10

21.6K 3.5K 220
                                    

(VOTE sebelum membaca untuk menghargai, tq)
















"Bukannya saya pernah bilang untuk jangan minum?" Tanya om daniel.

Gue menghela nafas. "Tapi semalem kan gue minumnya bareng sahabat gue. Emangnya salah ya?"

"Pokoknya lain kali jangan. Untung aja saya lagi mampir semalam." Kata om daniel.

"Bukannya om selalu ada setiap gue minum ya? Om selalu mengganggu acara minum gue." Protes gue.

"Iya. Saya memang selalu mengganggu kamu dan akan terus mengganggu kamu." Tuturnya dengan entang.

Gue memutar mata dengan malas sembari menyenderkan tubuh gue ke sofa.

Terhitung sudah sekitar dua atau tiga jam setelah gue sadar bahwa gue berada di apartemen milik om daniel. Beruntungnya om daniel tidak berbuat yang aneh-aneh. Karena tingkahnya yang ekstrim saat di New York.

Tentunya sekarang ini gue jadi harus lebih berhati-hati dan waspada dengan om daniel.

"Om berhenti main-main sama gue. Kalau mau main-main, masih banyak perempuan diluar sana. Tapi jangan sama gue. Gue ini kan keponakan lu." Kata gue.

Om daniel terkekeh pelan. "Sebelumnya kamu pernah bilang kalau saya ini bukan om kamu."

Gue mengatupkan mulut gue.

Sekarang gue seperti seseorang yang menjilat lidahnya sendiri. Dulu gue bilang dia bukan om gue. Tapi yang gue lakukan berbanding terbalik. Sungguh sifat yang menyebalkan dalam diri gue.

Berada dirumah seorang laki-laki dewasa yang bukan siapa-siapa itu, bukanlah sesuatu yang bagus. Untungnya om daniel tinggal disebuah apartemen. Kalau semisalkan om daniel tinggal di perumahan, pasti akan timbul gosip yang aneh karena gue masuk ke rumahnya.

"Pokoknya jangan sering bawa perempuan masuk ke tempat tinggal om. Bisa jadi gosip yang aneh-aneh nantinya." Gue mencoba untuk mengalihkan pembicaraan.

"Saya gak pernah bawa perempuan lain selain kamu," ujar om daniel.

Gue bungkam kembali.

Situasi macam ini?

Terjebak dengan seorang laki-laki tua yang terang-terang menyatakan perasaannya pada gue. Bahkan dia melamar gue walau caranya tidak tepat. Anaknya memanggil gue dengan sebutan mommy malah.

Apa gue harus menghindari om daniel nantinya? Tapi rasanya itu akan sulit dilakukan. Om daniel akan terus menhampiri gue walau gue menghindarinya nanti. Dia bahkan pernah meminta gue agar tidak mengacuhkannya.

"Saya gak pernah membiarkan perempuan lain masuk. Saya bukan orang yang serendah itu. Ingat itu." Om daniel menekankan sekali lagi.

Sekarang gue tidak tau harus bereaksi seperti apa. Semua yang dilakukan om daniel, benar-benar diluar dugaan gue. Gue sama sekali tidak bisa menebak apa yang ada dipikirannya itu.

"Om, dulu waktu kakaknya om mau nikah lagi, om setuju atau nggak?" Tanya gue.

Gue memang penasaran. Gue ingin tau apakah om daniel setuju atau tidak.

"Awalnya saya kurang setuju," balas om daniel.

"Kenapa? Terus om gak ngelarang apa?" Tanya gue.

"Saya melarangnya. Tapi kakak saya bilang ini demi kebaikan Cindy. Cindy butuh sosok seorang ayah." Jawab om daniel.

"Cih!" Gue berdecih. "Perempuan itu terus. Menyebalkan!"

Butuh sosok seorang ayah katanya. Bilang saja ibunya Cindy itu gatal. Seorang janda gatal. Ayah gue juga sama bodohnya. Dia malah mau dengan wanita seperti ibunya Cindy itu.

Hush, BangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang