2

28.5K 3.8K 199
                                    

Maaf ya lama update, soalnya gue sakit T T

(VOTE Sebelum membaca, tq)














Gue mengeratkan jaket gue karena suhu pendingin ruangan yang benar-benar membuat gue membeku.

Mengabaikan rasa dingin itu, gue kembali mengetik tugas makalah yang harus gue kerjakan. Tugasnya memang dikumpulkan minggu depan. Tapi gue lebih suka mengerjakannya secepatnya agar gue memiliki waktu untuk bermain nantinya.

Biasanya, gue mengerjakan tugas di perpustakaan. Suasananya tenang dan tidak ada Cindy tentunya. Gue bisa menghabiskan waktu seharian di perpustakaan. Entah itu mengerjakan tugas atau sekedar membaca buku.

Tidak boleh membawa makanan ke dalam perpustakaan. Tapi gue terkadang diam-diam membawa roti ditas gue jika gue nantinya akan merasa lapar dan memakannya diam-diam.

Tes Tes Tes

Buku catatan gue terdapat tetesan darah. Gue langsung memeriksa hidung gue dan ternyata benar dugaan gue. Gue mimisan. Mungkin karena suhu yang dingin dan juga gue udah cukup lama mengerjakan tugas.

Gue mengambil tisu dari dalam tas dan menyumbat hidung gue dengan tisu sambil kembali mengerjakan tugas gue yang hampir selesai. Setidaknya gue harus menuntaskannya saat ini dan baru akan gue print dirumah nantinya.

Tepat pukul sembilan malam, gue baru sampai ke rumah. Gue pulang dijemput oleh supir pribadi gue seperti biasa.

Ayah gue menghampiri gue saat gue sedang mengambil air minum dari dalam kulkas. Ayah duduk dimeja makan sambil memperhatikan gue dengan seksama. Kalau seperti ini, gue tau ada yang mau ayah bicarakan.

"Kenapa kamu gak mau ajarin Cindy?" Tanya ayah gue to the point.

Gue menenggak air minum dari botol tanpa menjawab pertanyaan ayah. Setelahnya gue kembali menyimpan botolnya ke dalam kulkas lalu mengambil buah pir hijau dan mencucinya hingga bersih lalu memakannya tanpa mengupasnya.

"Kamu tau, Cindy gak bisa lulus semester ini karena nilainya kurang. Remedialnya pun hasilnya sama sekali gak bagus." Kata ayah gue.

Gue melirik ayah gue. "Lalu? Apa hubungannya dengan Rina?"

"Kamu harusnya membantunya. Ayah tau kamu selalu mendapat nilai sempurna. Apa salahnya membantu saudara kamu sendiri? Kamu tau kalau Cindy sulit dalam mencerna pelajaran." Tutur ayah gue.

"Kenapa Rina harus membantunya dan bagaimana kalau Rina gak mau membantunya?" Tanya gue dengan enteng.

Ayah gue menghela nafas sambil memijit pelipisnya. "Dia kan udah menjadi saudara kamu. Gak ada salahnya kamu membantu dia."

"Sewa aja guru untuk ngajarin dia," ujar gue.

"Untuk apa ayah menyewa orang kalau ayah punya anak yang pintar?" Tanya ayah gue.

Gue tersenyum sinis.

Gue sebenarnya tidak punya masalah dalam membantu orang lain belajar. Gue suka mengajari teman gue dikampus saat jam istirahat.

Hanya saja, kalau orang yang gue ajari adalah Cindy, gue tidak berminat untuk mengajarinya. Tidak ada alasan lainnya. Mau Cindy berlutut pun, gue tidak akan mau mengajarinya. Bahkan jika dia bisa membayar gue dengan tinggi, gue tidak akan mau.

"Rina gak mau kerepotan." Sahut gue sekenanya.

"Ayah akan malu sekali kalau ayah nanti ke kampus hanya untuk membicarakan masalah nilai Cindy sedangkan kamu adalah mahasiswi terbaik. Mau taruh dimana muka ayah nantinya?"

Hush, BangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang