5.

3.5K 260 152
                                    


    Mata Terra mengitari rak, mencari buku “Ekonomi Budak VS Ekonomi Merdeka” yang konon—menurut mesin pencarian perpustakaan kampus—stoknya hanya ada satu.

    Di LDK yang dimasuki Terra, setiap Minggu ada kegiatan bedah buku. Pemateri dan materinya ditentukan Penanggung Jawab. Kebetulan Minggu ini giliran Terra. Unluckily, dia mendapat amanah membahas ekonomi. Padahal jelas, ekonomi bukan bidangnya, jadi dia harus mengumpulkan buku referensi sebanyak yang ia mampu.

    Kalau bisa memilih, Terra lebih memilih menjelaskan kronologis perang dunia pertama hingga perang dingin atau sejarah terbentuknya kapitalisme dibandingkan menjelaskan sistem ekonomi dan tetek bengeknya.

    Puluhan menit berlalu, mata Terra berhasil ‘menangkap’ buku itu di rak ‘conspiration’. Terra berjinjit untuk meraih buku itu. Tepat saat buku berada di genggaman, ia terlonjak kaget dan memekik tanpa suara karena tangannya tak sengaja bersentuhan dengan tangan lain yang juga hendak mengambil buku itu. Terra mundur spontan, tak bisa menguasai keseimbangan. Punggungnya membentur sesuatu yang bidang. Ia segera memutar tubuh, mendapati dada bidang yang barusan ia tabrak. Kemeja maroon dan aroma maskulin yang ‘tak asing.

    Kepala Terra refleks mendongak.

    Aroma aftershave yang kuat dan bekas-bekas janggut yang baru saja dicukur ‘mengundang’ hawa panas ke wajah Terra. Cowok yang baru saja ditabraknya adalah orang yang beberapa menit lalu menjadi tokoh utama Lambe Ariel.

    “Yey tau nggak sih, kalau Kak Monica, senior kita yang jadi Queen of Campus taun lalu baru aja ditolak Zayn Malik kawe super?

    “Dengan gantengnya, Zayn kawe super bilang gini nih, ‘Maaf, Kak. Dosa saya sudah banyak. Saya tidak mau tambah dengan pacaran’. Keren nggak siiiiiih?”

    “Nggak tau gue musti senang apa sedih,” ucap Elisa. “Itu artinya, cewek mana pun nggak bakal punya peluang buat jadi pacarnya dia.”

    “Ya udah lah ya, gue jadi fans aja.” Bianca mengibaskan tangan. “Kan masih ada Kak Bumi.”

    “Ih, dese milik eyke.”

    “Apa sih Ariel? Akuin aja tuh seluruh cowok di dunia ini!” Elisa sewot.

    “Tanpa yey suruh!” Ariel bersungut.

    “Zayn siapa sih?” Jiwa kepo Terra kembali melunjak.

    “Douh, Terajanaaa … masa yey nggak tau? Zayn maksud eyke tuh Dasa Wardana bin Yaqdhan. Mereka kan mirip. Persis. Kayak duren dibelah dua.”

    “Pinang, Duyung!” Bianca menoyor kepala Ariel dan membuat cowok itu mencak-mencak.

    Sedang Terra mulai mengumpulkan keping memori di otaknya. Wajah Dasa. Wajah Zayn. Alis. Mata. Hidung. Bibir ….

    “Dilihat dari sisi mana pun, mereka tidak ada mirip-miripnya.” Terra keceplosan berpendapat. “Kalaupun terpaksa dibandingkan, Dasa lebih tinggi satu level.”

    “Eyke don’t know why, yes, Terajana, kalau yey yang muji cowok, kesannya kok beda, yes?”

    Terra menatap Ariel dengan ekspresi bertanya-tanya.

    “Cara yey muji Dasa tuh persis kayak yey bilang: Ariel cantik, Bianca manis, Elisa unyu … yey suka cowok nggak sih? Secara yey kan bule. Bukannya banyak bule yang ….”

    Kalimat Ariel terhenti. Tatapannya seakan berkata, ‘Yey taulah maksud eyke.’

    Terra membuka mulut dua detik, lalu menutupnya lagi.

Das-Ter✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang