Irene tanyakan, gue memang belum memikirkannya. Ada tempat yang gue datangi tapi gue ragu apakah gue bisa pergi atau tidak.

"Apa kali ini lu mau ajak Cindy buat nemenin liburan lu?" Ledek Irene.

Gue menoyor dahi Irene. "Enak aja. Ngapain gue harus liburan sama anak anjing yang suka kibasin ekornya itu. Lebih baik gue liburan sendiri. Toh gue juga selalu liburan sendiri."

"Ada gosip yang beredar kalau dia gak lulus semester ini," ujar Somi.

"Bukannya itu bagus ya? Dia gak punya otak makanya gak bisa lulus." Komentar gue.

"Dan bisa-bisanya dia masih bisa berkeliaran dikampus ini. Seharusnya dia malu." Kata Irene sambil menunjuk kearah sosok yang gue kenal.

Cindy sedang memesan mie ayam. Gue kesal melihat tas yang gue incar berada ditangannya itu. Ayah gue memang keterlaluan. Gue yang selalu berusaha keras agar nilai gue selalu diatas, tidak mendapat apapun.

Tapi dia, yang bahkan hanya akan mengikuti remedial harus mendapatkan apa yang gue inginkan. Apa bagusnya orang seperti Cindy. Kenapa mantan gue juga memilihnya dibanding gue.

"Kalian tunggu disini. Ada yang mau gue perlihatkan." Kata gue sambil beranjak dari tempat gue.

Gue menghampiri Cindy yang menunggu pesanan mi ayamnya. Saat tukang mi ayam itu hendak memberikan mangkuk ke Cindy, dengan cepat gue merebutnya terlebih dahulu. Membuat Cindy kini menatap gue dengan heran.

"Gue bawain ya," ujar gue sambil tersenyum manis.

"Makasih, Rina." Sahut Cindy dengan cengirannya yang bikin mata gue sakit.

Bukannya membawakan mi ayam milik Cindy dengan baik, gue menumpahkan mi ayam itu kearah tasnya dan sedikit mengenaik pakaiannya yang berwarna cream. Cindy sempat merintih namun dia berusaha untuk menahannya.

Gue menyerahkan mangkuk itu ke tukang mi ayam lalu mengeluarkan tisu dari saku blazer yang gue pakai lalu memberikannya ke Cindy. Tidak lupa gue memasang ekspresi sedih.

"Maaf ya, Cindy. Gue gak sengaja." Kata gue.

Gue melirik kearah kedua sahabat gue yang tertawa pelan melihat apa yang gue lakukan ke Cindy. Bahkan apa yang gue lakukan saat ini menjadi bahan tontonan mahasiswa yang ada dikantin ini.

"Iya. Nggak apa-apa kok. Aku tau kamu gak sengaja." Cindy berusaha untuk tegar dan tetap tersenyum dengan lebar.

Ugh. Gue sangat membenci senyuman itu. Marahlah ke gue. Bukannya malah tersenyum sok polos seperti itu. Bahkan gue barharap dia akan menangis. Itu akan jauh lebih baik lagi.

"Maaf banget gue gak sengaja," ujar gue.

Cindy mengangguk. "Gak apa-apa. Aku pergi duluan ya."

Setelah itu Cindy berlalu meninggalkan kantin. Gue yang melihatnya tertawa dan menghampiri kedua sahabat gue. Biasanya gue bukan orang yang seperti ini. Namun keadaanlah yang membuat gue menjadi jahat.

Hush, BangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang