31

20.4K 2.7K 297
                                    

(VOTE sebelum membaca ya gengsku, tq)

























"Kamu serius, rina?" Gue mengangguk. "Jadi direktur memegang tanggung jawab yang besar." Tambah kakek gue.

"Rina tau grandpa," ujar gue. "I just want to make him pay. I hate him for the rest of my life. He choose Cindy over me. He choose that whore over mami. He took everything in my life. I want him to suffer. He's just some lucky prick, work at big company with big position."

"Language, rina." Tegur kakek gue.

Gue menghela nafas dan bergumam minta maaf pada kakek gue.

Rasa benci gue pada ayah gue memang sudah memuncak. Serta gue tau jika balas dendam bukanlah hal yang baik. Tapi mau bagaimana lagi? Toh gue bukan seorang malaikat bersayap yang sabar dan baik hati. Gue hanya seorang manusia yang memiliki batasan dalam hal kesabaran.

Kakek menatap gue sembari memikirkan sesuatu sedangkan Daniel tidak mengalihkan pandangannya dari kakek gue namun salah satu tangannya menggenggam tangan gue dengan erat.

"Grandpa akan urus semuanya. Kamu bisa ambil alih posisi direktur. Akan grandpa urus semuanya dengan bersih. Termasuk pemecatan si bodoh itu." Kata kakek gue.

Gue menyeringai ketika mendengar kakek gue akan memecat ayah gue. Tapi gue tidak ingin langsung memecat ayah gue. Gue ingin sedikit menyiksanya.

"Tapi, rina." Kakek menatap gue dengan lekat-lekat. "Jangan bekerja terlalu keras. Biar bagaimanapun juga kamu lagi hamil. Grandpa gak mau ada apa-apa sama bayi kamu dan kamu jangan lupa untuk kontrol ke dokter. Dan kamu-" sekarang kakek menunjuk kearah Daniel. Membuat Daniel sedikit menegang. "Jaga Rina dengan baik. Dia satu-satunya yang saya punya, anak muda."

"He's not a young man. He's an old man." Gue mengejek. Jujur saja, awalnya gue tidak berniat mengejeknya. Hal itu terpeleset begitu saja dari lidah gue.

Daniel hanya menaikkan salah satu alisnya. Mengapa sekarang gue merasa pria tua ini benar-benar tambah seksi? Apa karena hormon kehamilan?

"Ya dan kamu malah menempel pada pria tua itu," balas kakek gue membuat gue terdiam dan mendumal. Sedangkan Daniel terlihat menahan tawanya.

Namun tiba-tiba ada hal yang gue ingin tanyakan. Sebenarnya sudah lama namun baru terpikirkan oleh gue sekarang. "Grandpa, kenapa malah jodohin mami sama si jahat itu?"

Hening.

Kakek terdiam. Begitu pula dengan Daniel. Namun gue tau ia menyembunyikan sesuatu. Memang pertanyaan itu baru terpikirkan oleh gue saat ini. Pasti ada alasan tersendiri mengapa kakek menjodohkan kedua orangtua gue dulu. Padahal kakek tau jika ayah bukan orang yang baik.

Hal itu terbukti. Kakek tidak pernah menaruh ayah pada hal-hal penting menyangkut perusaahan seperti pertemuan atau membuat perjanjian dikala kakek sakit. Ayah bisa menghandlenya karena posisi wakil direktur. Namun kakek tidak pernah melakukannya dan memilih untuk mengatur ulang jadwal walau kadang mendatangkan kerugian. Kakek tidak mempercayai ayah.

"Talk with your father," ujar kakek gue membuat gue mengerutkan kening sembari mengerucutkan bibir gue.

"Kamu akan tinggal dimana?" Tanya kakek gue.

Gue mengerutkan kening. "Maksud grandpa?"

"Kamu lagi hamil. Akan ada waktu dimana kamu akan melahirkan anak kamu itu. Grandpa ingin tau. Kamu mau tinggal dimana setelah anak itu lahir." Jelas kakek gue.

Hush, BangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang