27

30.6K 2.5K 354
                                    

(VOTE sebelum membaca ya gengsku, tq)
































Gue sama sekali tidak mengalihka pandangan saat Daniel merawat gue. Ia memastikan sabuk pengaman dengan baik, memastikan bantal yang gue pakai empuk, dan menyelimuti gue. Tidak lupa ia juga memastikan gue untuk menghabiskan makanan sepuluh menit yang lalu. Sekarang gue merasa seperti bayi yang diasuh.

I'm his baby girl after all.

Sekarang gue berada dipesawat menuju New York. Om daniel benar-benar mengabulkan apa yang gue inginkan. Bahkan kami menaiki pesawat dengan tempat duduk kelas vip. Wow.

Gue menelusupkan tangan kedalam selimut om daniel dan mencari tangannya. Lalu gue menggenggam tangan om daniel. Om daniel tersenyum dan membalas genggaman tangan gue. Seketika gue merasakan kehangatan dari tangannya.

"Jadi hotel mana yang akan kita tempati?" Tanya gue.

"Kita gak tinggal dihotel," jawab om daniel membuat gue bingung. "Tapi kita akan tinggal diapartemen saya. Saya punya apartemen di New York."

Seriously?

Gue tersenyum kecil. "Wow. Rina gak pernah tau kalau om punya tempat tinggal di New York."

Karena seingat gue, om daniel membawa gue kekamar hotel mewah waktu gue di New York. Jadi gue memiliki asumsi jika om daniel tidak memiliki tempat tinggal.

Sebelum keberangkatan gue dan om daniel, suruhan om daniel telah mengatur soal cuti kuliah gue. Gue sudah membulatkan keinginan gue untuk pindah kampus. Walaupun gue akan sedih karena berpisah dengan kedua sahabat baik gue. Tapi disisi lain, gue tidak akan melihat wajah Cindy.

Semakin gue melihat Cindy, semakin gue membencinya, semakin gue ingin menghancurkannya, dan semakin membuat hati gue sakit.

Pergi ke New York dengan masalah yang ada dibelakang gue, sama dengan gue lari dari kenyataan. Tapi gue ingin menjadi egois dan melakukan apapun agar bersama dengan om daniel. Gue sadar perasaan gue ke om daniel bukan sekedar rasa suka.

But I love him.

Tanpa gue sadar gue sudah jatuh terlalu dalam. Bersama om daniel terus-menerus membuat gue seakan terhipnotis dengan semua yang dilakukannya. Gue ingin mengatakan perasaan gue, tapi gue terlalu malu.

"Are you sleeping, baby?" Tanya om daniel dengan lembut disaat pikiran gue melayang entah kemana.

Gue menggeleng pelan. "Om, kira-kira kapan penyihir itu lahir?"

"Rina, tolong jangan pikirin hal itu terus." Kata om daniel. "Jangan lupa soal kamu yang masuk rumah sakit gara-gara stres. Saya gak bisa liat kamu sakit terus-terusan."

Gue tersenyum dan mencium pipi om daniel. Mungkin gue terlalu bodoh mengatakan kalau hubungan kita tidak bisa bertahan. Gue sadar kalau gue terlalu kekanakan sehingga selalu mengatakan hal yang aneh-aneh tanpa gue pikirkan terlebih dahulu.

Kali ini gue tidak akan menyerah. Gue akan menyerah begitu saja saat seperti gue kehilangan Donghan.

Lama-kelaman gue menjadi bosan. Om daniel tertidur. Tiba-tiba saja muncul ide gila yang ingin gue lakukan pada om daniel. Ide gila yang mungkin membuat om daniel akan marah pada gue setelahnya. Tapi gue sangat ingin melakukannya dan ini waktu yang tepat.

Tangan gue yang tadinya digenggam oleh om daniel, perlahan gue mencoba untuk meloloskan tangan gue darinya. Perlahan tangan gue masuk ke dalam selimut om daniel dan menemukan resleting celana hitam kebanggaannya.

Hush, BangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang