Eternal Love Of Mine - Part 33

1.1K 46 20
                                        

And then I looked up at the sun
And I could see
Oh, the way that gravity
pulls on you and me
And then I looked up at the sky
And saw the sun
And the way that gravity
pushes on everyone
On everyone

(Cold Play_Gravity)
•••••

Kedua Archelaus bersaudara saling menatap satu sama lain. Tubuh mereka seketika menegang setelah mendengar deretan kalimat pamungkas yang terlontar dari mulut sang ayah.

"Dad, ini hanya lelucon 'kan?" Jevand mengusap wajahnya tak percaya.

"Sayangnya ini benar adanya, Son. Kalian harus menerima keputusanku nantinya." O'Neil menatap kedua putranya yang tampak cemas.

Rasanya ia tak sanggup harus mengorbankan salah satu dari mereka untuk hal serius semacam ini. Pernikahan, dimana dua kepala akan bertemu dan saling mengikrarkan janji untuk setia sehidup semati dalam jangka waktu yang relatif lama.

Membayangkannya saja sudah membuat kepalanya berdenyut. Apalagi dengan realita yang harus mereka hadapi? Ah, itu mungkin akan terasa berat dan terkesan memaksa.

Tapi ini demi nama baik keluarganya yang terpandang, ini demi mempererat tali persahabatannya, dan ini demi memperkokoh masa depan perusahaannya.

Namun, apalah daya pria tua ini. Ia harus mengambil langkah secepatnya. Sesegera mungkin ia harus memberitahukan hasilnya, agar kedua anaknya tak semakin bertanya-tanya siapa yang akan dipilihnya.

"Lalu siapa yang akan kau pilih, Dad?" tanya Jevand dengan nada tak sabaran.

Lelaki tua itu berdeham, menetralkan kembali kegelisahannya. Membasahi bibirnya yang tampak kelu sebelum menjawab, "Aku memilihmu untuk perjodohan ini, Nak."

Sorot mata pria tua itu menyelami iris hijau yang duduk tepat di sebelah kirinya, seolah melalui tatapan itu ia telah memilih. Sedangkan Aldevo yang menerima tatapan tersebut merasa tersudutkan.

Shit! Tidak mungkin ayahnya memilihnya, bukan?

"Ya, Nak. Aku memilihmu—Aldevo Archelaus."

Aldevo memicingkan matanya ke arah sang ayah. Tampak tak percaya dengan hasil pemikiran pria tua itu. Seketika, raut wajahnya mengeras, buka jarinya terkepal kuat, dan gejolak emosi mulai meletup-letup di tubuhnya.

Sungguh, ia tak bisa menerima keputusannya itu.

Pernikahan? Jangan harap, jika itu bukan dengan Beby-nya.

"Sekitar dua bulan yang lalu di London. Aku bertemu dengan rekan bisnis sekaligus sahabat lamaku. Dia mengatakan ingin bekerja sama denganku asalkan salah satu dari kedua putraku bersuka rela mau dinikahkan dengan putrinya." jeda sesaat.

"Bukan tanpa alasan dia memintaku untuk menikahkan putrinya dengan salah satu anakku. Dia menginginkan putrinya berada di orang yang tepat, sebelum melihatnya bahagia. Dia mempercayakan putrinya kepadaku karena aku sahabat baiknya. Jadi, tak—"

Dalam emosi yang memuncak, Aldevo bangkit dari sofa dan mengambil langkah seribu untuk keluar dari ruangan yang memuakkan baginya.

"Aldevo..."

Langkah terhenti setelah mendengar panggilan yang tak lain dan tak bukan adalah ayahnya. Tapi ia terus melangkah mengabaikan panggilannya agar tak perlu mendengar kelanjutan cerita yang membosankan itu.

"BERHENTI! AKU BILANG BERHENTI!"

O'Niel sungguh geram pada putra sulungnya ini. Tidak bisakah dia mendengar penjelasannya walau hanya sebentar?

"Kau sangat tidak sopan sekali! Meninggalkan orang tuamu yang belum selesai berbicara."

"Kurasa pembicaraan ini sudah selesai, Dad. Aku sudah mengerti kemana arah pembicaraanmu. Tapi maaf, aku tak bisa menerima perjodohan itu!"

"Apa alasanmu menolak perjodohan ini? Kau tahu pernikahan ini bukan hanya menguntungkan untuk masa depan perusahaan kita saja, tetapi juga untuk kelangsungan hidupmu!"

"What? Kelangsungan hidupku? Dad, aku tak butuh sebuah pernikahan untuk saat ini. Lagi pula aku sudah bahagia dengan kehidupanku sekarang. Jadi, untuk apa lagi memikirkan diriku."

O'Neil mendengus perspektif menatap wajah anaknya. "Kau bilang sudah bahagia! Apa kau tahu berapa jutaan dollar kerugianku atas kebodohanmu itu, hmm? Apa kau tahu seburuk apa kinerjamu selama kurun dua tahun belakangan ini? Dan, apa kau tahu karena wanita itu, kau mulai membangkang padaku."

"Dad, dia punya nama." sela Aldevo merendahkan nada suaranya.

"Aku tak peduli yang aku tahu wanita itu telah merusak otakmu. Apa lagi yang bisa kau harapkan darinya? Ingat Al, dia sudah mati. Dan orang mati tidak akan hidup kembali—"

"CUKUP DAD!!! Kumohon berhenti menjelekannya," potong Aldevo geram. "Selagi aku masih hidup. Tak ada seorang pun yang boleh menjelekannya. Termasuk kau, Dad." lanjutnya.

"Damn you boy, rupanya kau sudah berani melawanku, hah?"

Jevand menonton dalam diam pertikaian antara kakak dan ayahnya itu. Ia tak ingin ikut campur dalam hal ini. Sang ayah sudah menjatuhkan pilihannya. Jadi, ia tak perlu membantu kakaknya.

"Aku berhak menentukan hidupku, Dad. Dengan siapa aku hidup nantinya. Jangan mengatur hidupku!" Aldevo semakin muak dengan keinginan ayahnya.

"Kau benar-benar melawanku, hah?"

Aldevo memutar bola matanya kesal. "Ya, aku melawanmu untuk kali ini. Kau tak bisa memaksaku."

"APA KAU BILANG???"

Hati pria tua itu terasa tertohok atas jawaban penolakan dari putra sulungnya. Jantungnya berdebar cepat sekali disertai rasa nyeri yang menyakitkan. Sebelah tangannya menekan bagian dadanya yang terus berdetam tak berhenti. Di saat itu pula, tubuh kokohnya ambruk di lantai beralaskan permadani.

"DAD!!!" pekik Aldevo dan Jevand bersamaan ketika melihat sang ayah terjatuh.

Oh my God, masalah apa lagi ini?

°°°°°

180312
.
.
200424

Eternal Love of MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang