"Takdir Allah itu indah, bahkan sangat indah."
Hijrah Cinta
Umi menjelaskan secara detail pada Aisha maksud dari kedatangan teman Abinya itu. Seketika Aisha menjadi diam membisu, tak tahu apa yang harus ia lakukan. Pikirannya mulai kalut tak menentu, dan sungguh dadanya itu terasa sangat sesak. Ada sedikit genangan air di pelupuk matanya, namun ia segera menyekanya. Ia yak mau jika genangan air itu sampai jatuh.
"Umi, Ica belum siap, dan bagaimana bisa abi menjodohkan Ica dengannya? Ica masih pengen belajar, Ica mau ngejar cita-cita Ica dulu, Mi." Aisha kalut terbawa emosi.
"Iya, Nak. Umi tahu, makanya Umi memberikan kamu waktu untuk kamu berpikir dulu Nak, dan nanti sore dia akan datang Ca." Umi langsung merangkul putrinya, ia sangat tahu bagaimana perasaan Aisha saat ini.
Umi melepas pelukannya. "Umi tinggalin kamu dulu, Ca, umi gak akan maksa jika kamu memang gak mau. Dan nanti Umi akan coba jelasin ke Abi kamu lagi," jelas umi lagi.
Kemudian Umi pun pergi meninggalkan Aisha di kamarnya sendirian.
Kaget, sedih, bingung tentu Aisha rasakan semuanya. Tak bisa lagi ia mengungkapkan semuanya dengan kata-kata.
Aisha merebahkan dirinya di atas kasur untuk memikirkan apa jawabannya nanti, ia sesekali menyeka air matanya yang jatuh. Di kepalanya masih terngiang-ngiang tentang apa yang Umi katakan padanya.
"Iya Umi, ada apa? Umi mau bilang apa sama Ica? Tumben Umi ngajak ngobrolnya di kamar. Kayaknya serius banget ya, Umi?" tanya Aisha, dan senyuman hangat mulai mengembang dari bibirnya.
Umi menarik napas panjang. "Nak, sebenarnya Abi nyuruh kamu buat pulang itu karena dia akan menjodohkanmu. Maafin kami, Nak, karena tidak memberitahumu sejak awal. Dia baru saja datang dari London, Ca. Dia menyelesaikan study-nya di sana. Umi yakin, dia adalah pria yang baik bagimu, uang bisa menjadi imam dan ayah yang baik bagi anak-anakmu kelak. Maafkan Umi dan Abi, Nak."
Seketika senyuman Aisha berubah, ia terpaku diam setelah mendengar kata-kata tersebut. Bagaimana bisa Abi dan Umi menjodohkannya secepat ini? Tanpa mengenal siapa pria itu.
"Umi, bagaimana bisa Ica menerima sosok laki-laki lain. Padahal dalam hati ini hanya ada Alwi. Jelas hanya Alwi. Alwi yang selalu membuat Ica bahagia walaupun memang sekarang Ica gak tau gimana kabarnya. Ya, Ica memang egois, egois, dan sangat egois." Aisha menyembunyikan tangisannya di balik bantal, dan seketika tangisannya terhenti. Ia mengingat akan sosok kedua sahabatnya yaitu Nafisa dan Sazea.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijrah Cinta (END)
SpiritualAisha yang diam-diam menyukai temannya sendiri--Alwi, harus rela memendam rasa cinta bertahun-tahun. Hingga pada suatu hari, ia dijodohkan oleh orangtuanya dengan Rey--kakak kelasnya ketika di Madrasah Aliyah. Apakah Aisha akan bertahan dengan pili...