23

21.6K 2.7K 221
                                    

(VOMMENT sebelum membaca ya gengsku, tq)



















"Rina!"

Gue membatu sejenak namun gue segera melanjutkan langkah gue. Bahkan gue mempercepat langkah gue. Tangan gue menggenggam erat buku-buku yang gue bawa dan jumlahnya lebih dari dua.

Untuk kali ini, gue sangat tidak ingin bertemu dengan orang yang memanggil gue. Karena bisa-bisa gue membanting semua buku yang gue pegang ke wajahnya.

Namun tubuh gue tersentak dan Cindy sudah berdiri didepan gue nafas yang tidak beraturan sembari merentangkan tangannya lebar-lebar. Seolah memblokir jalan agar gue tidak pergi kemanapun.

"Dengerin aku sekali ini aja," ujar Cindy dengan wajah yang memelas.

Gue menatap Cindy dengan malas. Gue hanya ingin cepat pergi.

Semenjak kejadian ayah yang memukul kepala gue, banyak mahasiswa yang memperhatikan gue dan juga Cindy. Seolah bertanya apa yang sedang terjadi sehingga gue bisa dipukul oleh ayah gue sendiri.

"Kamu bener jadian sama om daniel?" Tanya Cindy.

Mata gue memutar dengan malas. "Cuma itu yang pengen lu tanya ke gue?"

"Mama stres, Rin. Mikirin kamu. Bisa-bisa mama keguguran." Kata Cindy.

Gue menggeleng sebentar sebelum mendorong Cindy dan berjalan melaluinya. Namun gue sadar jika Cindy mengekori gue. Kaki gue terus melangkah tanpa memerdulikan Cindy yang memanggil gue berkali-kali.

Lagi-lagi gue merasa tubuh gue tersentak. Cindy menahan lengan gue sehingga mau tidak mau gue berhenti karena gue sedang membawa buku. Mata gue menatap Cindy dengan tajam. Dan lagi-lagi Cindy menatap gue dengan memelas. Seolah dirinya seorang yang paling menderita didunia ini.

"Apa? Apa yang lu mau dari gue?" Tanya gue yang terkesan ketus.

"Rina, tapi om daniel itu om kamu juga. Hubungan kalian itu terlarang." Kata Cindy.

Tau apa Cindy soal hubungan gue dan om daniel terlarang. Jika saja gue sedang dalam mood yang buruk, gue pasti akan menghajar habis perempuan bodoh ini. Hanya saja suasana hati gue sedang ingin menjadi orang baik hari ini. Tidak mengerjai perempuan ini.

"Dia bukan om gue," desis gue.

Cindy menggeleng. "Nggak, Rina. Dia om kamu juga. Kamu jangan egois. Kasian mama stres gara-gara mikirin hal ini."

"Gue sayang sama om daniel," ujar gue dengan pelan tanpa gue sadari. Kata-kata itu meluncur begitu saja.

Namun setelah gue menyadari apa yang gue katakan, gue refleks membekap mulut gue dan membiarkan buku-buku yang gue bawa berjatuhan.

Sedangkan Cindy membatu mendengar apa yang gue katakan. Terlalu terkejut mendengar apa yang baru saja didengarnya.

Anehnya, tidak ada penyesalan saat mengungkapkan hal itu didepan Cindy. Justru gue menjadi penasaran dan tertantang untuk melihat apa yang akan dilakukan Cindy selanjutnya. Penasaran apa perempuan bodoh ini akan mengadu ke ayah gue atau tidak.

"A-apa?" Itu yang meluncur dari mulut Cindy sembari mengerjapkan matanya berkali-kali.

Gue menurunkan tangan gue lalu berjongkok untuk memunguti buku-buku gue yang terjatuh. Setelahnya gue berdiri tegak dihadapan Cindy dan memandangnya dengan datar.

"Kamu bercanda 'kan?" Tanyanya seolah ingin memastikan.

"I'm not kidding. I'm not fucking kidding." Gue menegaskan sambil menatapnya dengan tajam. Memperlihatkan bahwa gue sama sekali tidak bercanda atau bermain-main dengan apa yang gue katakan.

Hush, BangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang