"Apabila cinta ada di hati yang satu, pasti juga cinta itu ada di hati yang lain. Karena tangan yang satu tak akan bisa bertepuk tanpa tangan yang lain."
Jalaludin Rumi
Tak terasa usia pernikahan Aisha dan Rey sudah memasuki satu minggu. Manisnya dunia terasa indah ketika dilewati bersama dengan sang pujaan hati. Ibaratnya dunia serasa milik mereka berdua, dan yang lain ngontrak.
Pagi ini, Aisha menyiapkan sarapan untuk Rey yang harus mulai kembali kerja dan tak bisa mengambil cuti lebih lama lagi. Sedangkan Aisha, ia sebentar lagi akan di wisuda. Oleh sebab itu, Aisha mulai mempersiapkan segala keperluan yang nantinya akan ia perlukan.
"Kok mukanya gitu, Mas? Gak enak yah kopinya?" tanya Aisha yang ikut duduk di samping Rey yang tengah asik menyeruput kopi.
"Eh?! Enggak kok, Sayang. Enak."
Aisha tersenyum mendengarnya. Pemikirannya ternyata salah, ia pikir Rey tak menyukai kopi buatannya.
Rey melirik jam tangan hitam yang melingkar di pergelangan tangannya, "Maaf ya Sayang, Mas gak bisa makan sarapannya sekarang. Di bekal aja, ya."
Aisha mengangguk paham, kemudian ia mengambil wadah tempat makanan untuk membawa sarapannya. Sejurus kemudian, ia telah kembali lagi ke meja makan dan langsung memasukan sarapannya ke dalam tas kerja Rey.
"Gak di habisin Mas, mubazir," kata Aisha saat Rey bangkit dari duduknya. Rey duduk kembali dan menyeruput kopi tersebut sampai tandas.
Wajah Rey terlihat pucat seketika. Aisha yang menyadari hal itu bertanya lirih tentang keadaan suaminya itu, namun Rey hanya menggeleng pelan kemudian berpamitan pergi. Aisha ikut mengantarkan Rey sampai ke depan beranda rumahnya, tak lupa ia berdoa agar suaminya itu diberikan kemudahan dalam mencari rezeki untuk menghidupi keluarga kecilnya.
"Ada yang aneh," gumam Aisha saat akan mencuci gelas sisa kopi tersebut. Karena merasa heran, akhirnya Aisha mencoba sedikit sisa kopi yang masih tersisa dalam gelas itu.
Indra pengecapnya langsung merasakan ada yang salah dengan kopi buatannya itu. Asin.
Aisha masih tak habis pikir, bagaimana mungkin Rey bisa menutupi aibnya. Ia tak mengeluh akan keteledorannya yang malah memasukan garam ke dalam kopi. Ada rasa haru bahagia yang menyusup ke relung hatinya, tapi ada juga rasa bersalah yang mendalam karena ia sampai tega menyuruh suaminya itu menghabiskan kopi asin buatannya.
***
Mawra saat ini tengah sibuk membaca buku-buku sejarawan tafsir al-quran yang tebal di perpustakaan. Ia merutuki dirinya sendiri yang selalu saja jam karet. Sudah tahu jam pertama ini adalah mata pelajarannya Pak Alwi, tapi ia malah tak menghiraukannya.
Sesampainya tadi Mawra di depan pintu kelas, sebenarnya dia sudah berusaha bernegosiasi dengan Alwi yang tak lain adalah sahabatnya Aisha, bahkan sekarang juga terikat kekerabatan dengannya. Tapi tetap saja, lelaki itu tak menggubris permintaan Mawra dan malah memberikan gadis itu tugas untuk membuat penelitian tentang para sejarawan dalam bidang tafsir al-quran.
"Lapar," lirih Mawra. Ia memandangi jam dinding di perpustakaan yang menunjukan pukul setengah sembilan.
Mawra akhirnya menunda dulu pekerjaannya dan berniat untuk mencari makanan di kantin. Jika perutnya sedang lapar, ia tak bisa berkonsentrasi untuk mengerjakan tugasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijrah Cinta (END)
SpiritualAisha yang diam-diam menyukai temannya sendiri--Alwi, harus rela memendam rasa cinta bertahun-tahun. Hingga pada suatu hari, ia dijodohkan oleh orangtuanya dengan Rey--kakak kelasnya ketika di Madrasah Aliyah. Apakah Aisha akan bertahan dengan pili...