ENAM

113 11 1
                                    

***

jam menunjukan pukul 11.30, namun guru yang mengajar di kelas aneta tidak bisa mengajar karena sakit. Jam pelajaran pun kosong karena tidak ada yang menggantikan nya.

Terlihat aneta sedang asyik mencoret-coret di selembar buku ketika revania sedang telponan dengan pacarnya. Pandangan aneta menyapu ke sekelilingnya, lalu berhenti pada seseorang yang sedang menatapnya. Lufi, aneta yakini dia yang sedang menatapnya sekarang adalah cowok yang bernama lufi.

Dia menatapnya lalu tersenyum, aneta ingat kemarin ia tidak membalas pesan dan tidak mengangkat telponnya, ia memang merasa bersalah, mungkin saja lufi menelponnya karena ingin menanyakan tugas, tapi kan hari ini gak ada tugas. Lalu tiba-tiba lufi menghampirinya, duduk di bangku tempat revania.

"Hay aneta.." sapa lufi, bibirnya terukir senyum tipis.

"Hmm hay.." balas aneta.

"Kenapa pesan ku gak dibalas? Telponku juga gak diangkat?"ucap lufi membuat aneta bingung menjawabnya.

"Euuhhh sebenernya aku gak biasa nerima pesan atau telpon dari laki-laki yang belum aku kenal" ucap aneta, mungkin alasan kuno membuat lufi tertawa kecil.

"Mangkannya aku pengen kenalan sama kamu." ucapnya.

"aku nggak nerima kenalan lewat chat atau telpon yah"

"jadi ngajak kenalan langsung nih? Oh iya, aku dapet nomor kamu dari revania, awalnya sih dia nggak mau ngasih, tapi aku maksa"

"nggak sopan yah minta nomor ke orang lain tanpa persetujuan yang bersangkutan, itu juga privasi tau"

"Eehhh gitu aja ngambek, maaf-maaf deh"

Tuh kan aku duga juga apa, revania yang kasih nomer aku ke lufi karena cuma revania yang tau nomer aku, ih revania nyebelin. Batin aneta.

"Kenapa? Gak suka ya?" Ucap lufi setelah melihat ekspresi aneta.

"Nggak papa kok,"

"Ya udah, lain kali kalo aku telpon atau kirim pesan jawab ya, kita kan sekarang udah kenalan, jadi nggak ada alasan lagi buat kamu nggak balas aku" ucapnya beranjak dari tempat duduknya.

"oh iya, jangan lupa kasih nama nomor aku, lufi. Biar kamu nggak ngerasa aku orang asing lagi" ucap lufi sebelum pergi.

"Iya". Setelah itu lufi pergi kembali ke tempat duduknya, dan revania kembali duduk di samping aneta.

"Ciieee ada yang PDKT nih" ucap revania yang sedari tadi memperhatikannya.

"Ih apaan sih? Nggak kok." elak aneta.

"Nggak papa, lufi orangnya baik kok, sholeh, rajin, pinter, nurut sama orang tua, pokoknya kamu gak bakalan dapet cowok kayak lufi dimana pun, termasuk dari doni"

"Kamu tau apa tentang doni?" Aneta dengan nada tersinggung.

"Aneta kok marah?"

"Emang kamu pikir doni itu kayak gimana? Rev, aku paling nggak suka ada yang jelek-jelekin doni apalagi di depan aku! Dan aku gak suka kamu bandingin doni sama lufi, bagi aku seberapa baiknya lufi nggak bisa buktiin kalo lufi lebih baik dari doni"

aneta lalu pergi meninggalkan revania, meninggalkan kelas. Revania merasa bersalah karena mengatakan itu kepada aneta, ia pikir aneta gak akan semarah itu sama dia. Jadi sebegitu pentingnya doni di hati aneta, sampai dia gak mau denger kejelekan apapun tentang doni.

Aneta menangis di taman sekolahnya, ia merasa terlalu egois menanggapi revania tadi. Tapi sungguh ia tak suka kalau ada yang menjelek-jelekan doni. Ia rindu, benar-benar rindu, memang tak ada yang akan pernah mengerti dengan perasaannya, dia sendiri pun tak mengerti dengan perasaannya, ia terus menangis sampai lupa bel jam terakhir berbunyi.

Sementara di kelas revania bingung mencari aneta, sebentar lagi jam pulang, namun aneta belum juga kembali.

"Aneta kemana sih? kok dia belum balik juga, aku jadi khawatir" ucap revania gelisah.

"Kenapa rev?" Tanya lufi tiba-tiba membuat revania sedikit terlonjak.

"Euuhh ini, aneta tadi keluar, aku khawatir soalnya tadi dia pergi dengan keadaan marah"

"Marah kenapa?"

"Hmm...ini...itu...euhh"

"Kenapa?"

"Ada deh" revania meninggalkan lufi.

*KRING!!!*
Bel pulang sekolah berbunyi, namun revania masih belum juga bertemu dengan aneta. Revania berjalan di koridor sekolah, pikirannya melayang dimana saat aneta pergi meninggalannya.

"Semua itu salah, seharusnya aku tidak mengatakan itu, sekarang aneta pasti marah sama aku. Net aku cuman pengen bisa ngertiin perasaan kamu, aku gak berniat buat nyakitin kamu." Ucap revania, perlahan butiran bening keluar dari selah matanya.

___

Aneta pulang dengan keadaan kacau, lagi-lagi ia menangis karena hal yang sama, ia pergi ke kamarnya mencoba menyeka air matanya namun air matanya tak juga terhenti. Matanya sudah sembab, rambutnya sedikit acak-acakan, lalu tiba-tiba seseorang masuk tanpa permisi.

"Kenapa lo?" Tanya sifa membuat aneta segera menyembunyikan wajah kacaunya.

"Aku nggak papa kok" ucap aneta, suaranya parau.

"Lo gak papa tapi gue tau lo nangis, cowok? Yang mana? Biar gue datengin cowoknya" sadis sih sifa.

"Nggak sif, aku cuma kangen sama mamah"

"Lo kan bisa telpon atau video call, sekarang udah jamannya canggih, gitu aja nangis, lemah"

"Iya maaf"

"Udah, sekarang lo ganti baju, terus makan siang"

Aneta hanya mengangguk, lalu sifa pun pergi dari kamar aneta, aneta masih menatap punggung wanita itu yang menghilang dari balik pintu kamarnya.

"bukan lemah sif, kadang seseorang menangis karena bebannya terlalu berat, dan menangis mungkin cara ampuh untuk aku bisa menenangkan diri" batin aneta.

Revania merasa bersalah, ia pergi kerumah aneta untuk meminta maaf. Sesampainya di rumah aneta, ia melihat aneta sedang duduk di halaman belakang rumahnya.

"Net?" Panggil revania.

Aneta bergeming.

"Net, soal yang di sekolah aku minta maaf yah, aku gak bermaksud..."

"Nggak papa kok" sela aneta "kamu bener, lufi emang cowok yang baik, aku tau itu, tapi bagaimana dengan hatiku yang hanya menginginkan doni? Aku tau aku terlalu egois, aku juga salah, maafin aku rev"

"Nggak kok, kamu nggak salah, aku yang salah, sebenarnya net, aku pengen jadi sahabat baik kamu yang bisa mengerti kamu, tapi aku malah nyakitin kamu"

"Kamu udah jadi sahabat baik aku semenjak aku banyak cerita tentang semua masa lalu aku sama kamu"

"Sekali lagi maafin aku yah net"
Aneta hanya mengangguk. Dan akhirnya mereka saling memaafkan dan berakhir dengan pelukan.

Tak ada hal yang indah yang bisa di dapatkan dengan mudah, dan aku rela untuk semuanya, untuk semua rasa yang yang aku rasakan di setiap harinya.

Dia & Egoku [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang