Eternal Love Of Mine - Part 45

1.1K 33 5
                                    

So, take aim and fire away
I've never been so wide awake
No, nobody but me can keep me safe
And I'm on my way
The blood moon is on the rise
The fire burning in my eyes
No, nobody but me can keep me safe
And I'm on my way

(Alan Walker, Sabrina Carpenter &
Farruko_On My Way)
•••••

Mereka sibuk menilai keburukan orang lain. Mereka sibuk meneliti kekurangan tiap manusia. Mereka sibuk membanding-bandingkan manusia satu dengan lainnya. Tanpa memandang harkat hidup seseorang.

Alih-alih menanggapi pandangan meremehkan makhluk di sekelilingnya. Wanita itu berjalan penuh percaya diri menuju arah resepsionis.

"Welcome to Wellington Hotel, Miss. Ada yang bisa saya bantu?" seorang pria yang bertugas di sana menyambut kehadirannya.

Wanita itu sedikit menurunkan kacamatanya. Menatap seksama pria di hadapannya. Tatanan rambut pomade, tubuh berbalut uniform yang pas, juga aroma maskulin menguar dari tubuh atletisnya. Penampilan yang sempurna untuk diikat di atas ranjang.

"Apakah atasanmu ada di ruangannya?" wanita itu bertanya tanpa basa-basi.

Mereka yang mendengar pertanyaan wanita itu sontak membolakan mata, ketika pimpinan utama mereka terseret pembicaraan wanita itu.

"I'm sorry, Miss. Bisa anda katakan apa keperluannya?" tanya petugas tersebut mencoba ramah.

Wanita itu menaikan kacamata hitamnya hingga bertengger tepat di atas kepala. "Aku hanya butuh kau menjawab, apakah atasanmu ada di ruangnya atau tidak?"

"Kami tidak—"

Secepat kilat wanita itu mengangkat sebelah tangannya. "Kau terlalu lama. Aku bisa mengeceknya sendiri."

Detik berikutnya, wanita itu menjauh meninggalkan area resepsionis. Para staff yang melihat kepergiannya dibuat terheran-heran dengan sikap tamunya yang satu ini.

Berulang kali petugas resepsionis tersebut memanggil namanya. Berulang kali pula wanita tersebut mengacuhkannya. Seolah tak memperdulikan apapun yang mencoba menghalanginya. Wanita itu melangkah dengan cepat menyusuri koridor hotel.

Derap langkahnya terhenti, saat pandangan matanya tertuju pada sebuah lukisan yang bertengger apik di dinding.

Derap langkahnya terhenti, saat pandangan matanya tertuju pada sebuah lukisan yang bertengger apik di dinding

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

The Starry Night - Vincent van Gogh

Sebuah lukisan yang dibuat pada tahun 1889, dan kini dipajang di Museum of Modern Art. Lukisan ini konon katanya menggambarkan pemandangan malam layaknya di suatu mimpi yang indah. Mimpi saat keluarga berkumpul, dan bercanda tawa.

Namun, dengan berjalannya waktu wanita itu memahami makna lain dari gambaran lukisan tersebut. Secara matematis sangat mirip dengan pola pusaran air sebenarnya atau turbulensi udara yang terbentuk di belakang mesin pesawat yang membelah udara.

Dengan kata lain, pelukis tersebut seolah menyiratkan akan terbentuknya turbulensi waktu pada kejiwaan seseorang.

Sejak saat itu, lukisan yang diminatinya itu berubah menjadi kutukan. Tanpa dia sadari kejiwaan yang bersumber dari lukisan itu, mungkin saja menyerap sel-sel otak mendiang Ibunya. Mengingat bagaimana Ibunya terlalu memuja lukisan tersebut. Dan, menyebabkan sumber malapeta di keluarganya muncul.

Wanita itu mengepalkan tangannya erat, seakan bersiap untuk menghancurkan lukisan itu dengan tangannya sendiri.

Saat kepalan tangannya nyaris menyentuh lukisan tersebut. Tangannya tertahan di udara, saat intrupsi dari seseorang menghentikannya.

"Apa yang ingin kau lakukan terhadap propertiku, anak nakal?" suara Bariton dari arah belakang tubuh wanita itu sukses membuat tubuhnya membeku.

Segera wanita itu turunkan kepalan tangannya, memutar tubuhnya hingga iris hazelnya bersirobok dengan seorang pria tua yang masih terlihat tampan diusianya.

"Berani-beraninya kau ingin merusak properti milikku!"

Wanita itu memutar bola matanya. "Aku hanya ingin mengecek debunya saja."

"Jangan berkilah, Daphne Wellington!"

"Vyacheslava lebih tepatnya, Sir." Wanita itu berjalan mendekati pria tua tersebut. Mengamati lebih dekat kerutan demi kerutan pria yang tak dijumpainya lagi kurang lebih tiga tahun terakhir.

Ada rindu yang tak bisa tersampaikan.
Lalu, ada asa yang tak mampu dijelaskan. Namun, segalanya tertutup dalam satu kata bernama gengsi, yang mereka coba pertahankan.

Wanita itu mendengus sinis. "Aku harap kau masih mengingat bagaimana kau membuangku setelah kematian Ibu. Dan, bagaimana kau mengganti Ibuku dengan mainan barumu."

"Kau tidak mengerti yang sebenarnya, Daph." balas pria tua itu cepat.

"Aku menolak untuk mengerti. Jika apa yang kulihat adalah kebenarannya. Kau penghianat, sampai kapan pun aku tetap membenci dirimu."

Pria tua itu memejamkan matanya sejenak. Rupanya peristiwa kelam yang telah berlalu itu masih menorehkan luka mendalam bagi putri semata wayangnya. Semestinya, bukan seperti ini kesan pertama seorang ayah bertemu kembali dengan putrinya.

Enggan membuka perkara dimuka umum pria tua itu memilih meninggalkan wanita  tersebut sembari berkata, "Ikutlah denganku."

Tak punya banyak pilihan wanita itu hanya mengikuti perintah dari orang yang mengutusnya kemari. Mungkin semakin cepat dia menuruti keinginan pria tua itu, semakin cepat pula dia angkat kaki dari tempat yang dibencinya sekarang.

Semua telah berlalu seiring penghianatan yang telah dilakukannya. Seandainya menghancurkan orang tua sendiri diberlakukan di dunia ini, sudah dia lakukan dari dahulu.

"Sebenarnya apa yang ingin kau katakan?" Daphne akhirnya melontarkan pertanyaan setelah kebisuan dalam lift membuatnya jengah.

Pria tua itu melirik sekilas wanita yang berada tepat di sampingnya. "Kau akan menemukan jawabannya tepat saat kita berada di ruanganku."

Kita? Yang benar saja. Sejak kapan dia masih menganggap pria itu ayahnya. Your Dreaming.

°°°°°

190407
.
.
200514

Eternal Love of MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang