DUABELAS

63 6 0
                                    

***

Aneta sungguh belum percaya bila dirinya harus putus dengan lufi, tapi memang benar ia tidak bisa terus-terusan berpacaran dengan orang yang sama sekali tidak ia cintai. Sekarang biarlah mereka menjalankan ceritanya masing-masing, aneta dengan harapannya, dan lufi dengan kenyataannya. Dan bahkan sekarang pun lufi mungkin memang sudah tidak mencintainya lagi.

Saat jam istirahat, aneta hanya berjalan-jalan menyusuri koridor sekolah, dengan pandangan kosong dan pikiran berkecamuk tak menentu. Kadang pikirannya menuju ke masa lalunya, utari sahabatnya dijakarta, sekarang bahkan ia tak tau menau tentang kabarnya, juga dengan doni. Dan di tambah dengan lufi, laki-laki yang baru kemarin memutuskan untuk mengakhiri hubungannya.

"huh... "hembusan nafas itu keluar begitu berat, tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya.

"net, ada yang mau gue omongin sama lo, penting!" ucap revania yang langsung menarik tangan aneta ke tempat yang yang jarang dilalui orang.

"oke lo cukup keras narik gue sampai tangan gue sakit" ucap aneta melepaskan cekalan revania yang cukup kuat sampai membuat pergelangan tangnnya merah.

"hee.. sorry, habisnya gue terlalu kaget ketika denger dari orang-orang lo putus sama lufi, beneran?" ucap revani tampak antusias dengan kabar itu.

Aneta hanya mendengus.

"jadi bener? Emangnya gara-gara apa?"

"udah ah gak penting"

"setidaknya gue itu sahabat lo, gue juga pengen lo itu gak putus berbagi ke gue, bukan cuma berbagi kebahagiaan, tapi juga berbagi kesedihan lo, gue siap dengerinnya"

Mendengar tuturan revania, aneta pun langsung memeluk erat revania, menangis di pundaknya.

"gue gak tau rev, gue kayak gak bisa suka sama dia, gue malah merasa semakin lama semakin nyakitin dia" ucap aneta di sela-sela tangisnya.

"dia begitu tulus mencintai gue, dan jahatnya gue nggak bisa balas perasaanya, tapi sekarang gue malah bener-bener takut kehilangan dia" tambahnya semakin terisak.

"udah gak papa net, lo bener, lo jangan terlalu maksain hati lo, maaf juga karena dulu gue sempet jodoh-jodohin lo sama lufi" ucap revania, mengelus pundak aneta dengan lembut menciba menenangkannya.

"gak papa kok rev, semuanya udah terlanjur" aneta menyeka air matanya.

"sekarang kamu gimana?"

"ya gak gimana-gimana, sekarang kita sama-sama jomblo" ucap aneta lalu mereka berdua tertawa.

___

Sepulang sekolah, aneta langsung masuk kamar dan merebahkan tubuhnya di ranjang tempat tidurnya. terlihat langit-langit kamarnya yang gelap. Ya terlalu gelap sampai matanya perlahan menutup.

"net..."panggil seseorang, suara yang tak asing di telinganya, suara yang sudah lama ia rindukan.

"utari..."ucap aneta, entah dengan apa lagi ia menggambarkan kebahagiannya, sahabatnya yang sudah lama ia rindukan itu tepat berada di depannya, sedang tersenyum menatapnya lalu memeluknya erat.

"net, aku kangen sama kamu"ucap utari dalam pelukan aneta.

"aku juga kangen tar, aku pengen balik ke jakarta, aku gak betah disini"

"jangan net, kamu lebih baik disini, banyak orang yang menyayangimu selain orang tuamu disini, dia yang tulus terkadang tak sengaja kamu sakiti, tapi biarlah, masih banyak orang yang peduli sama kamu lebih dari apapun, kamu akan menemukannya suatu hari nanti net, kamu hanya perlu menunggu hari itu,dan satu lagi, buanglah kenangan yang membuatmu sakit hati dan jangan terlalu di pikirkan, okay?"

"tapi tar, aku kangen sama kamu, aku pengen cerita banyak sama kamu, terutama sama..."

"doni? Dia hanya akan menjadi orang penghambat kebahagiaan mu, dia hanya akan menjadi orang yang membuatmu tidak fokus menjalani kedepannya, ingat! Masih banyak orang yang peduli sama kamu, aku pergi ya"

"tapi tar, jangan pergi..." namun utari tak menghiraukan aneta dan perlahan pergi menghilang dengan cahaya putih.

Keringat dingin membasahi dahi aneta terlebih karena sedari tadi sifa mengetuk pintu kamarnya membuat aneta terbangun dari tidurnya dan tersadar dari mimpinya itu.

Aneta sesekali mengusap wajahnya sendiri, mendapati dirinya yang masih berseragam sekolah, dengan rambut acak-acakan mencoba berdiri dan menghampiri pintu kamarnya dan membukanya. Terlihat sifa sedang berkacak pinggang memandangi aneta dari atas sampai bawah.

"pulang sekolah bukannya ganti baju lo malah tidur" celoteh sifa.

"aku ketiduran" ucap aneta, suaranya serak.

"lo sakit net? " ucap sifa memeriksa kening dan pipi aneta. "ah nggak panas"

"gue gak papa kok, yaudah deh, gue mau mandi dulu"

"yaudah sana, terus jangan lupa habis itu lo turun kebawah makan malem"

"iyaiya"

Tidak sampai 30 menit aneta sudah duduk di meja makan bersama bibi, paman dan juga sifa. matanya memandang kosong makanannya yang hanya di aduk tanpa di cicipi sedikit pun.

"kenapa aneta? Makanannya gak enak?" ucap bibinya.

"euh.. enak kok bi, siapa bilang gak enak" ucap aneta seraya menyuapkan sesendok makanan ke mulutnya yang terasa pahit.

"ada masalah di sekolah? Cerita sama bibi"

"nggak ada kok bi"

"ah paling cuma gara-gara putus tuh sama si lufi kan?" timpal sifa.

"apaan sih nggak kok" ucap aneta.

"sayang banget kamu putus sama dia, padahal kan dia  baik banget" timpal bibinya.

"iya tuh, dulunya sih pacar mah, tapi sekarang jadi mantan" ucap sifa kembali membuat wajah aneta merah padam.

"sifa ah kamu, jangan gitu"

"aneta kenyang bi" ucap aneta lalu pergi ke kamarnya, menutup pintu kamarnya rapat-rapat dan menyelimuti dirinya dengan selimut tebal. Sekarang dirinya benar-benar merasa kesepian. Ia menangis dalam keheningan kamarnya, dan benar-benar sendiri.

"mah, anet pengen pulang..." ucap aneta parau, dan terus menangis tanpa henti, ia tidak mempedulikan suara bibinya dan juga sifa yang beberapa kali mengetuk pintu kamarnya, namun matanya mulai lelah dan terlelap tidur.

Dia & Egoku [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang