HC 4

13.6K 707 9
                                    

"Berterima kasihlah kepada Allah yang Maha memberikan kenikmatan. Dan janganlah kamu bosan untuk mengucap syukur pada-Nya."

Hijrah Cinta


Aisha bersimpuh di atas sajadah, kemudian menengadahkan wajahnya ke atas langit-langit dan membuka lebar kedua tangannya.  Ia ingin menghadap langsung dengan Sang Pencipta, mencurahkan segala isi hatinya, mencurahkan segala keluh kesahnya.

"Ya Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, tolong berikanlah kesembuhan untuk Abi, berikan Abi kekuatan untuk bertahan hidup, berikan kami kekuatan untuk menghadapi cobaan yang Engkau berikan ini. Ya Allah, memang tak ada yang bisa menolak kehendak-Mu, tak ada yang bisa menolak Takdir-Mu. Tapi hamba mohon Ya Allah, berilah kesembuhan untuk Abi agar kami semua dapat berkumpul kembali dalam keadaan sehat wal'afiat. Aamiin," ucap Aisha dengan deraian air mata.

Ketika Aisha sedang membereskan mukena yang sudah dikenakannya, tiba-tiba saja ia teringat akan sosok Kakaknya. Dia belum memberi kabar pada Saif.

Aisha mencari ponselnya di dalam tas, tapi ternyata ia tak membawanya. Arghh, sekarang dia harus bagaimana? Apa yang harus ia lakukan?

Aisha melihat ke sekeliling mushola, berharap ada seseorang di sini yang mau meminjamkan ponselnya untuk sekadar menelepon.

Tanpa sengaja Aisha melihat sosok laki-laki yang tak asing lagi baginya, laki-laki itu berjalan menuju arahnya.

"Alwi? Ngapain dia di sini? Apa dia tahu kalau ... Ahh mana mungkin dia tahu. Apa aku samperin aja ya dia?," kata Aisha ragu. "Tapi untuk apa? Oh ya, aku harus ketemu Alwi, bagaimanapun juga aku butuh ponselnya buat nelepon Kak Saif," gumam Aisha.

Aisha akhirnya memberanikan diri untuk menemui Alwi yang tak jauh darinya.

"Alwi kamu lagi ngapain di rumah sakit? Siapa yang sakit?" tanya Aisha sembari menyapa

Alwi berpaling ketika ada seseorang yang menyapanya. "Ica?"

Aisha tersenyum.

"Lho kamu lagi ngapain Ca di sini?" Alwi malah membalikkan pertanyaan, ia tak menggubris pertanyaan yang diajukan Aisha tadi padanya.

"Aa ... Aku ... Abi .... Abi kecelakaan, Al. Sekarang dia lagi di IGD," kata Aisha dengan linangan air mata di pelupuk matanya.

"Innalillahi. Semoga kamu dan keluarga diberikan ketabahan, ya."

Aisha mengangguk lemah.

Alwi merogoh sapu tangan dari saku celananya. "Hapus air mata kamu, Ca. Aku yakin kalau Abi kamu pasti bakal sehat kembali."

Aisha mengangguk kembali, ia mengambil sapu tangan yang diberikan Alwi padanya kemudian mengelap linangan air matanya. "Makasih, Al."

Alwi mengangguk, membalas ucapan terimakasih dari Aisha.

"Ee ...  Aku boleh pinjam hape kamu, Al? Hape aku ketinggalan soalnya, aku harus nelepon Kak Saif."

"Oh boleh kok, ini!" Alwi menyerahkan ponsel miliknya kepada Aisha.

"Makasih Al buat sapu tangan dan hapenya."

"Iya, sama-sama, Ca." Alwi kemudian masuk ke dalam mushola hendak melaksanakan shalat isya yang tertunda.

Dengan sabar, Aisha menunggu Alwi sampai selesai melaksanakan shalatnya.

"Senadainya kamu tahu, Al," kata Aisha yang memerhatikan Alwi tengah berdoa.

Setelah selesai berdoa, Alwi langsung menghampiri Aisha yang sedang duduk di lantai.

Aisha bangkit dari duduknya setelah Alwi berada tepat di hadapannya.

"Makasih, Al." Aisha memberikan ponsel itu pada pemiliknya.

"Sama-sama," balas Alwi. "Ca, aku boleh ikut jenguk Abi kamu?"

Aisha langsung terperangah, benarkah yang baru saja Alwi katakan?

"Ee ... Boleh."

Alwi dan Aisha berjalan beriringan menuju IGD. Hanya membutuhkan waktu beberapa menit saja mereka sudah sampai di depan pintu IGD.

Aisha membukakan pintu sambil mengucap salam.

"Waalaikumussalam, kamu habis dari mana, Ca?"

Umi mengalihkan pandangannya pada sosok laki-laki yang berada di samping Ica. "Siapa dia, Nak?"

"Ee ... Dia Alwi, Umi. Temennya Ica."

"Assalamualaikum, Umi." sapa Alwi ramah.

"Wa'alaikumussalam."

"Ca, Umi titip Abi dulu yah, Umi lupa belum shalat isya. Nanti kalo Abi udah sadar cepet panggil dokter ya, Nak!"

Aisha mengangguk patuh.

"Umi titip Ica dulu yah Nak Alwi."

"Iya, Umi."

"Mi, tadi Ica udah telepon Kak Saif. Katanya In syaa Allah besok dia datang ke Bandung," kata Aisha menjelaskan pada Umi.

"Astaghfirullah, Umi sampe lupa belum ngabarin Saif. Iya gak papa kok, bilangin sama Saif, Umi kangen sama Ali. Pengen main bareng sama cucu."

"Iya, Umi," timpal Aisha.

Umi keluar dari IGD dengan raut wajah bahagia, perlahan ia mulai mengukir kembali senyuman yang sempat sirna.

Saat ini Alwi dan Aisha berada di ruang IGD. Alwi duduk di kursi khusus yang disediakan untuk tamu pasien, sementara Aisha hanya mematung di samping Alwi sembari menatap nanar Abinya.

Aisha mengalihkan pandangannya menerawang ruangan IGD ini. Ia berharap masih ada bangku kosong yang bisa ia duduki.

"Ca kamu duduk di sini aja, biar aku yang berdiri. Lagian kamu pasti mau deket sama Abi kamu kan, Ca?" Alwi bangkit dari duduknya. Ia mempersilakan Aisha untuk duduk di bangku yang memang hanya ada satu di ruangan ini.

Aisha mengangguk berterima kasih.

"Aku tunggu di luar aja ya, Ca. Gak enak kan kalo berduaan di sini."

Yang dikatakan Alwi memang benar adanya, tak baik bila seorang laki-laki dan perempuan berduaan dalam satu ruangan.

Aisha mengangguk, menyetujuinya.

Setelah alwi pergi ke luar, kini di ruangan itu hanya ada Aisha dan Abinya yang masih tak kunjung sadar. Aisha kemudian membuka tas kecil miliknya dan mengambil mushaf al-quran lalu melantunkan Surat Yaasin.

Disaat Aisha melantunkan ayat yang kedua puluh, tiba-tiba saja sebuaj keajaiban terjadi. Tangan Abinya mulai bergerak perlahan-lahan.

"Alhamdulillah, terimakasih Ya Allah," ucap Aisha tersenyum bahagia.

Aisha kemudian berlari ke luar untuk untuk mencari dokter. Sesampainya di luar, Aisha menjumpai Alwi yang sedang memainkan ponselnya.

"Ada apa, Ca?" tanya Alwi heran.

"Abi udah sadar, Al. Aku mau panggil dokter."

"Alhamdulillah," kata Alwi ikut terbawa suasana. "Biar aku aja Ca yang panggil dokternya. Kamu tungguin Abi aja di dalam." titah Alwi.

"Iya, Al."

🍁🍁🍁

Hijrah Cinta (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang