13. Kepo

3.7K 408 35
                                    

Self-harm atau self-injury merupakan tindakan yang menimbulkan luka-luka pada tubuh dan menyakiti diri sendiri yang dilakukan secara sengaja. Pengertinan singkatnya yaitu melukai atau menyakiti diri sendiri. Tindakan ini dilakukan tidak dengan tujuan bunuh diri tetapi sebagai suatu cara untuk melampiaskan emosi-emosi yang terlalu menyakitkan untuk diekspresikan dengan kata-kata.

Self injury dapat berupa mengiris, menggores kulit atau membakarnya, melukai atau mememarkan tubuh lewat kecelakaan yang sudah direncanakan sebelumnya.

Dalam kasus-kasus yang lebih ekstrim mereka bahkan mematahkan tulang-tulang mereka sendiri, memakan barang-barang yang berbahaya, mengamputasi tubuh mereka sendiri, atau menyuntikkan racun ke dalam tubuh [1].

Terra bergidik saat membaca paragraf terakhir. Sebenarnya ia tidak terlalu tertarik pada psikologi. Terra lebih suka belajar sejarah. Tapi karena Faris, kakaknya, kemarin tiba-tiba saja memberitahu Terra kalau Dasa menunjukkan tanda-tanda self-harm, jiwa kepo Terra meronta-ronta meminta untuk dibebaskan.

Apa Dasa benar-benar self-harm? Apa penyebabnya? Bagaimana menyembuhkannya?

Jari-jari Terra bergerak lincah mengetik keyword: Cara menyembuhkan self harm.

Berbagai artikel muncul. Terra meng-klik yang paling atas.

1. Cari tahu soal kebiasaan melukai diri

2. Bersikap positif/tidak menghakimi

3. Jangan membuatnya merasa bersalah

4. Menyediakan waktu

5. Jangan mengancam

6. Ajak untuk mencari bantuan profesional.

Terra menggaruk-garuk puncak kepalanya yang berbalut kerudung. Pusing. Kalau memang Dasa self-harm, berarti Terra sudah melanggar beberapa poin.

Lalu sekarang, harus bagaimana? Bagaimana caranya membantu Dasa kalau Dasa sendiri tidak sadar mengidap self-harm?

Atau sebenarnya ... dia sadar? batin Terra.

Ah! Terra pusing.

Kenapa juga ia harus pusing mengurus hal-hal begini? Yang dipusingi saja sedang asyik bermain basket di lapangan.

Terra makin kesal.

Entah pada apa dan siapa.

Pada dirinya yang terlalu kepo dan suka mencampuri hidup orang lain?

Atau pada Dasa, yang sedang dikhawatirkan tapi faktanya baik-baik saja? Buktinya, dia energik sekali main basket di lapangan depan kelas mereka. Seakan tidak ada lelahnya. Seakan tidak ada masalah apa-apa. Mungkin Faris yang sok tahu. Dan Terra yang gampang tertipu.

Oke, anggap saja begitu, Ter. Lupakan tentang Dasa dan opini Kak Faris tentang masalah mental dia. Barangkali opini kamu yang benar. Dasa itu memang hanya cari perhatian saja. Toh dia memang sangat suka cari perhatian, batin Terra, menasihati dirinya sendiri.

⚫⚫⚫

Tangan Dasa men-drible bola dengan lincah. Gerald stay menghadang di depannya. Kata ‘sahabat’ tidak berlaku bagi mereka di tengah lapangan.

  “Nyerah, lah, Bro.” Gerald menghela napas panjang. Napasnya tinggal satu-satu.

  “Lo yang nyerah, Ge!” timpal Dasa disertai senyuman tipis.

Gerald menggeleng. Pantang mengalah meskipun hanya latihan.

"Well." Dasa tersenyum miring. Bola yang sedang ia drible segera dilempar ke net. Gerald, teman-teman klub basket, dan penonton yang ada di pinggir lapangan melongo takjub.

  “Three points! Woowwww, Lord Dasa!” teriak wasit yang merupakan kakak kelas mereka.

  Penonton bersorak. Sorakan paling keras dari cewek-cewek di pinggir lapangan. Mereka menjerit seperti orang kesurupan.

  “Lo cuma mujur doang!” seru Gerald sembari merangkul Dasa.

Dasa tertawa. "Lanjut nggak nih?"

"Lanjut pala lo? Skor tim gue udah ketinggalan jauh, kali. Udah ah, gue capek. Anak-anak juga pada capek. Lo mau dihukum jalan bebek gara-gara tepar di kelas? Habis ini kelasnya Bu Suci lo."

  “Eh, gila. Kurus-kurus energik. Makin mantap aja permainan lo, Sayangku,” ucap Junior yang baru bergabung dengan Dasa dan Gerald.

  “Das, ini buat lo,” ucap cewek berambut lurus sebahu sambil menyodorkan kotak bekalnya ke Dasa.

"Dasa doang? Gue nggak nih?" goda Junior.

"Buat Kak Junior sama Kak Gerald juga kok."

Dasa tersenyum tipis. "Thanks, ya," ucapnya sembari melirik nametag cewek itu, "Lea."

"Iya, Kak," jawab Lea dengan wajah merah. "Saya ... permisi, Kak. Selamat menikmati."

  Dasa tersenyum lagi. Stok senyumnya hari ini memang banyak.

  “Anak IPA 1 tuh, Das. Embat aja," ucap Junior setelah cewek bernama Lea tadi pergi.

"Lo kira ikan asin diembat," ucap Gerald, "asal lo tau aja, Jun, selera Dasa tuh bukan pribumi, tapi noni-noni Belanda gitu."

  “Noni Belanda plus ukhti-ukhti gitu, ya?" Junior ikut-ikutan menggoda Dasa.“

"Bacot banget kalian." Dasa tertawa pelan.

"Logikanya gini, ya, sejak kapan seorang Dasa bela-belain belajar sejarah tiap sore? Pinter juga kagak," ucap Junior.

"Nah! Tindak-tanduk lo ngundang kecurigaan banget, Das. Cuma karena lo sekelompok sama Terra, lo bela-belain belajar sama dia tiap sore? Hah, mitos banget."

  “He-em. Ngaku aja deh. Lo naksir Terra kan, Das? Kan di sekolah ini dia doang yang anti sama pesona lo. Di novel-novel, cowok populer biasanya suka sama cewek galak atau yang sama sekali nggak tertarik sama dia."

"Tolong fitnahnya dikondisikan, ya, Mbak-Mbak." Dasa mendengkus geli.

"Kita temenan sejak esdeh, ya, Mas,” ucap Junior, “tatapan lo ke Terra tuh beda. Gue eja, ya, Sayang. BEDA. Be-e-de-a, beda."

Dasa mengibaskan tangannya di udara.

Tidak mungkin!

Dia suka Terra? Suka cewek itu? Yang dasteran ke sekolah? Yang luar biasa galak? Yang level ikut campurnya terhadap urusan orang lain melebihi presiden? Dasa naksir Terra yang itu?

Dasa pasti sudah gila.

*

*

*

NOTES:

[1] Amalia, Adnindya. 2019. 14 Bentuk Self-Harm yang Mungkin Tidak Kamu Sadari. Online: diakses tanggal 4 Juni 2020.

Das-Ter✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang