Just close your eyes
There sun is going down
You'll be alright
No one can hurt you now
Come morning light
You and I will be safe and sound(Taylor Swift ft. The Civil Wars_Safe And Sound)
•••••"Dari hasil MRI yang telah kami lakukan, pasien mengalami gegar otak dibagian kanan kepalanya. Itulah sebabnya pasien tidak mampu mengenali jati dirinya. Benturan yang cukup keras membuat pasien kehilangan memorinya."
Levin mengingat kembali perkataan dr. Hedson setelah hasil MRI dari gadis yang ditemukannya keluar. Hasilnya, sungguh menyedihkan. Gadis itu kehilangan ingatannya, dan dokter belum dapat memastikan kapan ingatannya akan segera kembali.
'Malang nian nasibmu, Nona.' batin Levin.
Levin menatap lurus ke arah gadis itu yang kini berada di taman pengunjung. Di sana ia sedang duduk di atas kursi roda. Wajahnya tampak pucat. Pandangannya lurus ke depan. Namun, tak tertuju pada apapun.
Kosong, mungkin kata itu yang lebih tepat untuk menggambarkan gadis itu ketika orang lain menatapnya.
Levin berjalan mendekatinya hingga persis berada di sampingnya. Tapi gadis itu masih diam dalam mood yang sama. Levin menghela nafasnya, memposisikan tubuhnya berada di hadapan gadis itu dengan kaki yang berlutut.
Dengan lembut ia menyentuh jemarinya hingga membuatnya terkesiap.
"Nona, kau sudah terlalu lama di luar dan cuaca semakin lama semakin dingin. Ayo, aku antar kau kembali ke kamar." ajak Levin menatap pemilik iris hazel tersebut.
Sebuah anggukan kepala dari gadis itu menjawab pernyataan Levin.
Pria itu mendorong kursi rodanya menuju ruang inap. Dokter menyarankan agar gadis itu rileks seperti membawanya mengelilingi sekitaran area rumah sakit supaya ia merasa tak jenuh.
Tak butuh waktu lama untuk mereka sampai ditujuan. Levin mendorong kursi roda hingga mendekati bangkar. Saat gadis itu hendak bangkit berdiri dari kursi roda, ia hampir saja terjatuh jika Levin tak gesit menangkap tubuhnya.
"Nona, kau harus hati-hati! Kondisimu belum pulih sepenuhnya," Levin memperingati gadis itu sembari menggendongnya berbaring di atas bangkar.
"Maaf, Tuan. Aku terlalu banyak merepotkanmu. Dan, terima kasih telah menolongku," ucap gadis itu menampilkan raut sendunya.
Levin membetulkan selimut gadis itu mencapai sebatas dada. "Jangan bicara seperti itu. Kau sama sekali tidak merepotkan. Aku malah senang menolongmu. Tapi ada satu hal yang tak kusukai."
Gadis itu membolakan matanya. "Apa itu?"
"Bisakah kau tidak memanggilku dengan sebutan 'Tuan'. Entah mengapa aku merasa tua sekali. Panggil saja aku 'Levin'. Apa kau bisa?"
Gadis itu menatap seksama pria dihadapannya. Pria berhati mulia yang telah menyelamatkan. Entah bagaimana nasibnya, jika ia tak bertemu dengannya. Mungkin nyawanya akan hilang. Kemudian bangkainya akan membusuk karena identitasnya sulit dikenali. Dan, mungkin ada puluhan kemungkinan lainnya yang lebih mengerikan.
Memejamkan matanya sejenak, gadis itu menghalau berbagai pikiran buruknya. Mungkin satu permintaan itu tak masalah untuk seseorang yang berniat baik menolongnya. "Baiklah jika itu keinginanmu, Tuan. Oh, maksudku Levin." ralatnya.
Levin tersenyum selagi jemarinya mengusap surai cokelat gadis itu.
"Sekarang tidurlah. Aku yakin hari ini kau mengeluarkan banyak energi. Kuharap ketika kau terbangun nanti tubuhmu akan lebih bertenaga."
Gadis itu memejamkan matanya, lalu secara tiba-tiba terbuka kembali. Menoleh kearah pria itu yang terus menatapnya."Bisakah kau menceritakan tentang dirimu?"
Levin terkesiap pada kalimat imperatif gadis itu. Ia mengusap dagunya, hendak berpikir apakah tepat ia membagikan sepenggal kisahnya pada gadis tersebut.
"Tidak ada yang menarik dalam diriku, Nona. Kau hanya akan bosan jika mendengarnya."
Gadis itu mendesah. "Jika kau tak bisa, aku tak mungkin memaksa. Baiklah aku akan tidur saja sekarang."
Levin mengamati gadis itu. Bagaimana wajahnya terlihat masam ketika menanggapi jawabannya. Gadis itu langsung menutup matanya rapat-rapat seolah menegaskan ia tak akan memohon lebih dari yang ia ajukan.
Sore itu, udara berhembus dingin. Penghangat ruangan yang semestinya berkerja semestinya tak dapat mengalahkan dinginnya cuaca. Sama seperti pria itu, yang selalu memasang benteng pertahanan dingin dirinya. Dia tak pernah atau tak ingin membagi kisahnya, karena itu hanya akan membuat sebagian pendengar mengasihaninya. Dan, ia benci itu.
Mungkin, ketika waktu telah siap dan ia dapat membagi kisahnya dengan sukarela. Mungkin, saat itu ia telah menemukan pelabuhan hatinya yang baru. Dan, saat itu ia akan memohon kepada semesta agar kelak tak merenggutnya kembali.
°°°°°
170921
.
.
200322

KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal Love of Mine
FantasyJudul Awal: In The Name Of Love Aldevo Archelaus sangat mencintai kekasihnya, Beby Owen. Namun, naasnya kekasihnya menghilang dalam suatu insiden dan tak pernah kembali lagi. Hingga datang satu titik dimana ia merasa putus asa dan patah arang. • • •...