"Kami telah menentukan kematian di antara kamu dan Kami sekali-kali tidak akan dapat dikalahkan."
Q.S Al-Waqi'ah : 60
"MAS!!!!"
"REY!!!" teriak Alwi panik.
Alwi langsung berlari ke arah Aisha dan Rey yang kemudian disusul oleh Mawra.
Aisha langsung panik dengan keadaan Rey, terlebih saat baju yang dikenakan Rey berlumuran darah. Rey mengeram kesakitan, namun sebisa mungkin dia menahan rasa sakit di punggungnya itu.
"Mas bertahan, ya!!" kata Aisha sambil terisak. Ia meletakkan kepala Rey di pangkuannya sehingga air mata Aisha kini jatuh menimpa wajah Rey.
Rey tersenyum lembut memperhatikan lekat wajah khawatir istrinya, tangannya terulur untuk mengusap air mata istrinya itu yang justru malah membuatnya semakin menangis.
Disa menghampiri ke arah Aisha dan Rey dengan raut wajah yang panik dan perasaan bersalahnya.
"Rey kamu gak apa-apa? Maaf aku gak bermaksud buat celakain kamu." Disa terisak dan mencoba membantu Rey untuk bangun dari pangkuan Aisha, namun Rey bersusah payah menepisnya.
Polisi yang sedari tadi berjaga di luar kini masuk ke dalam setelah mendengar suara tembakan dari dalam rumah. Mereka langsung mengamankan Disa dan membawanya keluar meskipun Disa terus memberontak karena tak mau meninggalkan tempat tersebut.
Rey tersenyum lembut memperhatikan wajah istrinya yang sedang menatap ke arah polisi yang mengamankan Disa.
"Anna uhibbuka fillaih," kata Rey parau, ia menggulum senyum lembut.
Aisha memalingkan wajahnya saat mendengar perkataan Rey. Dia hanya tersenyum nanar sembari terisak.
Sementara Alwi yang sedari tadi berada di sana menundukan wajahnya lemah saat mendengar perkataan Rey. Alwi tersenyum simpul dan meyakinkan hatinya bahwa ia harus berhenti, berhenti untuk mencintai orang yang salah.
"Mas, bangun!!" kata Aisha yang membuyarkan lamunan Alwi.
"Kak Rey, bangun, Kak!!" kata Mawra ikut panik saat Rey tak sadarkan diri.
Begitupun dengan Alwi, ia juga mengkhwatirkan keadaan sepupunya itu. "Ayo kita bawa Rey ke rumah sakit, Ca!" titah Alwi cemas.
***
Sesampainya di rumah sakit, Rey langsung dilarikan ke IGD dan ditangani serius oleh dokter.
Mawra yang ikut pula ke rumah sakit terus berusaha untuk menenangkan Aisha, sementara Alwi hanya terduduk lemah di kursi rumah sakit.
Lantunan zikir terus Aisha panjatkan kepada Sang Khalik, ia meminta kebaikan bagi dirinya dan juga Rey.
Tak berselang lama, keluarga besar Rey dan Aisha akhirnya sampai ke rumah sakit setelah sebelumnya diberitahu oleh Mawra. Mereka langsung menanyakan perihal keadaan Rey.
Mawra langsung menjelaskan perihal kondisi Rey begitu pula dengan kasus hilangnya Rey yang memang dilakukan oleh Disa.
Dokter yang tadi memeriksa keadaan Rey kini keluar dari IGD. Dia langsung menghampiri keluarga Rey yang sedari tadi menunggu kabar baik darinya.
"Bagaimana keadaan suami saya, Dok?" tanya Aisha antusias.
"Kami sudah berhasil mengeluarkan pelurunya, Bu. Akan tetapi saat ini kondisinya sangat kritis," tutur dokter memberikan penjelasan.
"Tapi anak saya akan baik-baik saja kan, Dok? Dia pasti akan sadar, kan?" sambung ibu Rey. Sorot matanya menggambarkan kecemasan seorang ibu.
Dokter menggeleng lemah yang membuat semua orang di sana membungkam mulutnya tak berdaya.
"Saat ini hanya Allah lah yang dapat membantunya. Saya yakin dengan doa dari kalian semua, kondisi pasien akan dapat tertolong," tutur dokter menenangkan.
Aisha terpaku, dia bungkam seribu bahasa. Bagaimana nanti jika Rey benar-benar pergi dan meninggalkan dirinya untuk selama-lamanya.
***
"Ya Allah, yang Maha Pengasih lagi Maha penyayang. Hanya kepada-Mu lah aku mengadu, dan hanya kepada-Mu lah sebaik-baiknya aku meminta. Hamba mohon kepada-Mu Ya Allah, tolong sembuhkanlah suami hamba, angkatlah semua penderitaannya, tolong berikanlah dia kehidupan agar kami dapat berkumpul kembali Ya Allah. Ya Allah, hamba tahu jika hamba tak mungkin bisa menentang takdir-Mu, akan tetapi hamba mohon, tolong jangan ambi dia Ya Allah, jangan jauhkan dia dari hamba, jangan pisahkan kami berdua. Hiks ...." Aisha masih saja terisak, air matanya itu seolah tak mau berhenti mengalir.
Setelah selesai berdoa, Aisha kemudian menyimpan kembali mukena yang ia pakai itu ke tempatnya semula dan kemudian bergegas pergi untuk kembali menemui keluarganya.
Sesampainya di sana, Aisha langsung menjumpai keluarga besarnya yang sedang terisak menangis. Umi memeluk tubuh abi, begitu pun dengan mertuanya. Hanya Alwi dan Mawra yang terduduk lemah di kursi sambil terisak pelan.
"Kenapa, Mi? Ada apa?" tanya Aisha pada Umi.
Umi tak menjawab, dia malah menggantikan pelukannya kepada Aisha. Umi terisak hebat yang membuat Aisha mengernyit heran karena tak mengerti dengan semua ini.
"Rey ... Rey ...," kata Umi parau.
Aisha membulatkan matanya. Ia langsung melepaskan pelukan Umi dan berlari ke ruang IGD. Pikirannya tertuju pada suaminya, Rey.
Di dalam IGD Aisha mendapati dokter yang bersama dengan seorang perawat. Ia tak mengindahkan mereka dan justru malah berhambur memeluk tubuh Rey.
"Mas, bangun!!!" Aisha melepaskan pelukannya kemudian menggoyang-goyangkan badan Rey.
"Mas!!!!"
Dokter dan perawat yang ada di sana hanya menatap nanar kepada Aisha, mereka tak berani menghentikannya.
"Dok, suami saya masih bisa hidup, kan?" Aisha memandang lekat wajah dokter yang kini berada di hadapannya.
"Dok, tolong gunakan alat ini. Saya yakin suami saya akan sadar. Cepat, Dok!!! Ayo!!!" kata Aisha tak sabaran. Ia mengambil alat pacu jantung yang tadi sudah dikenakan dokter dan kemudian menyerahkannya.
Dokter itu memandang iba pada Aisha. Dia menggeleng lemah karena mustahil usahanya itu akan membuahkan hasil.
"Dok, ayo!!! Saya mohon, Dok. Tolong coba satu kali lagi. Satu kali saja, Dok!" Aisha menyatukan kedua tangannya, memelas agar dokter mau melakukannya.
Dokter tersebut akhirnya setuju meskipun ia tahu kalau ini tidak akan membuahkan hasil apa-apa.
Aisha menunggu tak sabaran, dengan berlinang air mata ia terus memanjatkan doa agar Rey tidak pergi meninggalkannya dan terus berada di sampingnya, menemani sisa hidupnya.
Satu kali, tidak ada hasil apa-apa.
Dua kali, sama juga.
Begitupun yang ketiga, hasilnya nihil.
Dokter menunduk pasrah, ia berbalik ke arah Aisha seraya berucap maaf. Hati Aisha mencelos sakit dengan kenyataan perih ini. Berulangkali Aisha menggelengkan kepalanya karena tak percaya.
Ia mencubit tangannya, berharap bahwa ini hanyalah mimpi buruk belaka. Akan tetapi semua ini nyata. Aisha tak berani berkutik apa-apa saat takdir akhirnya memisahkan mereka berdua dengan nama kematian.
"Apakah aku bisa hijrah dari cintamu, Mas?"
END
20/10/18
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijrah Cinta (END)
EspiritualAisha yang diam-diam menyukai temannya sendiri--Alwi, harus rela memendam rasa cinta bertahun-tahun. Hingga pada suatu hari, ia dijodohkan oleh orangtuanya dengan Rey--kakak kelasnya ketika di Madrasah Aliyah. Apakah Aisha akan bertahan dengan pili...