HC 6

14.1K 683 8
                                    

"Hari yang indah adalah saat kita bisa terus bersama dengan orang yang kita sayangi. Melewati panasnya udara di siang hari sampai berada di dinginnya malam yang sunyi."

Hijrah Cinta

"Aishaaaa!!!" lelaki yang memakai helm hitam itu memanggil namanya dan mulai mendekatkan ke arah Aisha. Jarak mereka kini mungkin hanya satu meter saja.

"Dari mana dia tahu namaku?" kata Aisha pelan, ia mengernyitkan dahinya.

"Ka ... Kamu siapa? Jangan coba berniat jahat pada saya!! Pergi saya bilang," bentak Aisha ketika laki-laki itu makin mendekat ke arah.

Aisha mengepalkan tangannya hendak membogem mentah lelaki ini. Namun hal itu urung dilakukannya saat melihat wajah lelaki yang memakai helm tersebut.

"Ini saya Aisha."

Aisha membuka kepalan tangannya. "Ka ... Kamu? Kamu bikin saya kaget aja, eh tapi kenapa kamu tahu nama saya? Kamu itu kan yang—"

"Yang kamu tabrak dan yang kamu bikin lecet yah motornya?" lelaki itu terkekeh.

Aisha menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. "Maaf ya, sekali lagi maafin saya. Eh, terus kenapa kamu tiba-tiba ada di sini? Saya sampe kaget, soalnya penampilannya aneh banget kayak gitu," kata Aisha heran.

"Saya gak sengaja tadi lewat sini, kamu lagi nunggu angkot yah?" tanya laki-laki itu balik.

"Iya, tapi dari tadi gak ada angkotnya."

"Hmm ... Ya udah, bareng sama saya aja, Aisha. Rumah kamu memangnya di mana?" laki-laki itu mencoba menawari tumpangan pada Aisha.

"Gak usah, saya bisa naik angkot kok. Bentar lagi pasti ada." Aisha mengelak ajakannya. Bukan bermaksud tidak sopan, tapi ia tidak mau merepotkannya. Dan mungkin saja angkot pun juga sebentar lagi datang.

"Nanti kamu telat loh ke sekolahnya, udah siang nih." bujuk laki-laki itu lagi.

Ica menggelengkan kepalanya berkali-kali. "Tapi aku gak enak." Aisha menggaruk kepalanya. "Aduh, gimana ya? Gimana jelasinnya? Aku gak bisa diboncengin sama laki-laki yang bukan mahram."

Laki-laki itu diam sejenak. Ia merasa kagum atas apa yang baru saja Ica katakan. Subhanallah, dia memang akhwat super.

Di saat gadis lain merengek kepada kekasihnya agar dibonceng dengan menggunakan sepeda motor karena beranggapan terkesan romantis. Tapi tidak dengan gadis ini, dia menjaga martabat dan kedudukannya sebagai seorang wanita.

"Jaga jarak aja, Ca. Sebenarnya saya juga gak biasa ngajak perempuan kecuali Ibu saya hehe. Tapi kan Ini madarat, dalam keadaan terdesak." laki-laki itu memberi penjelasan pada Aisha agar ia mau menerima ajakannya.

Karena mana mungkin dia tega meninggalkan temannya menunggu kepastian Si Abang angkot yang tidak jelas.

"Ee ... Oke."

Aisha terlihat ragu saat akan menaiki sepeda motor tersebut. Ia menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan.

Laki-laki itu memakai helmnya kembali dan mulai menaiki motornya. Ia memberikan kode melalui gerakan tangannya agar Ica segera naik karena waktu akan terbuang percuma jika ia masih tetap mematung di halte.

"Bismillah," kata Ica saat menginjakkan kakinya pada step motor.

Selama perjalanan, tak ada perbincangan apa pun. Hanya ada satu kali, itu pun menanyakan tentang alamat rumah Aisha. Lelaki itu lah yang bertanya, bukan Aisha yang memberi tahu.

Aisha, Aisha. Jika lelaki itu tak menanyakan alamat rumahmu pasti kamu tidak akan sampai rumah. Kalian berdua hanya akan jalan-jalan tidak jelas mengelilingi kota Bandung.

Hijrah Cinta (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang