Biasanya, bel pulang sekolah adalah suara yang selalu ditunggu oleh Dasa. Namun, semenjak kesepakatannya dengan Terra dimulai, bel sekolah adalah musik pengantar kebimbangan untuknya. Karena sepulang sekolah, lagi-lagi ia harus terdampar di tempat ini. Di tengah-tengah ruangan keluarga Terra, menghadap buku tebal bersusun dan membuat muak, serta wajah Terra yang datar.
Oh, dan ia tidak boleh melupakan kehadiran si bocah bermata biru yang kini menatapnya dengan tampang mengusir itu.
"Tulis ini!" Ucapan Terra menyentak Dasa dari lamunannya. Tangannya menunjuk lembaran yang harus ditulis Dasa. Dilihat dari judulnya ... rasa-rasanya ....
Dasa mendecak, keningnya berkerut-kerut tidak setuju. "Gue kan udah nulis ini kemarin. Nih kalo ga percaya," ucapnya sembari menyodorkan buku catatan sejarahnya ke Terra.
"Tapi materi pelajaran kita masih proses masuknya Islam ke Indonesia. Jadi kamu tulis saja sekali lagi. Kamu tidak akan rugi."
"Gila! Lo mau ngebulli atau mau ngerjain gue?"
"Anggap saja ini sanksi karena kamu tidak menghafalkan catatan! Saya sudah memperingatkan lho, Dasa Wardana." Tampang Terra makin menyebalkan. Apalagi dengan intonasi yang sengaja dibuat-buat dan terdengar sangat menyebalkan.
Gue kan belum bilang kalo gue ga ngafalin. Kok dia tau sih? Dasa membatin.
"Menulisnya dimulai dari sekarang."
"Jari-jari gue bisa diamputasi kalau gini terus."
"Kalau harus diamputasi, saya yang akan membayar biaya operasinya," ucap Terra dengan intonasi yang terdengar makin menyebalkan. "Hurry up!"
Bukannya melakukan instruksi Terra, Dasa malah menelungkupkan kepalanya di meja. Malas amat nulis materi yang sama untuk kedua kalinya.
"Ya Allah ...." Terra mendesis gemas.
"Jangan dipaksa sih, Kak. Capek tuh, baru pulang sekolah. Suruh pulang aja, napa," ucap Abyan.
⚫⚫⚫
Sudah satu jam Terra duduk diam menunggu Dasa bangun dari tidurnya. Abyan pun mulai rewel ingin keluar bermain bola dengan anak-anak di kompleknya. Terra kelimpungan. Dari tadi gagal membangunkan Dasa, pun gagal membujuk Abyan agar stay calm.
"Nanti setelah Kak Faris pulang, kamu boleh pergi."
Abyan memberengut sembari berdiri.
"Mau ke mana, Abyan?"
"Mau ke dapur. Haus."
"Dasa, bangun!" ucap Terra setelah Abyan ke dapur. "Kamu sudah tidur selama satu jam! Kamu di sini untuk belajar, bukan untuk tidur!"
"Ampun ...," racau Dasa.
"Astaghfirullah ...." Terra menggeram jengkel.
"BANGUN, GAK?! AWAS, NANTI SAYA GUYUR!!!" Suara Terra naik beberapa oktaf dan berhasil membuat Dasa tersentak.
"AMPUN, PAH!"
Sesaat, tatapan mereka bertemu.
Ada banyak hal yang tiba-tiba ingin ditanyakan Terra. Tapi yang keluar dari bibirnya hanya: "Kamu tidak apa-apa?"
"Toilet ... di mana toilet?" tanya Dasa linglung.
Terra segera bangkit untuk menunjukkan toilet pada Dasa, lalu Dasa menerobos dan muntah di dalam sana tanpa menutup pintu terlebih dahulu. Bukan hanya lambungnya yang memuntahkan seluruh isinya, kelopak mata Dasa juga ikut-ikutan 'memuntahkan' air mata. Dasa segera memutar kran, menyalakan air, lalu dibiarkan isak tangisnya menyaingi suara air yang keluar dari kran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Das-Ter✔
Teen FictionMenurut kamu, apa Tuhan dan neraka itu benar-benar ada? ●●● Apa kamu percaya pada eksistensi Tuhan? Kalau Dasa, sih, tidak. Dasa punya pemahaman sendiri tentang Tuhan dan perkara-perkara ghaib yang dipercayai keberadaannya oleh orang-orang. Menurut...