"Janganlah tergesa-gesa dalam mengambil keputusan. Karena keputusan yang diambil dengan tergesa-gesa tak akan membuat keadaan menjadi lebih baik."
Hijrah Cinta
Peluh dingin mulai sangat terasa keberadaannya, ia mulai membasahi kening dan leher Rey. Terlihat sangat jelas kegelisahan yang terjadi padanya.
Rey sesekali memainkan jari jemarinya agar bisa menghilangkan rasa stress yang mendera. Pikiran negatif mulai muncul di benaknya, bagaimana jika Aisha menolaknya dan ia harus merelakan hatinya tak bisa dimiliki Aisha.
Tapi semua urusan itu telah Rey serahkan kepada Allah yang Maha Mengetahui segala-Nya, yang Maha membolak-balikan hati hamba-Nya.
Rey melihat kedua orang tua Aisha mulai keluar dari kamar tamu yang kemudian disusul oleh Aisha.
"Katakanlah apa yang ingin kamu katakan, Nak." jelas abi ketika Aisha baru menduduki soffa kosong di dekat Umi.
"Iya, Bi."
Rey mencoba memperlihatkan sikap tenangnya, jantungnya mulai berdegup kencang kembali.
"Apapun jawabanmu, aku akan menerimanya, Ca," kata Rey. Ia menundukan pandangannya. Mencoba untuk menahan rasa sakit jika kata-kata Aisha akan melukai perasaannya.
"Kak Rey," panggil Aisha.
Rey mulai mensejajarkan kembali pandangannya agar tak menunduk.
"Ya Allah semoga jawaban yang hamba berikan ini memang yang terbaik," gumam Aisha dalam hati.
Aisha menarik napas panjang, ia mencoba untuk menguatkan hatinya. "Kak Rey, ma ... Ma ... maafin Ica-"
"Iya gak papa kok, Ca. Saya sudah tahu kok apa jawaban kamu. Maaf karena sudah mengganggu waktu kamu, Ca." mata Rey terlihat mulai berkaca-kaca, sebisa mungkin ia menahannya agar tak meluncur keluar.
Hatinya terasa berdenyut sakit setelah apa yang diucapkan Aisha tadi. Namun ia menghargai akan keputusannya dan tak mau memaksakan perasaannya secara sepihak.
"Ica belum selesai bicara, Kak. Maksud Ica, maaf kak, Ica belum bisa memberikan jawabannya sekarang. Tolong beri Ica waktu, satu minggu saja, Ica mohon, Kak."
Ukiran senyuman mulai terlihat mengembang di wajah Rey. Hatinya mulai sedikit lega, tapi sekarang ia harus sabar menunggu. Menunggu jawaban dari Aisha.
Bagaimana jika nanti jawaban yang Aisha berikan juga sama menyakitkannya? Bagaimana jika ia menolaknya?
"Iya Ca, gak apa-apa. Jika itu memang kemauanmu. Iya kan, Pa?" kata Rey. Setidaknya ia masih memiliki harapan untuk mendapatkan jawaban 'Iya' dari Aisha.
Ayah Rey mengangguk setuju. "Iya, gak apa-apa, kok. Pikirkan saja dulu jawabanmu, Nak, jangan tergesa-gesa dalam mengambil keputusan."
Aisha membalasnya dengan anggukan kecil.
Aisha bersyukur dalam hati karena ternyata keluarga Rey tak mencela apa keputusannya, mereka justru malah mendukungnya dan akan menerima apapun keputusan yang diberikannya untuk Rey selepas seminggu nanti.
***
Beberapa hari ini Aisha terlihat tak fokus pada mata kuliahannya, ia sering sekali melamunkan sesuatu.
Padahal Aisha sebentar lagi akan menghadapi tugas akhir semester, yakni pembuatan skripsi yang membutuhkan waktu lama dan tentu itu tak mudah baginya.
Aisha duduk di kursi taman yang di bawahnya adalah rerumputan hijau yang sedang menari karena terbawa angin yang berembus melewatinya. Sangat tenang sekali melihat pemandangan hijau ini karena ia dapat membantu menghilangkan sedikit masalah yang membebani pikirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijrah Cinta (END)
SpiritualAisha yang diam-diam menyukai temannya sendiri--Alwi, harus rela memendam rasa cinta bertahun-tahun. Hingga pada suatu hari, ia dijodohkan oleh orangtuanya dengan Rey--kakak kelasnya ketika di Madrasah Aliyah. Apakah Aisha akan bertahan dengan pili...